Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kunci Menuju Hati Sempurna




eBahana.com – Kita akan mempelajari gambaran alkitabiah orang yang memiliki kualifikasi untuk masuk kedalam berkat-berkat Allah. Ayat pertama yang kita lihat ditemukan dalam 2 Tawarikh.

“Karena mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia” (2 Tawarikh 16:9).

Mata Tuhan – frasa yang mengacu pada Roh Kudus – mencari orang tertentu, dimana pun ia berada di bumi. Allah mencari seseorang yang hatinya sempurna terhadap Allah, agar Allah bisa menunjukkan kekuatan diri-Nya mewakili orang itu.

Dalam gambaran lebih modern ayat ini ditulis: “Sebab mata Tuhan menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan kepada mereka yang hatinya memiliki komitmen penuh kepada- Nya.”

Untuk memiliki “hati sempurna” seseorang harus berbalik seluruh hatinya kepada Tuhan; tidak ada bagian hatinya berpaling dari Tuhan. Seluruh hati orang tersebut fokus pada Tuhan. Seluruh sikap-Nya berisi pertanyaan-pertanyaan seperti, “Bagaimana saya bisa menyenangkan Tuhan?” Apa yang Allah wajibkan bagi saya?” Bagaimana Tuhan memandang situasi ini?” Bagaimana Tuhan memandang pilihan yang saya buat?” Tidak ada bagian hati orang tersebut yang berpaling dari Tuhan atau bersembunyi dari-Nya.

Terjemahan Alkitab “The New International” indah. “Yang hatinya memiliki komitmen penuh terhadap TUHAN.” Komitmen penuh esensial untuk takut akan Tuhan. Mereka yang takut akan Tuhan secara total memiliki komitmen pada jalan Allah – untuk menyenangkan-Nya dan melakukan kehendak-Nya. Dalam arti tertentu, mereka yang memiliki komitmen pada Tuhan harus “membakar jembatan mereka” – tidak ada jalan balik; mereka sudah mengambil langkah yang menentukan arah hidup mereka.

Dalam Alkitab, sebagian besar orang yang dipanggil kedalam pelayanan Tuhan harus membakar jembatan mereka dalam beberapa hal. Mereka harus membuat komitmen yang tidak bisa dirubah. Tidak ada jalan balik; semua atau tidak sama sekali.

Syarat ini masih berlaku hari ini dalam hidup mereka yang melayani Tuhan. Jika Allah mengkonfrontasi kita dengan komitmen seperti itu, kita tidak perlu takut. Ketika kita membakar jembatan kita dan melangkah keluar dalam iman, Allah akan membuka kesempatan- kesempatan untuk kita yang kita tidak pernah dapatkan sebelumnya. Kita harus membuat komitmen dengan-Nya.

Mari kita bermeditasi pada ayat ini: “yang hatinya memiliki komitmen penuh pada TUHAN.” Kita harus bertanya pada diri kita, apakah hati kita sempurna pada Tuhan, apakah hati kita memiliki komitmen penuh pada-Nya.

Orang yang hatinya sempurna terhadap Tuhan dan memiliki komitmen pada-Nya memandang setiap isu dari perspektif Allah. Ia bertanya, “Bagaimana Allah melihat ini? bukan, “Bagaimana ini bisa menguntungkan saya? Bagaimana dampaknya ini bagi saya?
Dimana kepentingan-kepentingan saya?

Sikap yang mencari perspektif Allah melebihi semua motif dan tekanan-tekanan lain. Kita tahu dari pengalaman ada banyak tekanan-tekanan dalam hidup kita – tekanan-tekanan dari masyarakat, kebudayaan, media, marketplace – yang menyebabkan kita mengambil tindakan. Namun respons-respons ini bisa atau bisa juga bukan apa yang Allah ingin kita lakukan.

Contoh singkat adalah takut pada opini publik. Banyak orang membiarkan hidup mereka dibentuk oleh ketakutan apa yang orang lain pikir atau katakan. Ketakutan ini motivasi yang salah. Motivasi salah yang lain adalah mementingkan diri – mengejar promosi pangkat, popularitas, atau kekayaan. Motivasi salah lain yang populer hari ini adalah kesenangan sensual – mencari kesenangan.
Kita melihat orang-orang tak terhitung banyaknya yang di motivasi oleh tekanan-tekanan ini.

Orang-orang yang diatur oleh motif-motif ini mudah goyah. Mereka tidak stabil dan tidak bisa diandalkan; kita tidak bisa mempercayai mereka. Mereka belum pernah mengkultivasi takut akan Tuhan.

Dalam Yeremia 17, kita melihat gambaran dua jenis orang: yang satu diberkati; yang satunya dikutuk.

“Beginilah firman TUHAN: “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN!

Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk” (Yeremia 17:5-6).

Nas ini gambaran seseorang yang dikutuk – problemnya adalah hatinya sudah berpaling dari Tuhan. Hatinya tidak sempurna pada Tuhan, dan ia bergantung pada dirinya sendiri – kepintaran, usaha, dan kemampuannya sediri. Ia membuat rencana dan pilihannya sendiri. Mari kita lihat orang yang diberkati:

“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!

Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah” (Yeremia 17:7-8).

Suatu gambaran yang indah! Ketika keyakinan kita ada pada Tuhan, kita tidak akan takut ketika panas terik datang. Takut akan Tuhan menyingkirkan ketakutan-ketakutan negatif.

Seperti pohon-pohon subur yang daunnya tetap segar dan hijau. Kita tidak pernah lelah dan layu; kita tidak pernah kering atau haus. Kita tidak kuatir pada masa kekeringan. Tidakkah setiap orang ingin menjadi seperti itu? Tidak kuatir, bahkan pada masa kekeringan, ketika setiap orang lainnya haus dan putus asa?

Kita tidak pernah gagal menghasilkan buah. Pohon yang berbuah adalah gambaran simbolik dari seseorang yang berjalan dan hidup dalam takut akan Tuhan – seseorang yang hatinya sempurna terhadap Allah, yang sepenuhnya memiliki komitmen pada Allah.

Kita diperhadapkan pada beberapa pertanyaan menentukan untuk dijawab. Seberapa dalam akar kita tumbuh kebawah? Apa sumber kehidupan kita? Dengan takut akan Tuhan, akar kita tumbuh kebawah kedalam sumber kehidupan: Allah Sendiri.

Gambaran ini yang merepresentasi takut akan Tuhan ditemukan dalam pengalaman umat Allah. Dalam Perjanjian Baru, kita melihat pertumbuhan gereja Kristen mula-mula dalam sejarah. Ini deskripsi gereja mula-mula di Yudea, Galilea, dan Samaria. Mereka sudah melewati masa persekusi yang dihasut oleh Saulus dari Tarsus, yang kemudian bertobat dan menjadi rasul Paulus. Setelah keluar dari masa persekusi, gereja memasuki masa jeda dan berkat.

“Selama beberapa waktu jemaat di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria berada dalam keadaan damai. Jemaat dibangun dan hidup dalam ‘takut akan Tuhan.’ Jumlahnya makin bertambah besar oleh pertolongan dan penghiburan Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 9:31).

Dua karakteristik dalam satu: “takut akan Tuhan” dan “penghiburan (dorongan semangat) Roh Kudus.” Begitu mudah memiliki sudut pandang yang terpolarisasi – untuk berpikir semua penghiburan atau semua ketakutan; semua bersukacita atau semua gemetar.
Lagi, hanya Roh Kudus yang bisa memberi kita keseimbangan – dan keseimbangan yang membawa berkat.

Banyak dari kita akan berkata, “Apa yang saya benar-benar butuh adalah penghiburan, dorongan semangat, atau kebenaran.” Namun jika kita menerima penghiburan dan dorongan semangat tanpa takut akan Tuhan dalam hidup kita, tidak akan bertahan lama atau tidak memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita yang terdalam.

Penghiburan dan dorongan semangat tanpa takut akan Tuhan rentan membuat kita ceroboh, tinggi hati, atau sombong. Itu saja, tidak akan menghasilkan hasil yang dibutuhkan – hasil yang Allah maksudkan. Penghiburan Roh Kudus harus diseimbangi dengan takut akan Tuhan – perasaan hormat dan kagum pada Tuhan, yang juga diinspirasi oleh Roh Kudus.

Kita tidak boleh memisahkan dua ciri ini. Kita tidak boleh meletakkan penghiburan sebelum takut akan Tuhan, meskipun kecenderungan untuk melakukan itu umum bagi sebagian besar orang. Firman Allah yang diinspirasi secara ilahi meletakkan takut akan Tuhan lebih dulu, baru diikuti dengan penghiburan Tuhan setelah itu.

Mari kita pelajari hasil-hasil ketika urutan ini diikuti dalam gereja mula-mula: mereka memiliki damai, mereka diedifikasi dan jumlah mereka bertambah. Tiga hasil ini dalam gereja Kristen juga terjadi pada kehidupan “orang-orang Kristen” yang mencapai keseimbangan antara takut akan Tuhan dan penghiburan Roh Kudus.

Pertama, gereja memiliki damai. Ketakutan-ketakutan lain tidak mengimpartasi damai; damai hasil unik dari takut akan Tuhan.
Kedua, mereka di edifikasi, atau dibangun – mereka bertumbuh lebih kuat. Dan, ketiga, mereka bermultiplikasi – jumlah mereka bertambah. Jika kita mencapai multiplikasi namun tidak dimulai dengan takut akan Tuhan, hasilnya kemungkinan superfisial (tidak benar-benar) dan temporer. Ada gereja-gereja tumbuh seperti jamur – dan menjadi layu seperti fungi atau cendawan. Mereka melayu karena mereka tidak berakar dalam takut akan Tuhan.

Rasul Paulus berbicara terus menerus mengenai dipenuhi – tidak hanya dipenuhi sekali, namun dipenuhi terus menerus – dengan Roh Kudus. Ia menasihati berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani (Efesus
5:18-20). Lalu, dalam Efesus 5:21, ia mengidentifikasi gaya hidup yang di cirikan dengan “merendahkan dirimu seorang terhadap yang lain di dalam takut akan Kristus.”

Ketundukkan adalah indikasi bahwa seseorang dipenuhi dengan Roh Kudus. Hubungan utama ketundukkan didalam tubuh Kristus bukan kepada pemimpin-pemimpin namun seorang kepada yang lain.
Ayat-ayat lain berbicara mengenai tunduk pada pemimpin- pemimpin, namun ketundukkan utama didalam tubuh Kristus adalah kita semua tunduk seorang terhadap yang lain. Pemimpin- pemimpin yang belum belajar tunduk seharusnya tidak boleh memimpin. Petrus memperingatkan kita untuk tidak menjadi tuan- tuan yang mau memerintah atas kawanan domba Allah dan sebaliknya agar menjadi teladan (1 Petrus 5:1-5). Dalam konteks itu, ia berkata gembalakan dengan pengabdian dan rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain.

Paulus melanjutkan: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan” (Efesus 5:22). Tentunya, ini diarahkan terhadap isteri-isteri – namun dalam ayat-ayat sebelumnya, Paulus berbicara tentang saling tunduk satu sama lain.

Pertanyaannya, “Apakah kita takut akan Allah?” Pertanyaan itu harus menjadi motivasi dibelakang setiap hubungan. Bukan isu kepribadian manusia; melainkan, isu Allah Sendiri dan syarat-Nya. Ia mensyaratkan agar kita tunduk seorang terhadap yang lain: suami- suami tunduk pada Allah, isteri-isteri tunduk pada suami-suami mereka, anak-anak tunduk pada orang tua mereka. Jika kita ingin menerima berkat Tuhan, kita harus memenuhi syarat-syarat-Nya.

Mari kita lihat satu alasan besar yang tidak berubah, kenapa kita semua butuh mengkultivasi takut akan Tuhan dalam hidup kita.

“Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.

Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketaatan selama kamu menumpang di dunia ini.

Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Petrus 1:15-19).

Kata-kata itu tidak di alamatkan untuk orang-orang berdosa. Melainkan ditujukan untuk umat Allah, yang percaya pada-Nya dan sudah ditebus. Kepada mereka Petrus berkata, “hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini” (1 Petrus 1:17).

Dan ia memberi dua alasan kenapa kita butuh memiliki sikap takut akan Tuhan. Pertama, ia berkata kita semua akan diminta memberi pertanggungjawaban diri kita kepada Allah, Bapa kita. Ada penghakiman menunggu kita semua. Bukan penghakiman penghukuman, melainkan penghakiman yang akan menilai hidup kita – pelayanan kita dan kesetiaan kita.

Seperti Paulus menulis dalam 2 Korintus 5:10, “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” Setiap dari kita harus menyadari ini terus menerus setiap saat.

Kedua, kita butuh memiliki rasa hormat, kagum, dan takut karena besarnya harga yang Allah sudah bayar untuk penebusan dosa kita. “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas…melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat” (1 Petrus 1:18-19).

Harta terbesar (Yesus Kristus) dalam alam semesta membayar untuk penebusan dosa manusia. Gravitasi kebenaran itu harus membuat kita hidup dengan rasa hormat, kagum dan takut akan Tuhan, jika tidak kita tidak menghormati Satu yang membayar harga begitu besar untuk kita.

 

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply