Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kekuatan dan Hikmat Allah




eBahana.com – Dalam Perjanjian Baru, Paulus mengajukan perbedaan antara standar-standar kekuatan dan hikmat Allah dan standar-standar dunia:

“Orang-orang Yahudi menghendaki tanda dan orang-orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang- orang bukan Yahudi suatu kebodohan, tetapi untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan hikmat Allah.

Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (1 Korintus 1:22-25).

Dalam Alkitab “New International Version”, ayat 25 berbunyi, “Sebab yang bodoh dari Allah lebih bijaksana dari pada hikmat manusia, dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada kekuatan manusia. Kebodohan dan kelemahan di mata dunia adalah hikmat dan kekuatan dari perspektif Allah.

Penting untuk diperhatikan bahwa Paulus menggunakan hanya dua kata untuk mendefinisi “kebodohan” Allah dan “kelemahan” Allah, namun “kelemahan” ini lebih bijaksana dan lebih kuat dari pada apa pun yang orang-orang bisa tentang. Salib – lambang tertinggi dari kehinaan, kelemahan dan kekalahan – kunci kepada kemuliaan, kuasa, hikmat, dan kemenangan. Itu perbedaan luar biasa antara jalan-jalan Allah dan jalan-jalan manusia.

Kita harus ingat bahwa Allah merencanakan penyaliban. Bukan malapetaka yang tidak di harapkan yang Allah harus membuat ketetapan. Sebaliknya, penggenapan rencana ilahi – ekspresi hikmat Allah dan kekuatan Allah.

Berbicara mengenai kematian Yesus kepada orang-orang Yahudi pada hari Pentakosta, Petrus berkata mengenai Yesus:

“Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka” (Kisah Para Rasul 2:23).

Catat frasa “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya.” Allah tahu bahwa Yesus akan di salibkan. Yesus, juga, tahu bahwa Ia akan di salibkan, dan Ia memperingatkan murid- murid-Nya mengenai ini berulang-ulang (Matius 20:17-19; 26:2; Markus 10:32-34; Lukas 18:31-33). Ia mengatakan pada mereka secara detail apa yang akan terjadi.

Namun karena mereka tidak mengerti hikmat Allah dan kekuatan Allah – karena mereka masih berpikir seperti orang-orang dari dunia dan memandang salib sebagai kelemahan, kebodohan, dan kekalahan – mereka tidak bisa mengerti apa yang Yesus katakan pada mereka. Penting untuk kita ingat bahwa salib adalah ekspresi hikmat dan kekuatan Allah; pekerjaan mulia dan sempurna dari tujuan-Nya.

Ada frasa indah dalam Wahyu 13:8 yang menggambarkan Yesus sebagai “Anak Domba, yang telah disembelih….sebelum dunia dijadikan.” Ini menunjukkan kematian Yesus bukan kecelakaan. Di mata dunia, kebodohan dan kelemahan, namun hikmat dan kekuatan bagi mereka yang matanya telah dibuka melalui Roh Kudus dan Firman Allah.

Dalam surat pertama Paulus kepada orang-orang di Korintus, lagi ia mengkontras hikmat dunia dengan hikmat Allah:

“Sungguhpun demikian kami memberitakan hikmat di kalangan mereka yang telah matang, yaitu hikmat yang bukan dari dunia ini, dan yang bukan dari penguasa-penguasa dunia ini, yaitu penguasa- penguasa yang akan ditiadakan.

Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita.

Tidak ada dari penguasa dunia ini yang mengenalnya, sebab kalau sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan Tuhan yang mulia” (1 Korintus 2:6-8).

Paulus mengutip nabi Yesaya: “Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”

Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.” (1 Korintus 2:9-10).

Berbicara lagi mengenai salib, Paulus mengatakan rahasia, hikmat tersembunyi yang orang-orang dari dunia ini – khususnya penguasa- penguasa dari dunia ini – tidak mengerti. Penyaliban di tahbiskan oleh Allah sebelum dimulainya waktu, dan untuk kemuliaan kita.
Suatu pemikiran yang indah! Melalui rahasia, hikmat salib ini, kita bisa melihat tidak ada pikiran manusia bisa memahami atau membayangkan dan tidak ada pancaindera bisa membedakan: apa yang Allah telah persiapkan bagi mereka yang mengasihi-Nya. Ini diungkapkan hanya oleh Roh Kudus dan hanya melalui salib.

Nas diatas dalam 1 Korintus selalu menggairahkan. Filosofi memiliki arti “mencari hikmat.” Sebagian besar orang mencari hikmat, namun hanya hikmat dari dunia, dan tidak pernah bisa memuaskan sepenuhnya. Hanya ada satu yang benar-benar memuaskan. Maka, ketika kita mempelajari Alkitab dan mengenal Yesus, kita akan menemukan bahwa Allah telah mempersiapkan rahasia, hikmat tersembunyi bagi umat-Nya.

Kita juga akan menemukan hanya ada satu jalan untuk sampai pada rahasia, hikmat tersembunyi ini; hanya ada satu pintu melaluinya kita bisa masuk. Pintu itu adalah salib. Hanya ketika kita mendapatkan melalui iman apa yang Yesus capai bagi kita di salib, dan hanya ketika kita mengijinkan prinsip salib dikerjakan dalam hidup kita, rahasia, hikmat tersembunyi itu dan kekuatan Allah menjadi efektif dalam hidup kita.

Hikmat-Nya kebodohan bagi dunia; kekuatan-Nya kelemahan bagi dunia. Namun hikmat Allah lebih bijaksana dari pada dunia; kekuatan Allah lebih kuat dari pada dunia.

Salah satu dari berkat-berkat Alkitab yang tak ternilai memampukan kita melihat hidup dari perspektif Allah. Pandangan Allah mengenai kekuatan dan pandangan manusia mengenai kekuatan berlawanan satu sama lain. Dikotomi ini mengarahkan kita untuk bertanya, “apa standar Allah mengenai kekuatan?”

Pertanyaan ini dijawab dalam ayat dari kitab Roma dimana Paulus menulis, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri” (Roma 15:1).

Allah membuka mata kita untuk melihat bagaimana Ia mengukur kekuatan. Allah mengajar kita bahwa tanda alkitabiah kekuatan bukan seberapa banyak kita bisa melakukan, sebaliknya seberapa banyak kita bisa menanggung kelemahan orang lain yang tidak kuat. Memuaskan menjadi kuat dengan kemampuan kita sendiri, namun itu tidak benar-benar membutuhkan banyak kekuatan spiritual.

Kekuatan spiritual dibutuhkan, jika kita menanggung kelemahan orang lain yang tidak kuat. Kekuatan spiritual di evaluasi oleh Allah dan sesuai Kitab Suci sebagai ukuran dimana kita bisa mendukung orang lain dan menanggung kelemahan mereka. Tugas ini tidak mudah.

Jenis kekuatan ini dan caranya diukur berlawanan dengan roh zaman ini. Roh zaman kita sekarang mengikuti keyakinan: “Dapatkan apa yang kita bisa untuk diri kita. Biarlah yang lemah dan tidak kuat mengurus diri mereka sendiri.”

Tantangan menanggung kelemahan orang lain yang tidak kuat bisa diaplikasikan dalam banyak bidang kehidupan, namun disini kita akan mempelajari hanya satu dari bidang-bidang itu: isu aborsi.
Aborsi tidak menjijikan hanya karena mengandung pembunuhan (dan maka dilarang oleh Allah). Tidak; akarnya, sikap yang menjustifikasi aborsi sepenuhnya melawan Kekristenan. Sebagai orang Kristen, kita tidak boleh membalik badan kita terhadap yang lemah – tidak mengatakan apa-apa dan dengan sengaja membuang mereka.

Salah satu dari tanda-tanda menonjol orang Kristen pada abad pertama, mereka peduli pada yang lemah dan merawat yang sakit. Mereka tidak membiarkan mereka, dan ini mengesankan dunia kuno pada waktu itu. Orang-orang non-Kristen tidak bisa mengerti kenapa orang-orang Kristen prihatin terhadap orang-orang yang tidak memiliki apa-apa, yang hanya menjadi beban bagi mereka. Menyingkirkan manusia sebagai beban kewajiban bukan kekuatan. Melainkan, kelemahan.

Yang disebut “beban” – orang-orang yang lumpuh dan tidak mampu, orang-orang percaya yang lemah dalam iman – tes kekuatan spiritual kita. Kita tidak bisa mengijinkan diri kita hidup dengan standar- standar zaman yang ada – standar-standar yang mengatakan agar kita mengutamakan diri kita lebih dahulu dan melupakan orang- orang yang hanya akan menyeret kita kebawah.

Motivasi kita sebagai orang Kristen untuk menyenangkan Yesus Kristus dalam semua hal yang kita lakukan. Begitu kita mulai hidup dengan mencoba menyenangkan Yesus, kita akan mengarahkan hidup kita yang berbeda sama sekali dari hidup orang-orang lain disekitar kita yang hidup dengan standar-standar zaman sekarang.

Dalam Matius 5:13, Yesus mengajarkan bahwa orang Kristen “adalah garam dunia.” Garam memiliki tiga fungsi praktikal yang diaplikasikan pada kita sebagai orang Kristen.
Pertama, garam memurnikan dan membersihkan; antiseptik ringan. Sebagai contoh, ketika tenggorokan kita sakit, kumur-kumur dengan air garam mempercepat proses kesembuhan. Larutan garam digunakan dalam beberapa penyembuhan medikal, dan garam laut bisa menolong menyingkirkan wabah dan mencegah inflamasi atau peradangan.

Kedua, garam mengawetkan. Sebelum ada lemari es, garam digunakan untuk memproses daging agar menjadi awet. Pelaut- pelaut menggunakan garam untuk mengawetkan daging agar mereka bisa bertahan selama pelayaran di laut. Garam menyerap keluar kelembaban dari daging, menyingkirkan tempat bertumbuhnya bakteria.

Ketiga, garam yang ditambahkan ke makanan memberi rasa dan dapat diterima. Tanpa garam terasa hambar dan tidak bisa di makan. Sebagai orang Kristen, kita memiliki beban melakukan untuk masyarakat kita apa yang garam lakukan.

Pertama, kita bertanggung jawab untuk memurnikan dan membersihkan masyarakat kita melalui kehadiran kita, melalui pengaruh kita, dan melalui doa-doa kita. Kita menjadi pengaruh memurnikan masyarakat dari kekuatan-kekuatan jahat.

Kedua, kita melestarikan masyarakat kita dengan menyetop kekuatan-kekuatan korupsi yang mencoba menghancurkannya. Korupsi bekerja dalam setiap bidang kehidupan kita: sosial, politik, moral, dan pendidikan. Namun kita menjadi pengaruh yang menahan kekuatan-kekuatan itu dan tidak mengijinkan mereka bebas bekerja.
Ketiga, kita menjadikan masyarakat kita seperti garam dalam makanan. Kita membuat masyarakat kita dapat diterima Allah melalui kehadiran kita. Kita menahan penghakiman Allah dan menyerahkannya pada belas kasih-Nya melalui kehadiran kita.

Satu cara utama dimana kita bisa melakukan ini hari ini adalah dengan mendemonstrasikan kepada dunia bahwa ada kekuatan yang dunia belum tahu – kekuatan yang tidak kasar, kejam, atau agresif. Kekuatan ini tidak menindas orang lain namun mengangkat mereka. Kekuatan ini tidak mengeksploitasi dan memperbudak sebaliknya peduli dan membebaskan. Kekuatan ini tidak menghancurkan sebaliknya menyembuhkan.

Doa: “Tuhan tolong kami mendemonstrasikan kekuatan yang dunia perlu lihat. Tolong kami menjadi “garam dunia” dan mempertontonkan kekuatan yang merepresentasi Hati-Mu. Dalam nama Yesus Kristus. Amin.”

Kekuatan yang dunia akui adalah yang diperagakan dengan banyak sistim politik dan kekuatan militer. Kekuatan ini digunakan untuk memimpin, mengendalikan, menundukkan, dan mendominasi.
Memaksakan kehendaknya sendiri – kehendak yang diarahkan dan dimotivasi oleh mementingkan diri sendiri. Mendahulukan kepentingannya sendiri ketimbang kebaikan untuk penduduknya.

Signifikan bahwa tinjauan nubuat Alkitab mengenai penutupan zaman, dicatat oleh Yohanes dalam kitab Wahyu, dengan berbagai kekuatan politik yang direpresentasi oleh binatang buas: singa, beruang, macan tutul, dan lain-lain. Binatang buas ini mempertunjukan kekuatan yang dunia hargai dan berusaha untuk pertahankan. Kitab Wahyu mengindikasi bahwa kekuatan ini akan memainkan peran semakin penting dalam peristiwa-peristiwa yang akan diungkapkan untuk membawa zaman menuju penutupannya.

Bukan saja kitab Wahyu menubuatkan datangnya Antikristus dan tipu muslihat Iblis (deception) tetapi juga tujuan-tujuan Allah yang sedang dikerjakan dengan kemenangannya. Yesus direpresentasi sebagai Tuhan atas alam semesta yang berdaulat. Gelar yang diberikan pada-Nya “Singa dari suku Yehuda” (Wahyu 5:5). Namun ketika Yohanes secara nyata melihat Satu yang ditunjuk, ia tidak melihat singa melainkan Domba – Domba seperti telah disembelih.

“Lalu berkatalah seorang dari tua-tua itu kepadaku: “Jangan engkau menangis! Sesungguhnya, singa dari suku Yehuda, yaitu tunas Daud, telah menang, sehingga Ia dapat membuka gulungan kitab itu dan membuka ketujuh meterainya.”

Maka aku melihat di tengah-tengah takhta dan keempat makhluk itu dan di tengah tua-tua itu berdiri seekor Anak Domba seperti telah disembelih, bertanduk tujuh dan bermata tujuh: itulah ketujuh Roh Allah yang diutus ke seluruh bumi” (Wahyu 5:5-6).

Disana di pusat alam semesta – ditempat otoritas dan kehormatan tertinggi – seekor Domba kelihatan seperti telah disembelih.
Yohanes berharap melihat singa, namun apa yang ia lihat Domba yang telah disembelih. Interpretasi ini gambaran paling jelas untuk mengilustrasikan perbedaan pandangan dunia mengenai kekuatan dan pandangan Allah mengenai kekuatan. Dunia melihat singa sebagai lambang kekuatan dan kebesaran. Allah melihat kekuatan yang berbeda – bukan singa yang kuat melainkan Domba lembut tidak bersalah yang telah disembelih.

Apa yang Allah pandang kekuatan, dunia menganggap sebagai kelemahan; apa yang Allah pandang hikmat, dunia menganggap sebagai kebodohan. Namun ingat kembali apa yang Paulus katakan pada kita dalam surat pertamanya kepada orang-orang Korintus:

“Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia” (1Korintus 1:25).

Kekuatan Allah datang pada kita melalui satu saluran semata: salib Yesus Kristus. Pada salib, pertukaran ilahi yang sudah ditahbiskan terjadi. Yesus, Anak Allah yang tidak berdosa, menanggung keatas diri-Nya kejahatan yang harusnya kita tanggung sebagai orang berdosa dan pemberontak, sehingga kita bisa menerima kebaikan yang Yesus layak terima. Yesus mati kematian kita agar kita bisa mendapatkan hidup-Nya. Ia dibuat berdosa agar kita bisa dibenarkan. Ia dibuat terkutuk agar kita bisa menerima berkat. Ia dilukai agar kita bisa disembuhkan.

Melalui kematian-Nya di salib, Yesus dibuat jadi kelemahan dan kebodohan agar kita bisa menerima, sebagai gantinya, kekuatan dan hikmat Allah. Melalui salib, Allah menawarkan kita kekuatan-Nya untuk menggantikan kelemahan kita; hikmat-Nya untuk menggantikan kebodohan kita. Faedah-faedah ini datang sementara kita menunggu dengan sabar dalam iman di kaki salib.

Kitab Yesaya memiliki nas indah yang mengekspresi perbedaan antara kekuatan alami dan kekuatan Allah dan cara agar kita bisa mempertukarkan kekuatan alami terbatas kita dengan kekuatan tidak terbatas Allah.

“Tidakkah kautahu, dan tidakkah kau dengar? TUHAN ialah Allah kekal yang menciptakan bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu, tidak terduga pengertian-Nya.

Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.

Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah”(Yesaya 40:28-31).

Dalam nas ini kita melihat kontras jelas antara kekuatan alami dan kekuatan ilahi. Kekuatan alami direpresentasikan dengan orang muda dan orang-orang muda yang penuh semangat. Namun kekuatan alami mereka tidak cukup. “Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung…” (Yesaya 40:30). Pelajaran disini kekuatan alami tidak cukup.

Ada alternatif untuk kekuatan alami: sementara kita menanti- nantikan Tuhan, kita akan mendapatkan “kekuatan baru” (Yesaya 40:31). Terjemahan harfiah dalam Ibrani, “Kita akan bertukar kekuatan.” Pertukaran apa yang diartikan disini. Kita harus datang ke akhir dari kekuatan kita sendiri. Ketika kita melakukan itu, kita menyerahkan kekuatan kita sendiri, dan menukar kekuatan Allah dengan kelemahan kita. Ketika kita sudah datang ke akhir dari semua itu kita bisa melakukan dengan kekuatan kita sendiri, karena kekuatan Allah tersedia untuk kita.

Perhatikan apa yang kekuatan Allah akan lakukan untuk kita: “(Kita) seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya, (Kita) berlari dan tidak menjadi lesu, (kita) berjalan dan tidak menjadi lelah” (Yesaya 40:31). Dalam ayat ini kita menemukan tiga ilustrasi kekuatan. Pertama dasyatnya rajawali naik terbang ke atas langit, jauh diatas semua burung-burung lain. Terbangnya agung dan dramatik.

Kedua aktifitas yang intens: “(Kita) akan berlari dan tidak menjadi lesu.”

Ketiga aktifitasnya yang kurang intens: “(kita) akan berjalan dan tidak menjadi lelah.”

Yang mana dari tiga ini paling sulit – naik, berlari, atau berjalan – kehidupan sehari-hari yang monoton, membuat kita berpikir apakah hidup berarti.

Namun sementara kita menanti-nantikan Allah – sementara kita menunggu di kaki salib – kita menerima kekuatan untuk ketiganya: naik, berlari, dan berjalan.

Dalam 2 Korintus, Paulus bersaksi secara pribadi bagaimana ia menemukan kekuatan dalam kelemahan dirinya. Paulus seorang yang mempunyai pewahyuan-pewahyuan luar biasa. Ia menerima kebenaran luar biasa besar dari Allah yang sudah menjadi berkat untuk semua orang Kristen sepanjang zaman berikutnya. Namun ia harus membayar harga untuk itu.

“Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan- penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.

Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku.

Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanmulah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.

Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Korintus 12:7-10).

Ada semacam kekuatan spiritual bekerja dalam kehidupan Paulus yang tidak alami dan demonik; membuatnya sering kesakitan dan problem-problem besar pribadi. Meskipun mengalami kesulitan ini, Paulus menawarkan satu paradoks: “Jika aku lemah, maka aku kuat” (2 Korintus 12:10). Dalam kasih karunia dan belas kasih-Nya, Allah memilih untuk tidak mengangkat tekanan ini yang begitu mengganggu Paulus – karena Ia tahu bahwa tekanan ini membawa Paulus ke tempat dimana ia terbuka untuk menerima kekuatan dan kuasa supernatural Allah.

Ketika kita sudah sampai pada akhir dari kekuatan kita sendiri – akhir dari hikmat, kepintaran, dan kemampuan kita sendiri – kekuatan Allah tersedia untuk kita. Ini rahasia vital yang setiap dari kita harus belajar. Dalam perjalanan Kristen kita, kita harus sampai pada tempat dimana kita sampai akhir dari kekuatan kita sendiri – dimana kita mengakui bahwa kita tidak mampu, tidak cukup, dan lemah. Disini, seperti Yesaya katakan, kekuatan dan hikmat supernatural ilahi Allah tersedia untuk kita.

 

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO. 



Leave a Reply