Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pandangan Umum & Pokok Pikiran DPP GAMKI dalam Sidang Raya PGI XVII di NTT




Waingapu NTT, eBahana

Where there is no vision, the people perish (Amsal 29:18).

Indonesia adalah keberagaman, dan keberagaman adalah keniscayaan. Keberagaman di Indonesia hadir secara alamiah mulai dari faktor geografis, faktor bawaan yang diwarisi secara keturunan bahkan karena perkembangan yang terjadi dalam kehidupan.

Keberagaman bukan hanya melekat pada individu akan tetapi juga pada kelompok dan golongan.  Di mana individu, kelompok dan golongan tentu saling berinteraksi satu sama lain. Dibutuhkan kesediaan untuk menerima kekhasan masing-masing. Penerimaan akan realitas Indonesia yang beragam adalah sebuah komitmen akan persatuan bangsa.

Realitas bangsa hari ini bahwa masih tingginya kesenjangan ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan. Hal ini ditandai dengan menguatnya sentimen berbasis agama. Kemudian memunculkan radikalisme dan tindakan intoleran yang memicu maraknya konflik sosial dan seringkali disertai tindakan kekerasan.

Ancaman tersebut berpotensi mencabut nilai-nilai fundamental kebangsaan. Nilai dan konsensus kebangsaan diacak-acak guna menciptakan tatanan baru yang sejatinya melenceng dari cita-cita awal Indonesia yang dibangun diatas keberagaman.

Dalam kondisi dan dinamika kebangsaan yang terjadi, gereja dan umat Kristiani memiliki potensi besar untuk berdiri sebagai perawat demokrasi di tengah-tengah kondisi bangsa rentan terhadap ancaman korupsi, radikalisme dan intoleransi.

Kepada Sidang Raya yang mulia ini, GAMKI akan mengeluarkan pandangan umum dan pokok-pokok pikiran,

1. Mengawal pembangunan di Indonesia yang berbasis pada keberpihakan terhadap konservasi dan pemenuhan hak masyarakat adat yang seringkali mencicipi efek samping investasi dan pembangunan.

Kebijakan Pemerintah untuk menggenjot sisi penerimaan negara dan investasi berdampak pada kemudahan proses perijinan penguasaan lahan dan kawasan hutan baik itu untuk investasi pertambangan, perkebunan, dan bisnis properti. Kemudahan dalam penguasaan lahan yang diberikan kepada investor, membuat masyarakat adat menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kasus-kasus perampasan lahan.

Bahkan, tidak jarang di sejumlah kawasan konsesi milik korporasi, merupakan kawasan hutan adat. Proses pengambilalihan lahan seringkali disertai dengan intimidasi dan bahkan kekerasan dengan menggunakan tangan militer.

Pada titik ini, GAMKI menyerukan agar Gereja harus mengambil posisi tegas terkait hak-hak masyarakat yang mempertahankan hutan adatnya agar tidak menjadi korban keserakahan dan kepentingan investasi yang mengkapitalisasi hutan-hutan adat. Oleh karena itu GAMKI mendorong posisi keberpihakan gereja terhadap masyarakat yang tertindas yang menjadi korban korporasi dan segelintir oligark yang menguasai Indonesia.

2. Pemaksimalam potensi SDM untuk Pengembangan dan pembinaan ekonomi jemaat.

Proses pembentukan sumber daya manusia yang unggul dimulai sejak dalam kandungan. Oleh karena itu kami mendorong gereja untuk memperhatikan hal tersebut, bagaimana kesejahteraan dan kesehatan ibu dan anak bisa terjamin. Hal berikut adalah gereja bertanggungjawab atas pembinaan pemuda dan pengembangan ekonomi jemaat.

GAMKI dan Gereja harus bersama-sama berperan aktif dalam proses pembentukan kepemimpinan untuk pemuda. Pemuda dengan energinya yang besar dirasa mampu menggerakkan potensi-potensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan jemaat.

Gereja perlu memaksimalkan peran pemuda-pemudi gereja dalam pengembangan ekonomi digital dan ekonomi kreatif. GAMKI melihat, gereja perlu menyusun rencana strategis pengembangan ekonomi jemaat dengan melibatkan mitra-mitra potensial. Dan yang terakhir, PGI harus mampu membentuk simpul-simpul dan jejaring ekonomi gereja.

3. Mendorong posisi dan peran PGI untuk mempertahankan demokrasi, menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan berserikat, serta perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia di bumi Indonesia.

Komnas Perempuan mencatat hingga Agustus 2018 terdapat 421 kebijakan pemerintah melalui perda dan surat edaran yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok minoritas. Hal tersebut harus diwaspadai secara kritis dan direspon secara rasional. Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat dimasa lalu juga jalan ditempat.

Berdasarkan data Komnas HAM, sejauh ini setidaknya ada 7 kasus pelanggaran HAM masa lalu yang mengendap di Kejaksaan Agung. Yakni Talangsari (7 September 1989), Kerusuhan Sosial (Mei 1998), Penculikan Aktivis (Mei 1998), Trisakti (Mei 1998), Semanggi (13 November 1998), Semanggi II (24 September 1999) dan Kasus Abepura Papua (7 Desember 2000). Amnesty International dalam laporannya : “Sudah kasi tinggal dia mati’: Pembunuhan dan Impunitas di Papua” mencatat ada 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan keamanan di Papua antara Januari 2010 sampai Februari 2018, dengan memakan 95 korban jiwa.

Peristiwa terbaru adalah tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya yang memicu kerusuhan di Tanah Papua. Kaum rentan seringkali dipersekusi, dilecehkan, diskriminasi hingga diintimidasi.

Pertanyaan mendasarnya adalah mampukah Lembaga Keumatan dan Gereja mendorong regulasi yang adil dan non diskriminatif? Serta mendorong perlindungan terhadap kaum rentan dan pemenuhan HAM? Kami melihat, PGI harus menigkatkan posisi tawarnya sehingga mampu mempengaruhi pembuatan regulasi yang adil dan tidak diskriminatif

4. GAMKI akan menjadi penggerak dan supporting system dalam agenda pemberantasan korupsi di Indonesia dan mengajak PGI serta warga Gereja untuk turut serta.

Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan oleh penegak hukum. Dibutuhkan peranan semua elemen bangsa untuk bergerak bersama. Tindak pidana korupsi menjadi ancaman utama rusaknya sendi-sendi pembangunan nasional dan tujuan pencapaian kesejahteraan bangsa.  GAMKI tidak bisa bergerak sendiri, dibutuhkan dukungan PGI, warga gereja dan masyarakat sipil untuk menjadi supporting system pemberantasan korupsi di Indonesia.

5. GAMKI akan mengambil peran strategis dalam memperkuat demokrasi di Indonesia dan menyerukan kepada PGI untuk turut ambil bagian dalam arak-arakan ini.

Mengkonsolidasikan potensi dan kekuatan pemuda Kristen dalam mengawal kehidupan berbangsa dan bernegara. GAMKI mengajak Lembaga Keumatan untuk berkolaborasi dalam peningkatan kapasitas kepemimpinan yang berlandaskan pada nilai-nilai kristiani.

Komposisi penduduk Kristen di Indonesia sebesar 9,86% pada 2010 dan diproyeksikan mencapai 11,17% pada 2050 (Global Religious Futures, 2019). Kekuatan demografi tersebut bukan hanya semata-mata merupakan angka statistik kosong, melainkan potensi jika dikonversikan menjadi kekuatan elektoral.

GAMKI berpendapat, bahwa sudah saatnya PGI dan warga gereja memainkan peran vitalnya untuk menjaga demokrasi berdasarkan Pancasila sembari memperkuat posisi tawar untuk menempatkan pemimpin-pemimpin dengan nilai-nilai Kristiani di posisi-posis strategis.

Sekali lagi bukan karena jumlah melainkan karena kekuatan nilai, integritas, kompetensi dan komitmen. Implikasi teologis sekaligus politis tentang poin diatas adalah distribusi ekonomi yang adil dan kesejahtraan yang merupakan bagian dari politik etis kehidupan.

Karena tidak akan ada kesejahteraan tanpa usaha politis yang merupakan bagian dari doa-doa pergumulan gereja, serta tidak akan pernah ada kesejahteraan dari sebuah usaha yang lahir dari politik diskriminasi.

Demikianlah pandangan umum dan pokok-pokok pikiran GAMKI, karena “Firman itu telah menjadi Daging”, hendaklah Lembaga Keumatan bertindak nyata. Kita harus melakukan dobrakan progresif dan mengambil peranan strategis dalam mengawal pembangunan demi terpeliharanya kerukunan antar umat beragama, penguatan demokrasi, keadilan sosial dan distribusi kesejahtraan serta pemenuhan Hak Asasi Manusia.

Tuhan memberkati. Ora et Labora.

Teriring doa dan salam hangat,
DPP GAMKI
Ketua Umum Willem Wandik
Sekretaris Umum Sahat MP Sinurat

Sumber: http://suarakristen.com



Leave a Reply