Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pdt. Rusli Monoarfa: “Implementasi Pasal 156 huruf a KUHP tajam ke kelompok minoritas dan tumpul ke kelompok mayoritas”




eBahana.com – Pdt. Rusli Monoarfa menyaksikan bagaimana pengalaman dirinya dijerat Pasal 156 huruf a KUHP. Hal ini diungkapkan pada acara Webinar yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia, Jumat (23/04/2021) lewat aplikasi Zoom. Tema yang diusung adalah “Penerapan Undang-undang Penistaan Agama yang Berkeadilan”.

Rusli menjelaskan, setelah Kristen, putra asli Gorontalo ini aktif di gereja Kristen Sulawesi Tengah. Beberapa gereja di Poso, Sulawesi Tengah, mengundangnya untuk bersaksi. Tema kesaksian yang disampaikan berdasarkan pertobatannya adalah Yesus Tuhan dan Juruselamat. Di luar Yesus tidak ada jaminan keselamatan.

Kesaksian tersebut sangat memberkati, sehingga disarankan oleh pendeta di Poso, agar kesaksian tersebut dibuat secara tertulis. Akhirnya, kesaksian tersebut pun ditulis sebanyak 10 halaman HVS yang dicetak menjadi tiga rangkap. 

Tulisan tersebut pun diserahkan kepada tiga orang pendeta yang ada di Poso. Setelah pertobatannya, Rusli lebih banyak tinggal di Manado. Suatu saat pada tahun 1992, Rusli hendak pulang ke Poso dari Manado. Setibanya di Poso, Rusli pun difasilitasi untuk pelayanan dan bersaksi di gereja-gereja. Salah satunya adalah melayani Kebaktian Kebangunan Rohani untuk Pemuda. Setelah selesai KKR tersebut, Rusli pun diamankan oleh pihak Polisi, karena disinyalir ada kelompok pemuda yang hendak melukainya karena perpindahan agama tersebut.

Akhirnya, kasus Rusli terkait kesaksian perpindahan agama yang sudah ditulis tersebut dilimpahkan kepada Kapolres yang baru saja bertugas di Poso, karena pada saat kasus tersebut bergulir ada pergantian Kapolres. Polres yang baru menjaba berupaya untuk untuk melimpahkan ke Polda Sulutteng (Sulawesi Utara dan Tengah) yang berkedudukan di Manado.

Sebelum berangkat ke Manado, Intel Kodim  menginformasikan, agar Rusli terlebih dahulu mampir ke Kodim untuk mendapat pengarahan. Saat di kantor Intel Kodim, Rusli justru mendapat intimidasi dan ditakut-takuti. Intel Kodim menyampaikan dan menekankan, bahwa keputusan Kapolres untuk berangkat ke Kapolda dibatalkan, agar kasus tersebut di selesaikan secara hukum di Sulawesi Tengah.

Dalam kesaksiannya, Rusli mengatakan bahwa Intel Kodim, mengait-ngaitkan dirinya dengan mantan Bupati Poso yang berasal dari Madura dan sudah menjadi Kristen terlebih dahulu dari dirinya. Kesaksian yang dibuat Rusli secara tertulis diduga Intel Kodim adalah buatan mantan Bupati Poso. Rusli hanya sekedar menandatangani kesaksian tertulis tersebut.

Rusli pun bersikukuh dan membantah informasi adalah informasi yang tidak benar. Dirinya meyakinkan bahwa dia tidak pernah bertemu sama sekali dengan Mantan Bupati Poso yang disebutkan oleh Intel Kodim.

Menurut Rusli, kasus ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara pendekatan persuasif. Namun, pendekatan yang dilakukan adalah harus melalui mekanis persidangan. Rusli menyampaikan bahwa bahwa yang paling ngotot agar kasus ini diselesaikan di pengadilan, diantaranya Komandan Kodim, Bupati, Kepala Pengadilan, Kepala Kejaksaan dan yang paling ngotot agar Rusli diadili adalah kepala Depertemen Agama. Akhirnya Pdt. Rusli Monoarfa pun dituntut 4 tahun 6 bulan pidana penjara atas kesaksian pertobatannya menjadi pengikut Tuhan Yesus.

Menurut Rusli, apa yang dialaminya adalah situasi penegakan hukum yang tidak adil untuk menerapkan Pasal 156 huruf a KUHP ini. Baginya, pasal 156 huruf a adalah pasal karet yang tajam ke kelompok minoritas dan tumpul ke kelompok mayoritas. Rusli menyarankan, sebaiknya pasal 156 huruf a ini dihapus saja. Namun, jikalau ingin dipertahankan pasal tersebut, bisa saja tetapi penerapannya harus secara berkeadilan.

Apa yang disaksikan dan dialami Rusli, memunculkan perasaan tidak nyaman untuk tinggal di Indonesia. Sebagai kelompok minoritas, merasa diperlakukan tidak adil di negeri ini. Harapan Rusli, untuk ke depannya, Indonesia harus bisa dewasa dalam menyikapi setiap perbedaan maupun perpindahan agama.

 

 

Oleh Ashiong P. Munthe.



Leave a Reply