Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

MENERIMA ROH KUDUS




eBahana.com – Banyak penolakkan sering dilakukan terhadap kesimpulan manifestasi bahasa lidah (roh) sebagai bukti yang diterima Perjanjian Baru bahwa seseorang telah menerima baptisan dalam Roh Kudus. Demi kejelasan dan ketelitian, karenanya, mari kita memperhatikan beberapa dari penolakkan yang umum.

Salah satu penolakkan adalah anggapan setiap orang Kristen otomatis menerima Roh Kudus ketika menjadi orang percaya baru dan karenanya tidak perlu bukti pengalaman lebih lanjut atau bukti lain sebagai jaminan menerima Roh Kudus.

Banyak kebingungan dan kontroversi bisa dihindari begitu kita menetapkan satu fakta penting alkitabiah: Perjanjian Baru menggambarkan dua pengalaman terpisah, dua-duanya digambarkan sebagai “menerima Roh Kudus.” Ini berarti dimungkinkan bagi seorang Kristen “menerima Roh Kudus” dalam satu ekspresi namun tidak dalam ekspresi lainnya.

Cara sederhana membedakan dua pengalaman ini adalah membandingkan peristiwa dua hari Minggu, yang secara unik penting dalam sejarah gereja Kristen. Pertama adalah Minggu Kebangkitan; kedua adalah Minggu Pentakosta.

Pada Minggu Kebangkitan Yesus menampakan diri kepada para rasul untuk pertama kali sejak kebangkitan-Nya. “Ia menghembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus.” (Yohanes 20:22).

Yesus menghembusi para rasul sesuai kata-kata yang menyertainya: “Terimalah Roh Kudus.” Dalam bahasa Yunani kata yang sama “pneuma” berarti “roh” dan “nafas.” Kata-kata Yesus bisa diterjemahkan, “Terimalah nafas kudus.” Lebih jauh, “terimalah” mengindikasikan terjadi satu pengalaman menerima sementara Yesus mengucapkan kata itu. Oleh karena itu, satu fakta alkitabiah tak terbantahkan bahwa pada saat itu para rasul sungguh-sungguh “menerima Roh Kudus.”

Dalam perjumpaan pertama dengan Kristus yang telah bangkit, para rasul melewati “keselamatan Perjanjian Lama” kedalam “keselamatan Perjanjian Baru.” Sampai saat itu orang-orang percaya Perjanjian Lama sedang menanti-nantikan, dengan iman, sesuai nubuat-nubuat dan bayangan-bayangan penebusan yang belum terjadi. Mereka yang masuk kedalam “keselamatan Perjanjian Baru,” dilain pihak, melihat pada satu peristiwa tunggal sejarah: kematian dan kebangkitan Kristus. Keselamatan mereka sudah selesai.

Ini titik dimana mereka mengalami kelahiran baru. Roh Kudus, dihembusi kedalam mereka oleh Yesus, diimpartasi hidup baru kepada mereka -kehidupan kekal -yang telah menang atas dosa dan Iblis, atas kematian dan kubur.

Pengalaman para rasul ini menjadi pola bagi semua yang masuk kedalam kelahiran baru. Mengandung dua elemen esensial: mengungkapan secara pribadi kebangkitan Kristus dan menerima Roh Kudus sebagai kehidupan kekal ilahi.

Ini sepakat dengan kata-kata Paulus: “roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran” -kebenaran yang diperhitungkan kepada semua yang percaya dalam kematian dan kebangkitan Kristus (Roma 8:10).

Namun demikian, bahkan setelah perjumpaan pertama, Yesus menegaskan kepada para rasul bahwa pengalaman Roh Kudus mereka masih belum lengkap. Dalam kata-kata-Nya terakhir kepada mereka, sebelum kenaikkan-Nya ke surga, Ia memerintahkan mereka untuk tidak pergi keluar memberitakan injil, dan kembali ke Yerusalem menunggu disana sampai mereka dibaptis dalam Roh Kudus dan dianugerahi dengan kekuasaan dari tempat tinggi agar dapat lebih efektif bersaksi dan melayani.

“Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat tinggi” (Lukas 24:49).

“Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 1:5).

“Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).

Hampir semua penterjemah Alkitab sepakat bahwa janji baptisan dalam Roh Kudus ini digenapi pada Minggu Pentakosta. “Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya” (Kisah Para Rasul 2:4).

Pada Minggu Kebangkitan para rasul menerima hembusan Roh dari Kristus dan masuk kedalam keselamatan dan kelahiran baru. Namun baru pada Minggu Pentakosta, tujuh minggu kemudian, mereka dibaptis dalam -atau dipenuhi dengan -Roh Kudus. Ini menunjukkan bahwa keselamatan, atau kelahiran baru, adalah pengalaman yang terpisah dan berbeda dengan baptisan dalam Roh Kudus, walaupun setiap kejadian itu digambarkan sebagai “menerima Roh Kudus.”

Kemudian pada Minggu Pentakosta Petrus menjelaskan, setelah kenaikkan-Nya ke surga, bahwa Kristus yang mencurahkan Roh Kudus ke atas para murid yang menunggu. “Dan sesudah Ia ditinggikan oleh tangan kanan Allah dan menerima Roh Kudus yang dijanjikan itu, maka dicurahkan-Nya apa yang kamu lihat dan dengar di sini” (Kisah Para Rasul 2:33).

Kita bisa simpulkan perbedaan-perbedaan dua pengalaman menerima Roh Kudus.

Pada Minggu Kebangkitan: kebangkitan Kristus, menghembuskan Roh, hasilnya: kehidupan.

Pada Minggu Pentakosta: kenaikkan Kristus, pencurahan Roh, hasilnya: kuasa.

Pengalaman para rasul mendemonstrasikan bahwa keselamatan, atau kelahiran baru, dan baptisan dalam Roh Kudus adalah pengalaman yang berbeda dan terpisah. Para rasul menerima pengalaman-pengalaman ini pertama pada Minggu Kebangkitan; kedua, tujuh minggu kemudian pada Minggu Pentakosta.

Pembelajaran lebih lanjut dalam Kitab Kisah Para Rasul menyingkapkan dua pengalaman tersebut biasanya terpisah. Lebih jauh, sejak Minggu Pentakosta dan seterusnya frasa “menerima Roh Kudus” diaplikasikan selalu dan hanya pada pengalaman kedua: baptisan dalam Roh Kudus. Tidak pernah lagi digunakan untuk menggambarkan kelahiran baru.

Ada tiga peristiwa lain sesudah Pentakosta dimana Kitab Suci menggambarkan apa yang terjadi ketika orang-orang dibaptis dalam Roh Kudus. Ini terjadi di Samaria, Efesus, dan rumah tangga Kornelius. Kita akan mempelajari ketiganya.

Pelayanan Filipus di Samaria ditulis dalam Kisah Para Rasul 8:5. “Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang itu.”

“Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka di baptis, baik laki-laki maupun perempuan” (Kisah Para Rasul 8:12).

Orang-orang ini mendengar kebenaran Kristus yang diberitakan kepada mereka oleh Filipus; mereka percaya; mereka dibaptis. Tidak masuk akal dan tidak alkitabiah menolak bahwa orang-orang ini sudah diselamatkan.

Mengingat kata-kata Kristus ketika Ia mengutus murid-murid-Nya memberitakan injil. “Lalu Ia berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.

Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Markus 16:15-16).

Orang-orang Samaria sudah mendengar berita injil, mereka sudah percaya, mereka sudah dibaptis. Oleh karenanya kita tahu, dengan otoritas kata-kata Kristus, mereka diselamatkan. Namun orang-orang yang sama ini sampai saat itu belum menerima Roh Kudus. “Ketika rasul-rasul di Yerusalem mendengar, bahwa tanah Samaria telah menerima firman Allah, mereka mengutus Petrus dan Yohanes ke situ.

Setibanya di situ kedua rasul itu berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus.

Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorang pun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus.

Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 8:14-17).

Kita melihat orang-orang Samaria menerima keselamatan melalui pelayanan Filipus; mereka menerima Roh Kudus melalui pelayanan Petrus dan Yohanes. Penerimaan Roh Kudus mereka adalah pengalaman yang terpisah, setelah mereka menerima keselamatan. Ini contoh alkitabiah kedua yang mengindikasikan dimungkinkan bagi orang menjadi orang Kristen murni sejati namun belum menerima Roh Kudus dalam arti kata dimana frasa ini digunakan sejak Pentakosta dan seterusnya.

Dalam nas dalam Kisah Para Rasul 8, kita mendapatkan dua bentuk perkataan yang berbeda. Yang satu berbicara mengenai “menerima Roh Kudus”; yang satu lainnya berbicara mengenai “Roh Kudus turun ke atas mereka.”

Namun demikian, konteksnya menjelaskan dua pengalaman yang berbeda -dua aspek dari satu dan pengalaman yang sama.

Ketika Paulus datang ke Efesus dan disana bertemu orang-orang yang digambarkan sebagai “murid-murid” pertanyaan pertama yang ia tanyakan “Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi percaya? (Kisah Para Rasul 19:2).

Jelas Paulus mendapat kesan orang-orang ini murid-murid Kristus. Sudah barang tentu, jika mereka bukan orang Kristen, tak akan ada pertanyaan apakah mereka sudah menerima Roh Kudus, karena ini diterima hanya melalui iman dalam Kristus. Namun demikian, dengan bertanya lebih jauh Paulus mendapatkan mereka bukan murid-murid Kristus melainkan murid-murid Yohanes Pembaptis, dan maka ia memberitakan kepada mereka seluruh injil Kristus.

Satu fakta jelas dari insiden ini. Sudah barang tentu, jika orang menerima Roh Kudus secara otomatis sebagai akibat langsung dari percaya dalam Kristus, tidak logis bagi Paulus bertanya pertanyaan: “Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi percaya?” Fakta bahwa Paulus menanyakan pertanyaan ini membuat jelas ia mengetahui kemungkinannya orang menjadi murid atau percaya dalam Kristus tanpa menerima Roh Kudus seperti pada Hari Pentakosta.

Ini dikonfirmasi dengan catatan peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah Paulus menjelaskan injil Kristus kepada orang-orang ini. “Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus” (Kisah Para Rasul 19:5).

Ini contoh alkitabiah ketiga yang mengindikasikan dimungkinkan bagi orang menjadi percaya pada Kristus, namun belum menerima Roh Kudus.

Kesimpulan ini diambil dari Kitab Kisah Para Rasul yang dikonfirmasi lebih jauh dalam surat Paulus kepada orang-orang di Efesus.

Kita harus camkan di pikiran bahwa murid-murid ini yang kepada mereka Paulus melayani di Efesus adalah orang-orang Kristen Efesus yang kepada mereka ia kemudian menulis suratnya.

Dalam suratnya Paulus mengingatkan orang-orang ini tahap-tahap dimana mereka pada mulanya menjadi orang percaya dan menerima Roh Kudus. Berbicara asal muasal mereka percaya dalam Kristus, ia berkata: “Di dalam Dia kamu juga -karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu -di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu” (Efesus 1:13).

Disini Paulus mengindikasikan ada tiga tahap terpisah dalam pengalaman mereka. Pertama, mereka mendengar injil, kedua, mereka percaya dalam Kristus, ketiga, mereka dimeteraikan dengan Roh Kudus.

Ini sepakat dengan catatan historis dalam Kisah Para Rasul 19, yang menyatakan orang-orang ini pertama mendengar injil, lalu percaya, dan dibaptis. Terakhir, ketika Paulus meletakkan kedua tangannya ke atas mereka, Roh Kudus turun atas mereka.

Dalam kedua catatan serupa -dalam Kisah Para Rasul dan dalam Efesus -sepenuhnya jelas bahwa orang-orang yang menerima Roh Kudus, tidak secara simultan ketika menjadi orang percaya, namun sebagai pengalaman terpisah dan menyusul kemudian setelah menjadi orang percaya.

Contoh keempat, kita akan mempelajari secara singkat kotbah yang Petrus beritakan di rumah tangga Kornelius dan hasil-hasilnya (Kisah Para Rasul 10:34-48).

Kitab Suci sekilas mengindikasikan begitu Kornelius dan rumah tangganya mendengar injil dan memiliki iman dalam Kristus, mereka langsung menerima Roh Kudus dan berbicara dengan bahasa lidah (roh). Namun, walaupun dalam contoh ini dua pengalaman ini terjadi bersamaan, ini dua pengalaman yang berbeda.

Bukti bahwa Kornelius dan rumah tangganya menerima Roh Kudus bukan fakta mereka memiliki iman dalam Kristus, namun fakta dibawah dorongan Roh Kudus, mereka berbicara denga bahasa lidah (roh).

Dalam catatan apa yang terjadi dalam rumah tangga Kornelius, ada tiga frasa berbeda yang digunakan untuk menggambarkan pengalaman yang sama: “Roh Kudus turun ke atas” mereka; “karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas” mereka; dan mereka “menerima Roh Kudus.” Dimana Petrus untuk kedua kali menggambarkan insiden yang sama, dengan menggunakan tiga frasa: “Roh Kudus turun ke atas mereka”; mereka “dibaptis dengan (dalam) Roh Kudus”; “Allah memberi mereka karunia (Roh Kudus) yang sama” (Kisah Para Rasul 11:15-17).

Sebelum ini, dua frasa serupa digunakan untuk orang-orang Samaria: sebab Roh Kudus “belum turun di atas seorang pun di antara mereka,” dan “mereka menerima Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 8:16-17).

Dalam nas-nas ini, kita menemukan lima frasa berbeda yang digunakan untuk menggambarkan satu pengalaman: “Roh Kudus turun ke atas” mereka; “karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas” mereka; mereka “menerima Roh Kudus”; mereka “dibaptis dengan (dalam) Roh Kudus”; dan “Allah memberi mereka karunia” Roh Kudus.

Beberapa penterjemah modern mengatakan bahwa lima frasa berbeda ini mengacu pada pengalaman-pengalaman yang berbeda. Namun, ini tidak sejalan dengan frasa yang digunakan para rasul dalam Perjanjian Baru. Menurut para rasul, frasa-frasa yang berbeda ini menunjukkan satu pengalaman tunggal -walaupun menggambarkan aspek-aspek yang berbeda. Sama seperti seseorang menerima Roh Kudus atau menerima karunia Roh Kudus seperti dibaptis dalam Roh Kudus, atau Roh Kudus turun ke atas orang itu, atau Roh Kudus dicurahkan ke atas orang itu.

Kita sudah mempelajari empat kelompok orang berbeda yang digambarkan dalam Perjanjian Baru: pertama, para rasul; kedua, orang-orang Samaria; ketiga, murid-murid di Efesus; keempat, Kornelius dan rumah tangganya.

Dari empat kelompok ini, kita melihat dengan jelas bahwa tiga pertama -para rasul, orang-orang Samaria, murid-murid di Efesus -sudah menjadi orang percaya sebelum mereka menerima Roh Kudus. Penerimaan Roh Kudus mereka pengalaman terpisah setelah menjadi orang percaya.

Tidak ada contoh dicatat, selain dari Kornelius dan rumah tangganya, dimana orang-orang menerima Roh Kudus pada waktu bersamaan mereka percaya dalam Kristus. Kita menyimpulkan pengalaman Kornelius dan rumah tangganya adalah pengecualian ketimbang aturan.

Dengan dasar pembelajaran catatan Perjanjian Baru ini, kita bisa membuat kesimpulan-kesimpulan berikut.

Pertama, normal bagi seorang Kristen menerima Roh Kudus sebagai pengalaman terpisah dan menyusul kemudian setelah menjadi orang percaya. Kedua, bahkan jika seseorang menerima Roh Kudus ketika baru menjadi orang percaya, secara logis tetap pengalaman yang berbeda. Ketiga, apakah seseorang menerima Roh Kudus ketika baru menjadi orang percaya atau setelah menjadi orang percaya, bukti orang tersebut menerima Roh Kudus sama: orang itu berbicara dengan bahasa lidah sesuai ucapan yang Roh Kudus berikan. Keempat, fakta seseorang secara “murni sejati” menjadi orang percaya bukan dengan sendirinya bukti orang itu menerima Roh Kudus.

Kesimpulan hubungan antara menjadi percaya dan menerima Roh Kudus berdasarkan pada pembelajaran Kitab Kisah Para Rasul.
Namun, sepenuhnya sesuai pengajaran Yesus Sendiri dalam Injil. Yesus mengatakan pada murid-murid-Nya: “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Lukas 11:13).

Pengajaran ayat ini -diperkuat dengan contoh-contoh yang mendahuluinya, mengenai seorang anak yang minta roti, ikan, dan telur kepada bapanya -apakah Allah, sebagai Bapa surgawi, bersedia memberi Roh Kudus kepada anak-anak-Nya yang percaya jika mereka memintanya. Namun, seseorang harus terlebih dahulu memiliki iman kepada Kristus untuk menjadi anak Allah.

Jelas, karenanya, Yesus mengajar Roh Kudus tidak diterima ketika menjadi percaya, melainkan setiap orang percaya memiliki hak untuk meminta, sebagai anak bapanya. Lebih jauh, Yesus meletakkan kewajiban pada anak-anak Allah untuk meminta kepada Bapa surgawi mereka, khususnya untuk karunia Roh Kudus. Oleh karena itu tidak alkitabiah bagi seorang Kristen berasumsi atau menuntut, bahwa ia secara otomatis menerima karunia Roh Kudus ketika menjadi orang percaya tanpa memintanya.

Lagi, dalam Yohanes 7:38 Kristus berkata: “Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup.”

Setengah bagian pertama dari ayat selanjutnya “aliran-aliran air hidup” diinterpretasi oleh penulis Injil sebagai Roh Kudus, karena ia berkata: “Yang dimaksudkan-Nya ialah Roh yang akan diterima oleh mereka yang percaya kepada-Nya” (Yohanes 7:39).

Dalam kedua ayat ini jelas bahwa karunia Roh Kudus, mengalirkan aliran-aliran air hidup dari dalam hatinya, diterima oleh orang-orang yang menjadi percaya dalam Kristus. Sesuatu yang mereka selanjutnya baru menerima setelah percaya dalam Kristus.

Kristus mengajarkan kebenaran yang sama lagi dalam Yohanes 14:15-17, dimana Ia berkata: “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.

Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.”

Dalam nas ini Penolong dan Roh Kebenaran adalah dua sebutan berbeda Roh Kudus. Kristus mengajarkan disini bahwa karunia Roh Kudus bukan untuk orang-orang yang belum percaya dari dunia ini, melainkan untuk murid-murid Kristus sendiri yang mengasihi dan mentaati Dia. Ini mengkonfirmasi, karenanya, hak istimewa anak-anak Allah yang percaya, murid-murid Kristus, untuk meminta karunia Roh Kudus karena mereka memenuhi syarat-syarat Allah. Ini bisa disimpulkan dalam satu syarat namun berlaku untuk semua: ketaatan penuh kasih kepada Kristus.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply