Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Keesaan Gereja di Tengah Tantangan Zaman




Jakarta, eBahana

Mencermati semakin banyak dan kompleksnya tantangan gereja saat ini, kesadaran tentang pentingnya kesatuan gereja harus senantiasa dijaga. Demikianlah kesimpulan yang bisa dipetik dari forum diskusi pimpinan lembaga keumatan Kristen dan Sinode gereja-gereja pada 4 Oktober 2019 yang lalu. Forum diskusi yang diadakan Perkumpulan Senior GMKI Bekasi dan YKKM Bandung ini diadakan di Ruang Efesus Lembaga Alkitab Indonesia, Salemba Raya, Jakarta. Tema yang diangkat adalah “Memahami Kehendak Tuhan yang Maha Kuasa Menuju Gereja Kristen yang Esa.”

Diskusi dibuka dengan kelas teologi bertema “Spiritualitas Warna-warni” yang dibawakan oleh Pdt. Joas Adiprasetya, Th.D. Dalam paparannya, Ketua IV STFT Jakarta ini menyoroti pengaruh pola spiritulitas yang dimiliki seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi jalannya organisasi.

“Tiap pemimpin punya pola spiritualitas masing-masing. Ada banyak pola yang bisa kita temukan. Mau punya pola manapun, seorang pemimpin yang baik harus menyadari bahwa dirinya bukan sosok sempurna. Solusinya, ia harus bekerjasama dengan para pemimpin yang lain agar terjadi proses saling melengkapi. Hal ini penting untuk menghindarkan organisasi yang dipimpinnya menjadi terlalu ektrem pada pola spiritualitas tertentu,” jelasnya.

Usai kelas teologi, acara dilanjutkan dengan diskusi bertema “Indonesia Teologik: Kesetaraan Kemanusiaan” dengan Sigit Triyono (Sekum LAI) sebagai moderatornya. Pembicara utama sesi ini adalah Pdt. Prof. John A Titaley Th.D dari UKIM Ambon). Para pembanding paparan Pdt. Prof. John A Titaley Th.D adalah Pdt. Dr. Zakaria J Ngelow (MPH PGI), Pdt. Dr. Albertus Patty (GKI), dan Prof. Dr. Thomas Pentury, M.Si (Dirjen Bimas Kristen). Pdt. John membawakan makalah berjudul “Implikasi Kemerdekaan Indonesia bagi Gereja Kristen yang Esa di Indonesia”. Isinya membahas bagaimana seharusnya gereja di Indonesia menempatkan diri dalam lintasan dinamika zaman berjalan. Yaitu dengan mewujudnyatakan nilai-nilai kekristenan secara nyata di tengah masyarakat.

Di akhir paparannya, Pdt. John mengutip perkataan John Cobb, Jr., “Kalau menjadi seorang Kristen berarti kepatuhan tanpa batas terhadap bentuk kekristenan yang pernah ada, saya tidak bsia menjadi seorang Kristen. Sesunguhnya, kepatuhan seperti itu bukan Kristen sama sekali. Itu adalah penyembahan berhala dan tidak beriman.  Itu sama dengan memutlakkan yang relative dan menolak mendengar panggilan Kristus yang hidup. Tetapi memberikan ketaatan penuh kepada Kristus yang hidup, sebagaimana Kristus memanggil kita setiap saat untuk ditransformasikan oleh semua kemungkinan yang diberikan Tuhan untuk waktu yang tertentu, itu bukanlah penyembahan berhala atau tidak beriman. Itulah arti sebenarnya menjadi Kristen.”

Sebagai pembanding, baik Pdt. Dr. Zakaria J Ngelow maupun Pdt. Dr. Albertus Patty menyoroti realita yang terjadi di lapangan. Di satu sisi banyak gereja megah dibangun, tetapi di sisi lain gereja gagal menjalankan perannya sebagai terang dan garam di tengah masyarakat. Teologi-teologi yang dikembangkan gereja kurang mampu menjawab persoalan sosial yang sedang terjadi. Robby Go



Leave a Reply