Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

EFEK PEWAHYUAN FIRMAN ALLAH




eBahana.com – Kita sudah meneliti tujuh efek praktikal yang dihasilkan Firman Tuhan dalam diri kita, melalui iman dan ketaatan, menerima dan mengaplikasikan pengajarannya. Tujuh efek ini adalah: pertama iman; kedua, dilahirkan kembali; ketiga, makanan spiritual; keempat, kesembuhan dan kesehatan tubuh; kelima, pencerahan (iluminasi) mental dan pengertian; keenam, kemenangan atas dosa dan Iblis; ketujuh, penyucian dan pengudusan.

Sekarang mari kita meneliti dua cara lebih lanjut dimana Alkitab, sebagai Firman Allah, bekerja dalam orang percaya.

Pertama Alkitab menyediakan cermin pewahyuan spiritual. Ini kerja Firman Allah dalam Yakobus 1:23-25. Dalam dua ayat pendahuluan Yakobus memperingatkan bahwa agar Firman Tuhan menghasilkan efeknya dengan benar di dalam kita, ada dua syarat dasar:

Pertama kita harus “menerimanya dengan lemah lembut (ayat 21) – yakni dengan sikap hati dan pikiran yang benar. Kedua kita harus menjadi “pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja” (ayat 22) – maka, kita harus langsung mengaplikasikannya dengan cara praktikal dalam kehidupan kita sehari-hari.

Jika kita gagal melakukan ini, Yakobus memperingatkan “kita menipu diri sendiri.” Kita boleh menyebut diri kita orang Kristen atau murid Alkitab, namun kita tidak akan mengalami berkat dan keuntungan (faedah) praktikal apapun yang Alkitab janjikan. Kita bisa menyimpulkan ini dengan mengatakan bahwa Alkitab bekerja secara praktikal dalam diri mereka yang mengaplikasikannya secara praktikal.

Setelah peringatan ini, Yakobus melanjutkan dalam tiga ayat berikut: “Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.

Baru saja ia memandang dirinya, ia sudah pergi atau ia segera lupa bagaimana rupanya.

Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh- sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya” (Yakobus 1:23-25).

Yakobus mengibaratkan Firman Allah dengan cermin. Perbedaannya cermin biasa menunjukkan apa yang Yakobus sebut muka “alamiah kita” – tampak dan ciri fisikal luar kita. Sedangkan, cermin Firman Allah, ketika kita melihat kedalamnya, mengungkapkan bukan ciri fisikal luar kita, namun kodrat spiritual dan kondisi didalam kita. Mengungkapkan pada kita hal- hal tentang kita yang cermin biasa dan hikmat manusia tidak bisa ungkapkan – hal-hal tentang diri kita yang kita tidak pernah bisa tahu dengan cara lain.

Seseorang menyimpulkan ini dengan berkata: “ingat sementara kita membaca Alkitab, Alkitab kita juga membaca kita.” Alkitab adalah cermin jiwa. Hasil yang dibangun firman dalam diri kita tergantung pada respons kita pada firman yang kita baca.

Melalui cara alamiah, ketika kita melihat cermin, kita biasanya melakukannya dengan bersikap apa saja yang cermin ungkapkan pada kita. Jika kita melihat rambut kita acak-acakkan, kita menyisirnya; jika kita melihat muka kita kotor, kita mencucinya; jika baju kita kusut, kita merapihkannya; jika melihat ada infeksi, kita konsultasi ke dokter untuk pengobatan yang cocok.

Untuk menerima faedah-faedah dari cermin Firman Allah, kita harus merespons dengan cara serupa. Jika cerminnya mengungkapkan kondisi kenajisan spiritual, kita tanpa menunda waktu, harus mencari penyucian melalui darah Kristus. Jika cerminnya mengungkapkan infeksi spiritual, kita harus konsultasi dengan Tabib Agung jiwa kita, Satu-satunya “yang mengampuni semua pelanggaran kita, yang menyembuhkan semua penyakit kita” (Mazmur 103:3).

Hanya dengan bertindak secara praktikal tanpa menunda waktu, apa yang cermin Firman Allah ungkapkan pada kita, kita bisa menerima pengampunan, penyucian, kesembuhan, dan semua berkat-berkat lain yang Allah sudah sediakan bagi kita.

Di titik ini banyak orang gagal melakukan kegunaan cermin Allah, mengakibatkan kerugian spiritual dan kekal mereka. Melalui mendengar atau membaca Firman Allah dan gerakkan Roh Allah, mereka bisa mengerti teguran mengenai hal-hal itu dalam hati mereka; kehidupan najis, berbahaya, dan mendukakan Allah.

Maka dengan melihat Firman Allah, mereka melihat kondisi spiritual mereka sendiri seperti Allah melihatnya.

Reaksi langsung mereka biasanya, kesedihan dan penyesalan. Mereka menyadari kebutuhan mereka dan bahaya yang mereka hadapi. Mereka bahkan mungkin maju kedepan mezbah di gereja, berdoa, dan meneteskan air mata. Namun respons mereka tidak berlanjut lebih dari itu. Tidak ada perubahan riil efektual dalam cara mereka hidup. Pada hari berikutnya impresi mereka memudar. Mereka mulai kembali hidup ke cara-cara hidup lama mereka.

Sangat cepat orang seperti itu melupakan “manusia seperti apa ia sebelumnya”. Ia tidak lagi mengingat kebenaran buruk yang cermin Allah begitu jelas dengan setia ungkapkan kepadanya.

Tidak mau berubah dan berpuas diri, ia melanjutkan arah hidup yang membawanya lebih jauh dari Allah.

Namun, cermin Firman Allah bisa mengungkapkan bukan hanya apa kita dalam kondisi kejatuhan tanpa Kristus, namun juga kita akan menjadi apa melalui iman kita dalam Kristus. Bisa mengungkapkan bukan hanya pakaian tua kotor kebenaran kita sendiri, namun juga pakaian keselamatan tanpa bercak dan jubah bercahaya kebenaran yang kita bisa terima melalui iman dalam Kristus. Bisa mengungkapkan bukan hanya kekorupan dan ketidak sempurnaan “manusia lama” tanpa Kristus, namun juga kekudusan dan kesempurnaan “manusia baru” dalam Kristus.

Jika, ketika cermin Allah pertama kali mengungkapkan kebenaran dosa dan kenajisan kita, kita langsung bertindak atas pewahyuan ini – jika kita bertobat, jika kita percaya dan mentaati injil – maka ketika selanjutnya kita melihat ke cermin Allah, kita tidak lagi melihat kodrat lama berdosa kita. Sebaliknya kita melihat diri kita seperti Allah melihat kita dalam Kristus: manusia baru yang diampuni, disucikan, dibenarkan. Kita dibuat mengerti bahwa satu mujizat sudah terjadi.

Cermin Allah yang setia tidak lagi mengungkapkan kegagalan dan dosa kita. Sebaliknya mengungkapkan kepada kita: “siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.

Dan semuanya ini dari Allah, yang dengan perantaraan Kristus telah mendamaikan kita dengan diri-Nya” (2 Korintus 5:17-18).

Bukan hanya hal-hal yang tua berlalu dan semua hal-hal menjadi baru, namun semua hal berasal dari Allah. Dengan kata lain, Allah Sendiri menerima tanggung jawab atas setiap aspek dari ciptaan baru dalam Kristus, seperti diungkapkan dalam cermin- Nya sendiri. Tidak ada sama sekali campur tangan manusia. Seluruhnya dari Allah Sendiri.

Sedikit lebih jauh dalam pasal yang sama, Paulus berkata: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 Korntus 5:21).

Catat pertukaran ilahi ini: Kristus dibuat menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah. Apa kebenaran Allah? Kebenaran tanpa cacat cela dan noda, kebenaran yang tidak mengenal dosa. Ini kebenaran yang menghubungkan kita dengan Kristus. Kita perlu memandang lama dan sungguh- sungguh kedalam cermin Allah sampai kita melihat diri kita sendiri disana seperti Allah melihat kita.

Kita melihat pewahyuan yang sama dalam Perjanjian Lama, dalam Kidung Salomo, dimana Kristus (Mempelai Laki-Laki) berbicara kepada gereja (Mempelai Perempuan) dan berkata: “Engkau cantik sekali, manisku, tak ada cacat cela padamu” (Kidung 4:7).

Cermin sempurna tanpa cacat cela disini mengungkapkan kebenaran menjadi milik kita dalam Kristus.

Paulus menekankan kebutuhan orang-orang Kristen untuk terus melihat diri mereka dalam cermin Firman Allah. “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar” (2 Korintus 3:18).

Mengacu kepada Firman Allah, Paulus seperti Yakobus. Dia mengatakan bahwa cermin ini mengungkapkan kepada kita yang percaya, bukan saja dosa-dosa kita yang sudah diselesaikan melalui Kristus tidak pernah diingat lagi, namun ditempat yang sama diungkapkan kemuliaan Tuhan, yang Dia ingin impartasi kepada kita dengan iman. Paulus menekankan bahwa ketika kita melihat ke cermin, kita melihat kemuliaan Tuhan yang Roh Allah bisa kerjakan dalam kita untuk mentransformasi diri kita kedalam kodrat kemuliaan-Nya.

Dalam hal ini seperti dalam begitu banyak contoh Kitab Suci, kita melihat Roh dan Firman Allah ditahbiskan selalu bekerja bersama dalam harmoni. Sementara kita melihat kedalam cermin Firman Allah, Roh bekerja diatas kita dan merubah kita menjadi serupa dengan apa yang cermin ungkapkan. Jika kita berhenti melihat kedalam cermin Firman, maka Roh tidak lagi bisa bekerja dengan cara ini.

Dalam 2 Korintus Paulus kembali ke tema yang sama. “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.

Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2 Korintus 4:17-18).

Disini Paulus mengajarkan kesetiaan, kemenangan bertahan dalam penderitaan sementara (temporer atau tidak permanen), bisa menghasilkan dalam kita, sebagai orang percaya, kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya; namun ia menambahkan kualifikasi yang sama seperti di pasal sebelumnya. Pekerjaan kemuliaan spiritual didalam kita hanya efektif… “ketika kami ‘tidak’ memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan” (2 Korintus 4:18).

Jika kita memalingkan mata kita dari ‘hal-hal kekal’, penderitaan kita tidak menghasilkan efek berfaedah yang sama didalam kita. Dalam cermin Firman Allah yang kita lihat adalah hal-hal kekal ini. Karenanya, dalam cermin ini kita harus terus menerus melihat dengan tegar dan tabah.

Sebagai contoh, perhatikan Musa bertahan empat puluh tahun dalam pembuangan di belantara sesudah meninggalkan Mesir. “Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan”(Ibrani 11:27).

Catat sumber kuasa Musa untuk bertahan dalam penderitaan: “Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan.” Visi Musa melihat Allah dan Juru Selamat bangsanya yang memberi dia iman dan keberanian untuk bertahan dan untuk menang atas semua penderitaannya. Visi yang sama bisa memberi iman dan keberanian yang sama kepada kita hari ini. Dimana kita bisa menemukan visi berkelanjutan dari Allah dalam kebutuhan dan ujian sehari-hari kita? Dalam cermin spiritual indah yang Dia sudah berikan pada kita untuk tujuan ini – cermin Firman-Nya sendiri. Kedua rahasia ini mentransformasi kasih karunia dan kemenangan hidup – sementara kita menggunakan cermin Allah, Roh Allah mengerjakan efek-efek ini dalam hidup kita.

Terakhir, Firman Allah juga hakim kita. Dalam seluruh Alkitab ditekankan bahwa dengan kedaulatan hak kekal, hak penghakiman adalah milik Allah sendiri. Tema ini berlangsung dalam seluruh Perjanjian Lama. Sebagai contoh, Abraham berkata kepada Allah, “Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” (Kejadian 18:25). Yefta berkata “TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi Hakim pada hari ini” (Hakim-Hakim 11:27). Pemazmur menulis, “sesungguhnya ada Allah yang memberi keadilan di bumi”(Mazmur 58:12). Dan Yesaya berkata, “Sebab TUHAN ialah Hakim kita” (Yesaya 33:22).

Sementara kita masuk ke Perjanjian Baru, kita masuk kedalam pewahyuan lebih jauh, dalam motif dan metode penghakiman Allah. Kristus berkata: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (Yohanes 3:17).

Kita membaca lagi dalam 2 Petrus 3:9: “Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat.”

Ayat-ayat ini – dan banyak lainnya seperti ini – mengungkapkan bahwa Allah senang memberi pengampunan dan keselamatan, Dia enggan menjatuhkan murka dan penghukuman.

Pertanyaannya keengganan Allah untuk menjatuhkan penghakiman dalam cara apa, karena seperti Perjanjian Baru ungkapkan, penghakiman Allah pada akhirnya akan tetap dilaksanakan? Dalam contoh pertama, hak kedaulatan kekal penghakiman, milik Allah Bapa. Petrus berkata “Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya” (1 Petrus 1:17).

Disini penghakiman semua orang dengan jelas dinyatakan sebagai peran Bapa Surgawi. Namun, Kristus mengungkapkan bahwa Bapa sudah memilih dalam kedaulatan hikmat-Nya menyerahkan semua penghakiman ke Anak. “Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa.

Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” (Yohanes 5:22-23).

Kristus berkata lagi: “Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.

Dan Ia telah memberikan kuasa kepada-Nya untuk menghakimi karena Ia adalah Anak Manusia” (Yohanes 5:26-27).

Disini kita melihat bahwa peran penghakiman sudah dialihkan dari Bapa kepada Anak.

Dua alasan diberikan untuk ini. Pertama, karena dengan peran sebagai hakim juga memuliakan hakim, dan dengan cara ini semua manusia diwajibkan menunjukkan hormat yang sama terhadap Allah Anak seperti hormat mereka kepada Bapa. Kedua, karena Kristus juga Anak Manusia, sekaligus Anak Allah – yaitu, Dia menjadi manusia sekaligus memiliki kodrat ilahi, dan maka dalam penghakiman-Nya Dia bisa memberi pengampunan, dari pengalaman-Nya sendiri, untuk semua kelemahan dan pencobaan kedagingan manusia.

Namun sesuai kasih karunia dan pengampunan kodrat ilahi Anak, seperti dalam Bapa, Kristus juga tidak berkeinginan menghakimi. Untuk alasan ini Dia, sebaliknya, sudah mengalihkan otoritas terakhir penghakiman dari diri Pribadi-Nya kepada Firman Allah. “Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.

Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yohanes 12:47- 48).

Ini mengungkapkan bahwa otoritas terakhir semua penghakiman berada dalam Firman Allah. Ini standar penghakiman imparsial yang tidak berubah, yang semua manusia harus mempertanggung jawabkannya.

Dalam Yesaya 66:2 Tuhan berkata: “Tetapi kepada orang inilah Aku memandang: kepada orang yang tertindas dan patah semangatnya dan gentar kepada firman-Ku.”

Dalam terang pewahyuan Perjanjian Baru, kita bisa mengerti kenapa manusia harus gentar kepada Firman Allah. Karena sementara kita membaca halaman-halamannya dan mendengar pengajarannya, kita menemukan diri kita, berdiri dihadapan pengadilan Allah Mahabesar. Disini, diungkapkan kepada mereka prinsip-prinsip dan standar-standar penghakiman ilahi untuk seluruh umat manusia. Kristus menggambarkan penghakiman Allah dengan cara berikut: “Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan di tiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi” (Matius 5:18).

“Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu” (Matius 24:35).

Dalam penutupan pasal-pasal Alkitab, tirai masa depan di buka untuk mengungkapkan apa yang akan terlihat ketika kata-kata

Kristus digenapi, surga dan bumi berlalu, dan takhta Allah berdiri untuk penghakiman besar terakhir.

“Lalu aku melihat suatu takhta putih yang besar dan Dia, yang duduk di atasnya. Dari hadapan-Nya lenyaplah bumi dan langit dan tidak ditemukan lagi tempatnya.

Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.

Maka laut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan maut dan kerajaan maut menyerahkan orang-orang mati yang ada di dalamnya, dan mereka dihakimi ….. masing-masing menurut perbuatannya” (Wahyu 20:11-13).

Dalam pandangan besar terakhir ini Kristus sudah menjamin kita hanya akan ada satu, dan hanya satu, standar penghakiman: Firman kekal Allah, tidak berubah. Ini akan menjadi penggenapan Mazmur 119:160: “Dasar firman-Mu adalah kebenaran dan segala hukum-hukum-Mu yang adil adalah untuk selama- lamanya.”

Disini akan diungkapkan, dengan komplit, setiap kebenaran penghukuman Firman Allah yang tidak berubah.

Jika kita bisa melihat pewahyuan semua penghakiman sesuai Firman Allah – hanya pemeliharaan kasih karunia dan belas kasih pengampunan Allah, yang memampukan kita dalam hidup kita sekarang dibumi, sebagai antisipasi penghakiman Allah atas diri kita kelak, agar kita bisa lolos darinya. Untuk alasan ini Paulus berkata: “Kalau kita menguji diri kita sendiri, hukuman tidak menimpa kita” (1 Korintus 11:31).

Bagaimana kita menguji diri kita sendiri? Dengan mengaplikasikan setiap aspek dan detil hidup kita terhadap penghakiman Firman Allah. Jika kita melakukan ini, dan lalu dengan bertobat dan beriman menerima pemeliharaan pengampunan dan kasih karunia Allah, Allah Sendiri tidak akan menjatuhkan penghukuman ini atas kita. Kristus menjamin kita. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup” (Yohanes 5:24).

Jaminan ini diulang dalam Roma 8:1. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.”

Apa yang harus kita lakukan agar bisa lolos dari penghukuman Allah? Kita harus mendengar Firman-Nya. Dalam kerendahan hati dan pertobatan kita harus menerima setiap kebenaran penghakiman seperti diaplikasikan dalam hidup kita. Dalam iman kita harus menerima bahwa Kristus mengambil alih penghukuman kita dan menderita hukuman kita.

Dengan menerima kebenaran-kebenaran Firman Allah ini, kita dibebaskan, kita dibenarkan, dan kita pindah keluar dari penghukuman dan kematian ke dalam pengampunan dan kehidupan selama-lamanya.

Semua ini adalah melalui Firman Allah. Jika kita tolak, Firman Allah akan menjadi hakim kita pada hari terakhir. Jika kita terima dan taati, Firman Allah akan menjamin kita sudah diampuni dengan sempurna dan diselamatkan sepenuhnya melalui kebenaran yang bukan milik kita, namun kebenaran Allah sendiri.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply