Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Marjiyo Tinggalkan Legacy Baik dalam Kepemimpinan GKSI




Pimpinan GKSI memberikan penjelasan kepada wartawan terkait pergantian ketua sinode yang baru, Rabu (24/11) kemarin.

Jakarta, eBahana.com – Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) menggelar Rapat Kerja Nasional yang dihadiri Badan Pengurus Wilayah (BPW) seluruh di Indonesia pada Minggu-Selasa (19-21/11) kemarin. Puncak acara Rakernas ini dirangkaikan dengan ibadah syukur HUT GKSI ke 33 yang jatuh tepat pada 21 November.

Dalam Rakernas GKSI tersebut menghasilkan sebuah keputusan yakni mengadakan Sidang Istimewa. Diketahui Pdt. Marjiyo menyampaikan secara terbuka mengundurkan diri sebagai Ketua Sinode periode 2020 s/d 2024. Sebelumnya, Pdt. Marjiyo menjabat sebagai Ketua Sinode periode 2016-2020 dan terpilih kembali dalam Sidang Sinode tahun 2020. Namun genap setahun memimpin sinode GKSI periode kedua, Marjiyo mengundurkan diri dengan alasan ingin fokus mencari donatur bagi kemajuan GKSI, khususnya para hamba Tuhan.

“Kebetulan mantan Ketua Sinode, yaitu Pdt. Marjiyo sedang membangun dunia usaha yang juga mendapat restu dari GKSI yang menjadi mitra bersama saya untuk menyiapkan pembiayaan organisasi GKSI ke depan. Kenapa demikian? Karena sejak berdirinya GKSI, 21 November tahun 1988 sampai kepada hari ini kita merasakan, bahwa khususnya untuk gereja itu sama sekali tidak mendapatkan perhatian. Dan yang lebih banyak mendapat perhatian sejak tahun 2014 ke bawah, adalah lembaga-lembaga pendidikan. Kenapa lembaga pendidikan menjadi prioritas? Karena di sanalah bisa menjadi jualan kepada para sponsor dalam rangka peningkatan SDM. Periode ini kita bersyukur mantan ketum sinode Pendeta Marjiyo memberikan perhatian yang sangat serius. Rupanya dunia usaha yang dibangun, telah mencapai 56 sd 60 persen. Beberapa waktu yang akan datang, kami akan terbang ke beberapa daerah untuk kontrak kerja. Dan perpuluhannya akan diserahkan kepada sinode GKSI. Jadi sebenarnya tidak ada sesuatu yang menjadi debatable. Atau perkiraan-perkiraan ada sesuatu yang negatif di tubuh GKSI pimpinan pendeta Marjiyo,” ujar Willem Frans Ansanay, S.H, M.Pd selaku Pendiri sekaligus Ketua Majelis Tinggi GKSI seusai acara wisuda angkatan ke-3 STTIJA pada Rabu (24/11) kemarin.

Menurut Frans, di dalam tubuh organisasi GKSI siapa saja boleh menjadi ketua sinode. “Bahkan di tengah jalan minta ganti ketua, kita jalani. Jadi semua proses demokrasi di sini dapat berjalan. Dalam perjalanannya, sudah 4 ketua sinode yang memimpin GKSI. Pertama adalah mantan ketua yang lama Pdt. Matheus Mangentang yang memimpin hampir 26 tahun dan 3 orang yang versi baru. Pdt. Ramses setahun, Pdt. Marjiyo (5 tahun) yaitu periode pertama dan setahun periode kedua. Pdt. Marjiyo menyampaikan secara baik dan keinginan untuk memajukan GKSI tidak hanya sebagai ketua sinode. Dan atas penyampaian secara langsung di depan peserta Rakernas, kemudian mendapatkan persetujuan lalu kita memutuskan bahwa perlu sidang istimewa untuk mengangkat ketua sinode yang baru. Pelaksanaan itu dilakukan pada tanggal 21 -22 November membahas AD-ART agar proses pengangkatan itu ada dasar hukumnya,” tukas Frans.

Pdt. Bayu Kusumo (Sekum GKSI) dan Pdt. Iwan Tangka (Ketua Sinode GKSI)

Pdt. Dr. Iwan Tangka Pimpin GKSI Gantikan Pdt. Marjiyo

Sidang Istimewa yang digelar setelah acara puncak HUT GKSI ke-33 dihadiri 119 pemilih suara di seluruh Indonesia, baik yang hadir secara langsung maupun daring. Dalam Sidang Istimewa tersebut, disetujui dan disepakati oleh seluruh peserta memilih secara aklamasi Pdt. Dr. Iwan Tangka sebagai ketum Sinode GKSI periode 2020-2024 untuk melanjutkan kepemimpinan Pdt.Marjiyo. Dalam Sidang Istimewa tersebut, Pendeta Marjiyo menjadi penanggungjawab seluruh kegiatan yang berlangsung secara baik dan penuh kekeluargaan.

“Pendeta Marjiyo telah memberikan legacy bahwa kepemimpinan yang baik itu perlu menyadari bahwa ada hal yang perlu dikerjakan, ada hal tidak bisa dikerjakan dan siap mendelegasikan kepemimpinan itu kepada pihak yang melanjutkan. Ini tradisi yang menurut saya sangat baik sekali. Karena kecenderungan, seseorang yang menjadi ketua sinode dapat melakukan cara-cara yang tidak terpuji. Bisa mengeluarkan dana membiayai peserta untuk memilih. Bahkan ribut-ribut itu berkepanjangan yang bisa memicu perpecahan yang baru. Kita belajar dari kerendahan hati seorang hamba Tuhan Pdt. Marjiyo meninggalkan legacy, meninggalkan sebuah tradisi baru, bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang seperti itu. Bukan karena kepintaran maupun kecerdasan. Tetapi karena ada hati yang tulus kepada organisasi dan kelanjutan mengembangkan visi dan misi GKSI,” tandas Ketua Majelis Tinggi, Willem Frans Ansanay, S.H, M.Pd kepada wartawan.

Lanjut Frans, dalam hal pergantian kepemimpinan, organisasi GKSI itu beda dengan organisasi lain. “Calon-calon ketua sinode tidak melakukan kompetitif seperti mungkin organisasi yang lain. Misalnya, saling jual beli suara, dengan cara-cara politik dan lain sebagainya. Di GKSI itu ada kesadaran bahwa ini pekerjaannya Tuhan. Organisasi ini kepala gerejanya adalah Kristus. Dan kita tidak bisa mencuri kemuliaan Tuhan. Karena itu kesadaran ini yang menyebabkan teman-teman di sini memberikan apresiasi kepada pemimpin-pemimpin sinode yang telah melaksanakan tugas dan melimpahkan kepada pemimpin yang baru,” papar Frans.

Rekomendasi Sidang Istimewa: GKSI Siap Berdamai

Frans Ansanay juga menjelaskan, bahwa dalam Sidang Istimewa tersebut menghasilkan beberapa keputusan dan rekomendasi, yaitu melakukan amandemen atau perbaikan AD-ART GKSI, terutama poin tentang pergantian pimpinan sinode. “Di dalam perbaikan yang di dalamnya ada perangkingan, jika terjadi halangan tetap atau perbuatan melawan hukum dan telah mendapatkan punishment hukuman, maka secara etika dan moral kristen harus diganti. Tidak perlu debatable. Rekomendasi kedua, GKSI mengikuti saran dari PGI sebagai gereja aras dan pemerintah (Dirjen Bimas Kristen) bahwa harus berdamai. Keputusan ini akan diserahkan kepada PGI dan Bimas Kristen. Karena itu merupakan keputusan resmi dari PGI, kita taat asas, taat fatwa seperti keputusan dalam MPL PGI maupun dalam Sidang Raya di Waingapu,” tandas Frans yang siap berdamai dengan GKSI versi Pendeta Matheus.

Di tengah upaya damai yang sedang dilakukan, Frans juga sangat menyayangkan, ada pihak-pihak tertentu yang menyebarkan isu negatif agar perdamaian GKSI versi Marjiyo dan GKSI versi Matheus itu tidak terwujud. “Ada isu yang muncul, kita mau berdamai karena sudah mau mati, atau dianggap sudah tidak punya uang untuk mengelola GKSI. Ini pandangan yang keliru yang menghambat proses damai yang dicanangkan. Hal lain adalah membangun isu, jika berdamai, kita akan memecat dan menguasai aset yang ada di sana. Ini juga keliru. Kita disini bukan orang serakah. Kita disini tahu, mana yang merupakan milik gereja, mana milik pribadi. Isu yang berkembang itulah sehingga menghalangi proses damai yang dicanangkan oleh PGI dan Dirjen Bimas Kristen. Damai itu indah. Ngapain kita kotbah tiap minggu, buka Alkitab tapi tidak mau berdamai. Kami rindu memberikan contoh yang baik, bukan sebaliknya, justru memberikan contoh yang buruk kepada umat Kristiani,” ungkap Frans.

Sementara itu, Ketua Sinode GKSI yang baru terpilih secara aklamasi, Pdt. Dr. Iwan Tangka tidak merasa kaget untuk melaksanakan fungsi dan tugas sebagai ketua sinode. Karena menurutnya di dalam tubuh GKSi itu menganut asas kebersamaan, kolektivitas kolegial dalam menjalankan pelayanan.“Berdasarkan rapat persidangan istimewa mengemuka 4 hal yang akan kami jalankan ke depan, yaitu: Legitimate, Follower, Value dan Program. ”Pertama, legitimate. Pelayanan ke depan bukan hanya diperlukan legitimasi, juga memiliki karakter dalam pelayanan. Kita punya logo yang sudah dipatenkan di KUMHAM. Ini menjadi suatu kekuatan untuk kita melaksanakan tugas ke depan. Kedua Follower. Ini penting. Karena follower yang menentukan. Para pengikut itu harus kita hormati, karena masuk dalam bagian gereja GKSI. Dan sampai hari ini kita sudah memiliki ajaran yang mumpuni dan memenuhi persyaratan. Puji Tuhan, sampai saat ini, follower kita ini tetap bersatu dan ada rasa persaudaraan. Pelayanan kita ke depan adalah pelayanan yang membangun karakter dan mental, yang melatih kejujuran, ketulusan seperti Pak Marjiyo. Itu adalah legacy yang mesti kita pertahankan. Saya mau tegaskan kalau ada yang lebih muda, ya welcome saja untuk memimpin GKSI ke depan,” tandas Iwan Tangka.

Yang ketiga adalah value. Lanjut Iwan, value itu adalah Anggaran Dasar GKSI mengandung makna nilai suatu hati nurani, kejujuran kerohanian dan hidup berkenan kepada Tuhan. “Ini adalah rumah besar kita. Dimanapun melayani value itu sangat menentukan arah gereja itu kemana. Keempat adalah program. Seperti Mars GKSI adalah menguasai kota dan desa. Mempersiapkan SDM-SDM yang mumpuni untuk melayani sampai ke tingkat desa agar mempunyai visi yang bersifat universal, mulai dari kota dan kota yang multi etnis,” pungkas Iwan.

Sedangkan Sekum GKSI Pdt. Bayu Kusumo, menjelaskan, bahwa GKSI saat ini sudah memiliki 19 Wilayah atau Badan Pengurus Wilayah di seluruh Indonesia. “Ke depan kita sudah mempersiapkan 6 sampai 12 jemaat lokal baru. Apalagi nanti dengan adanya almumni STTIJA ini yang menjadi ujung tombak kita dalam perintisan jemaat baru, baik di kota maupun di daerah. Dan dalam perkembangan wilayah sendiri saat ini GKSI sudah ada 19 wilayah atau Badan Pengurus Wilayah (BPW) bahkan bertambah satu lagi di Nias. Jadi total jemaat lokal bisa mencapai 170 sampai 180 jemaat periode kami. Ya kami berharap bisa mencapai 200 jemaat lokal,” papar Pdt. Bayu.

(SM)



Leave a Reply