Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Awal dari Hikmat dan Mengerti Takut akan Tuhan




eBahana.com – Begitu banyak dari Alkitab – dan dari iman Kristen – bertolak belakang dengan hikmat dan jalan-jalan dunia ini. Dunia berpikir dengan jalannya; memiliki standar-standar tertentu dan biasanya bekerja dengan prinsip-prinsip tertentu.

Namun apa yang Allah ungkapkan dalam Firman-Nya biasanya bertolak belakang dengan jalan-jalan dunia. Satu dari berkat tak ternilai Alkitab adalah memampukan kita untuk bisa menghampiri dan menavigasi hidup ini dari sudut pandang Allah agar kita bisa menghindari jerat hawa nafsu dan cara-cara dunia yang berdosa.

Nabi Yesaya mengatakan pada kita dengan bahasa jelas betapa lebih unggul jalan-jalan Allah dan pikiran-pikiran Allah dibanding manusia. Berbicara mewakili Allah, ia berkata: “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikian firman TUHAN.

Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yesaya 55:8-9).

Ada jarak besar yang manusia tidak bisa jembatani antara jalan-jalan Allah dan jalan-jalan manusia. Jalan-jalan Manusia berada di tataran dunia; jalan-jalan Allah berada di tataran surgawi.

Meski demikian, ada kabar baik: Allah sudah menyediakan cara-cara dimana jalan-jalan-Nya dan pikiran-pikiran-Nya bisa diturunkan kepada tingkat duniawi kita dan di impartasi kepada kita. Ini terjadi melalui Firman-Nya. Dan terjadi khususnya melalui konsep penting yang dibicarakan dalam Firman-Nya – “takut akan Tuhan,” – awal dimana hikmat dimulai untuk kita.

Dalam dua ayat selanjutnya dari Yesaya 55, Allah melanjutkan berbicara melalui nabi itu:

“Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada- Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya” (Yesaya 55:10-11).

Allah mengatakan seperti hujan dan salju turun dari surga untuk membuat bumi menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, begitu pula Firman-Nya akan dicurahkan kebawah dan berhasil melaksanakan tujuan-tujuan-Nya.

Ide ini berlaku pada perbedaan antara kekuatan dan hikmat Allah dan kekuatan dan hikmat manusia. Satandar-standar Allah secara total berbeda dari kita. Namun melalui Firman-Nya, kita bisa datang untuk melihat kebenaran-kebenaran ini dari sudut pandang-Nya.
Mengerti perbedaan ini adalah langkah penting menuju hikmat – dan semua dimulai sementara kita mengerti konsep “takut akan Tuhan.”

“Takut akan Tuhan” mengajukan satu pertanyaan penting – yang mana banyak orang Kristen sedikit memikirkan hari ini. Meski demikian, isu ini sangat penting dan kita abaikan dengan akibat kerusakan lebih buruk dipihak kita. Alkitab memiliki banyak untuk dikatakan mengenai takut akan Tuhan. Namun banyak orang Kristen salah mengerti konsep ini.

Dari semua tema dalam Kitab Suci, takut akan Tuhan mengandung janji-janji berkat dan hak istimewa (favour) Allah paling utama. Tidak ada tema lain Kitab Suci yang memiliki lebih banyak berkat dibanding takut akan Tuhan.

Yesaya 33:6 berakhir dengan enam kata kecil: “Takut akan TUHAN, itulah harta benda.” Takut akan Tuhan bukan sesuatu untuk ditakuti atau untuk di pandang rendah. Melainkan, harta benda Allah yang Ia bagi dengan umat-Nya.

Permata kebenaran diletakkan pada akhir ayat dalam Yesaya – begitu tidak kentara karena Allah ingin kita menyelidiki kebenaran.

Yesus berkata kita harus menyelidiki Kitab Suci, karena didalamnya kita akan menemukan kebenaran tentang Dia (Yohanes 5:39).
Apakah kita salah satu orang yang menyelidiki Kitab Suci? Apakah kita benar-benar kembali ke Alkitab mencari kebenaran dengan tekun? Apakah kita mencari dalam Firman Allah jawaban untuk kebutuhan kita dan solusi untuk problem kita?

Banyak orang takut pada apa yang Allah mungkin katakan kepada mereka, namun tidak perlu begitu. Banyak dari apa yang Firman Allah katakan pada kita tentang takut akan Tuhan sangat membesarkan hati dan harapan.

“Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya” (Mazmur 19:9).

Takut akan Tuhan bukan hanya murni, membersihkan – memurnikan kita dan menjaga kita murni. Mazmur 19 berkata bertahan selamanya – bukan hanya untuk kehidupan sekarang, namun untuk kekekalan. Takut akan Tuhan selalu menjadi tanda semua orang- orang sejati Allah, baik manusia maupun malaikat.

“Janganlah hatimu iri kepada orang-orang yang berdosa, tetapi takutlah akan TUHAN senantiasa” (Amsal 23:17).

Mazmur 19 berkata “selamanya” (ayat 10); Amsal 23 berkata “senantiasa” (ayat 17). Dengan kata lain, tidak boleh pernah ada waktu untuk kita tidak mempraktikkan takut akan Tuhan.

Ada bentuk-bentuk spesifik ketakutan yang tidak berhubungan dengan maksud Alkitab ketika berbicara mengenai takut akan Tuhan.

Bayi yang baru lahir secara alami takut pada dua hal: suara keras dan sensasi jatuh. Sementara kita tumbuh dewasa, ada pengalaman-pengalaman tambahan yang kita takuti secara alami – perang, hilang dalam kegelapan. Tipe-tipe ketakutan ini normal.
Semua manusia memiliki ketakutan-ketakutan alami ini; namun ketakutan-ketakutan ini bukan merupakan apa yang Alkitab sebut takut akan Tuhan.

Ada juga ketakutan akibat roh jahat atau ketakutan demonik. Dalam suratnya kedua kepada Timotius Paulus menulis: “Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban” (2 Timotius 1:7).

Ketakutan demonik memiliki tiga tanda yang membedakannya dari takut akan Tuhan. Pertama, ketakutan demonik dihasilkan oleh Satan (Iblis), bukan dari Allah. Kedua, ketakutan demonik cenderung menahan kita untuk mentaati Allah. Satan memasukan ketakutan jenis ini kedalam kita untuk menahan kita melakukan semua yang Allah ingin kita lakukan. Jadi, berlawanan sama sekali dengan takut akan Tuhan, yang memotivasi dan mendorong kita mentaati Allah dan melakukan apa yang Allah ingin kita lakukan. Ketiga, ketakutan demonik menyiksa.

“Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna dalam kasih” (1 Yohanes 4:18).

Ada banyak contoh ketakutan demonik. Salah satunya clausterphobia, atau ketakutan tidak normal ketika berada di ruang sempit, seperti elevator.

Phobia bukan ketakutan yang kita bicarakan ketika kita berdiskusi tentang takut akan Tuhan. Ketakutan disiksa berasal dari Satan, dan tidak mendapat tempat dalam hidup orang Kristen. Sejenis ketakutan yang disebabkan oleh roh jahat. Tidak alami; reaksi yang berlebihan. Perasaan yang menguasai kita – dan yang tidak bisa kita kuasai. Mengambil alih kendali diri kita dalam situasi-situasi tertentu, dan bukan takut akan Tuhan. Penyembuhan untuk tipe ketakutan yang menyiksa adalah takut akan Tuhan secara tulus dan sejati.

Nabi Yesaya menulis mengenai ketakutan agamawi: “Dan Tuhan telah berfirman: “Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku, dan ibadahnya kepada-Ku hanyalah perintah manusia yang dihafalkan” (Yesaya 29:13).

Yesus juga mengutip Yesaya dan Matius 15:7-9, mengaplikasikan nas kepada pemimpin-pemimpin agamawi pada zaman-Nya, yang Ia sebut “munafik.” Ketakutan agamawi sejenis ketakutan yang menghasilkan kemunafikan. Penting untuk di ingat kata “munafik” berasal dari kata Yunani untuk aktor, “hupokrites.” Jenis ketakutan agamawi ini membuat orang-orang bertindak; agama mereka terdiri dalam facad dramatik atau permainan peran (sociodrama). Ketika kita masuk bangunan gereja, mereka sering merubah semua kelakuan, sikap dan cara mereka bertindak. Ketika mereka berdoa, mereka cenderung menggunakan nada suara khusus. Tidak ada yang tulus atau alami; apa pun yang mereka katakan atau lakukan adalah pertunjukan berdasarkan pada apa yang seseorang ajarkan mereka. Yesus berkata bahwa kepalsuan ini bukan yang Allah cari dari umat- Nya.

Ketakutan agamawi diajarkan oleh manusia, bukan oleh Allah. Allah tidak bertanggung jawab atasnya. Juga dangkal; memiliki dampak perilaku diluar namun hatinya tidak berubah.

Tuhan berkata bahwa orang-orang yang hidup dalam ketakutan agamawi “memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya menjauh dari pada-Ku.” Ketakutan agamawi tidak menghasilkan jenis ketaatan yang Allah inginkan. Menghasilkan sikap penurut, bukan ketaatan bebas anak-anak, yang Allah inginkan.

Jenis lain ketakutan adalah takut kepada manusia: “Takut kepada orang mendatangkan jerat, tetapi siapa percaya kepada TUHAN, dilindungi” (Amsal 29:25).

Takut kepada manusia berlawanan dengan percaya kepada Tuhan. Ketika kita takut apa yang orang lain pikir atau katakan, kita hidup dalam takut kepada manusia. Kita harus mengakui betapa sering takut kepada orang berhasil mendiami kita. Waktu-waktu datang ketika kita harus berbicara kepada orang-orang tentang Tuhan, namun karena takut kepada manusia menghalangi kita membuka mulut.

Takut kepada manusia membuat orang-orang lain lebih penting daripada Allah.

Mereka yang hidup takut kepada manusia lebih risau tentang apa yang orang lain pikir tentang mereka dibanding apa yang Allah pikir tentang mereka. Kepada orang-orang ini, opini Allah kurang penting dibanding opini sesama mereka. Takut kepada manusia juga menahan kita mentaati Allah; menjerat kita ketika kita ingin hidup dalam ketaatan dan kebenaran.

Takut akan Tuhan jenis khusus ketakutan. Betul, ketakutan. Kadang- kadang di alami secara fisikal sebagai ketakutan besar. Sebagai contoh, ketika Musa di konfrontasi dengan kemuliaan Tuhan dan suara Tuhan di Gunung Sinai, begitu menakutkan pemandangannya sehingga Musa berkata, “Aku sangat ketakutan dan sangat gemetar” (Ibrani 12:21).

Musa kemungkinan hidup lebih dekat dengan Tuhan dibanding sebagian besar orang. Namun ketika ia dikonfrontasi dengan pewahyuan keagungan dan kemuliaan Allah, ia berkata, “Aku sangat ketakutan dan sangat gemetar.” Jika Musa bisa gemetar, begitupula kita. Gemetar bukan pengalaman yang membahayakan. Bahkan sebetulnya, banyak orang perlu lebih banyak, visi lebih jelas keagungan menakjubkan dan kuasa Allah.

Banyak terjemahan modern Alkitab tidak menggunakan kata “takut.” Disebabkan – sebagian – karena sikap humanistik yang mengurangi penekanan kebutuhan kita untuk takut akan Allah. Namun kita perlu takut akan Allah. Allah harus ditakuti, dan tidak ada dalam Alkitab menyinggung bahwa takut akan Tuhan tidak perlu atau pilihan.

Satu kata yang berhubungan dengan pengalaman takut akan Tuhan adalah kata “terpesona dan kagum” – seperti ketika kita “berdiri kagum” terhadap seseorang atau sesuatu. Dalam arti tertentu, berdiri kagum berarti kita tidak berani menghampiri terlalu dekat. Kata lain yang berhubungan dengan itu adalah “menghormati dan memuja.”

Takut akan Tuhan bukan hanya satu dari kata-kata atau sensasi- sensasi itu; sebaliknya, merangkum semua. Mengandung elemen takut, terpesona, dan memuja. Sikap pasrah adalah buah yang dihasilkan oleh takut akan Tuhan.

Takut akan Tuhan adalah sesuatu yang kita bisa pahami hanya melalui Roh Kudus. Takut akan Tuhan akan memberi kita sikap unik dengan jelas, terlepas situasinya. Ketika kita menghadapi situasi, keputusan, problem, atau kebutuhan, takut akan Tuhan menyebabkan kita bertanya, “Apa yang Allah katakan mengenai ini? Itu harus menjadi pertanyaan kita pertama – bukan “Apa menurut pikiran saya?” atau “Bagaimana saya bisa mendapat apa yang saya mau?” namun “Apa yang Allah katakan mengenai ini?” Takut akan Tuhan memotivasi kita untuk selalu menyenangkan Tuhan.

Hidup takut akan Tuhan sama dengan mentaati Sepuluh Perintah yang pertama: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3). Perintah ini bisa juga diterjemahkan, “Engkau tidak boleh memiliki alah-alah lain selain Aku.”

Mengikuti perintah ini akan membawa takut akan Tuhan dalam hidup kita. Untuk mentaati perintah ini, kita harus memberi Allah prioritas total. Tempat tertinggi dan terpenting. Tidak ada lainnya dalam hidup kita – tidak ada pengaruh, tidak ada orang, tidak ada motivasi – bisa menguasai tingkat yang sama seperti Tuhan Allah. Harapan ini sangat logikal, jika kita berpikir mengenainya. Jika Allah bersedia mengungkapkan diri-Nya kepada kita – membagi diri-Nya dengan kita dalam beberapa cara, untuk masuk kedalam hidup kita. Jika Allah mahabesar menawarkan kita, makhluk debu, privilese persahabatan-Nya, maka kenapa kita masih ragu-ragu menawarkan kepada-Nya tempat terpenting dalam hidup kita.

Kejadian 31 termasuk ekspresi luar biasa yang beberapa orang mungkin tidak pernah memperhatikan. Ini bagian gambaran Yakub di konfrontasi oleh pamanya Laban ketika mereka memiliki perselisihan besar. Pada akhirnya, Laban berkata, “Jika Allah tidak berbicara kepadaku, aku sudah membalas dendam padamu.” Karena Allah menampakkan diri pada Laban dan mengatakan padanya untuk tidak menyakiti Yakub, ia membatalkan rencana bengisnya. Lalu Yakub berkata pada Laban:

“Seandainya Allah ayahku, Allah Abraham dan Yang Disegani oleh Ishak tidak menyertai aku, tentulah engkau sekarang membiarkan aku pergi dengan tangan hampa” (Kejadian 31:42).

Catat frasa “Allah Abraham dan Yang Disegani oleh Ishak.” Kemudian dalam pasal yang sama, dikatakan Yakub bersumpah dan membuat sumpah ini:

“Allah Abraham dan Allah Nahor, Allah ayah mereka, kiranya menjadi hakim antara kita. Lalu Yakub bersumpah demi Yang Disegani oleh Ishak, ayahnya” (Kejadian 31:53).

Dua kali Allah Abraham disebut “Yang Disegani oleh Ishak.” Harus ada sesuatu mengenai sikap Ishak terhadap Allah yang Alkitab tidak ungkapkan sepenuhnya yang menyebabkan orang-orang berbicara tentang Allah sebagai “Takut akan Ishak.”

Nabi Yesaya memberi gambaran nubuatan Yesus. Ini satu dari deskripsi indah permulaan Yesus. Ia disebut “tunas akan keluar dari tunggul Isai.”

“Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.

Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN” (Yesaya 11:1-2).

“Taruk” adalah satu dari gelar Perjanjian Lama untuk Mesias. Alkitab mengatakan tentang-Nya dalam Wahyu:

“Dari Yohanes kepada ketujuh jemaat yang di Asia Kecil: Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, dan dari ketujuh roh yang ada di hadapan takhta-Nya” (Wahyu 1:4).

Dalam Alkitab “King James Version” terjemahan, kata “Roh” ini dieja dengan huruf kapital “R.” Wahyu 4:5 berbicara tentang “tujuh obor menyala-nyala” di hadapan takhta Allah, “itulah ketujuh Roh Allah.” Betul, hanya ada satu Roh Kudus, namun Dia memiliki tujuh aspek berbeda – manifestasi-manifestasi, atau bentuk-bentuk dimana Dia bekerja. Kita bisa menemukan ketujuh Roh, atau tujuh bentuk, Roh Kudus dalam Yesaya 11:2.

Pertama adalah “Roh Tuhan” – Roh yang berbicara dalam pribadi pertama sebagai Allah. Dalam Kisah Para Rasul 13:2, Paulus menulis bahwa Roh Kudus berkata pada gereja di Antiokhia, “Sekarang pisahkan bagi-Ku Barnabas dan Saulus untuk pekerjaan yang Aku sudah tentukan bagi mereka.” Roh Kudus berbicara kepada gereja dalam pribadi pertama sebagai Tuhan. Ingat, Allah Bapa adalah Tuhan, Allah Anak adalah Tuhan, dan Allah Roh adalah Tuhan.

Dua aspek Roh Kudus selanjutnya diberikan dalam Yesaya 11:2: “Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan Tuhan.”

Tujuh aspek Roh Kudus: Aspek pertama, Roh berbicara dalam pribadi pertama sebagai Allah sebanyak Allah Bapa dan Allah Anak sebagai Allah.

Aspek kedua dan ketiga, “Roh Hikmat” dan “dan pengertian.” Seseorang mungkin memiliki hikmat, namun jika ia kekurangan pengertian, ia tidak akan bisa menggunakan hikmatnya dengan baik.

Aspek keempat dan kelima, “Roh nasihat” dan “keperkasaan” – Mengetahui harus melakukan apa atau bisa memberi pengarahan dikombinasi dengan kuasa atau kekuatan. Tidak baik memiliki keperkasaan tanpa nasihat. Kita bisa berakhir menggunakan kekuatan kita dengan cara yang salah.

Aspek keenam dan ketujuh, “Roh pengenalan (pengetahuan) dan “takut akan Tuhan.” Pengetahuan sangat bagus; sebagian besar orang menginginkannya. Namun dengan itu sendiri, pengetahuan membuat kita besar kepala dan membusungkan dada (1 Korintus 8:1). Alkitab hampir selalu menggandengkan pengetahuan dengan takut akan Tuhan. Kita tidak harus mencari pengetahuan kecuali kita memiliki takut akan Tuhan; jika tidak, pengetahuan akan mengakibatkan bahaya lebih daripada kebaikan pada kita.

Menyimpan semua pikiran-pikiran ini di pikiran kita, kita melihat Yesaya 11 sebagai gambaran Mesias, Yesus, “ya kesenangannya ialah takut akan TUHAN.” Dari tujuh aspek yang diberikan dalam ayat-ayat sebelumnya, aspek ini satu-satunya aspek yang Roh Kudus fokus: “takut akan Tuhan.” Jika Yesus Sendiri perlu takut akan Tuhan, apakah kita juga tidak perlu? Takut akan Tuhan datang hanya melalui Roh Kudus. Tanpanya, kita tidak lengkap dan sangat rentan pada kesombongan dan jerat Satan (Iblis).

Ibrani 5 memberikan pewahyuan luar biasa kenapa Allah Bapa selalu mendengarkan doa-doa Yesus.

“Dalam hidup-Nya sebagai manusia….Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan.

Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya” (Ibrani 5:7-8).

Allah mendengar doa-doa Yesus karena Yesus selalu berdoa dengan takut akan Tuhan. Nas diatas mengacu pada saat Dia dalam penderitaan mendalam, menunggu pengkianat-Nya, Yudas di taman Getsemani, membawa prajurit-prajurit Romawi yang akan menyalibkan Dia. Dalam kesedihan yang mendalam, Yesus berdoa kepada Bapa-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42).

Pernyataan berserah itu merupakan contoh dan melambangkan takut akan Tuhan.

Mari kita berdoa:

“Tuhan, janganlah pernah saya menaruh apa pun pilihan saya dihadapan-Mu. Biarlah tidak ada yang lebih penting untuk saya daripada kehendak-Mu.” Sikap itu esensi takut akan Tuhan.

 

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply