Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Melawan Arianisme




Meskipun mengalami masa keemasan gereja, gereja menghadapi ajaran sesat. Sayangnya, para pengajar sesat ini adalah imam gereja dan teolog. Salah satu imam itu adalah Arius. Ajarannya itu biasa disebut Arianisme

Siapakah Arius?

Arius adalah rahib-prebister, yang pandai berkhotbah. Ia menjadi imam di paroki Aghia Bokalia, Alexandria, Mesir (250-336). Ia adalah sarjana, tokoh agama yang kharismatis, dan pengarang yang pandai. Karena itu, tidak heran, kalau ia mempunyai banyak pengikut.

Apakah Ajarannya?

Dalam berteologi, ia dipengaruhi konsep Neo-Platonisme. Konsep ini sangat menistakan dunia fisik. Maksudnya adalah dunia yang dapat berubah dan rusak, seperti dunia yang kita tempati. Dengan konsep itu, spekulasi teologis ia buat sehingga memandang Allah yang kudus tidak mungkin berhubungan secara langsung dengan dunia fisik. Kemudian, ia berpendapat seharusnya ada perantara (makhluk setengah Allah dan setengah manusia) antara Allah dan dunia. Dengan demikian, ia berpendapat jika sifat ilahi Yesus sama dengan Allah, ini akan merugikan kewibawaan dan kemuliaan Allah.

Kemudian, masih menurut konsep Neo-Platonisme, pada hakikatnya, ada perantara yang bukan Allah tetapi lebih mulia dari semua ciptaan. Perantara ini disebut Demiurgos. Karena itu, menurut Arius, Demiurgos ini dipandang sebagai firman Allah, yang pertama-tama diciptakan Allah. Selanjutnya, melalui firman ini dunia dan semua isinya diciptakan. Akhirnya, ia berpendapat bahwa Yesus adalah ciptaan Allah yang sulung dan tertinggi derajatnya. Dengan kata lain, Yesus adalah makhluk ciptaan, diciptakan dari tidak menjadi ada, dan tidak kekal.

Kalau kita pahami, konsep Neo-Platonisme diperoleh Arius karena latar belakang budaya Yunani dan Yahudi di Alexandria. Pengaruh Yunani ini diperoleh karena kota ini pernah didirikan Alexander Agung pada 332 sM. Alexandria  telah menghasilkan banyak pemikir besar dari berbagai kultur. Kota ini menjadi kian berwibawa karena ditopang perpustakaan yang besar.

Apakah Reaksi Kaum Homoousian?

Aleksander dari Aleksandria dan para pengikutnya (kaum Homoousian) meyakini bahwa substansi Sang Putera sama dengan Sang Bapa, abadi bersama Sang Bapa. Mereka berpendapat kalau mengikuti pandangan kaum Arian, keesaan Allah hancur dan Sang Putera dan Sang Bapa menjadi tidak setara karena bertentangan dengan “Bapa dan Aku adalah satu” (Yoh. 10:30).

Apakah Peran Konstantin?

Di tengah pertentangan kedua kubu itu,  atas rekomendasi dari sinode yang dipimpin Hosius dari Cordoba, pada masa Paskah tahun 325, Seribu delapanratus  uskup (kira-kira 1000 uskup di Timur dan 800 uskup di Barat) diundang Konstantinus. Namun, jumlah para uskup kurang dari 1800 dan tidak diketahui secara pasti. Menurut Eusebius dari Kaesarea, jumlah peserta 250. Menurut Athanasius dari Aleksandria, jumlah peserta 318. Menurut Eustathius dari Antiokhia, jumlah peserta 270.

Mereka dikumpulkan di Nicea (İznik, Turki). Karena itu, keputusan sidang  di kota ini biasa disebut Konsili Nicea. Kalau Nicea dipilih, alasannya adalah mudah dijangkau para uskup tersebut, khususnya mereka yang datang dari Asia Kecil, Syria, Palestina, Mesir, Yunani, dan Trakea.

Apakah Tujuannya?

Mereka bersidang pada 20 Mei-25 Juli 325.  Sidang ini merupakan sidang umum pertama dalam sejarah Gereja sejak Konsili Apostolik di Yerusalem. Sidang ini berupaya untuk menelaah  permasalahan yang muncul karena kontroversi Arianisme di kawasan Timur yang berbahasa Yunani.

Sesudah bersidang sebulan penuh, kebanyakan uskup berpendapat bahwa ajaran Arius adalah bidaah dan berbahaya bagi keselamatan jiwa-jiwa. Kemudian, pada 19 Juni sidang tersebut menyusun Kredo Nicea. Kredo ini diadopsi semua uskup kecuali dua uskup dari Libya yang sejak semula sudah arianis. Bersama dengan Arius, mereka dikeluarkan dari lingkungan gereja. Kemudian, kredo ini dipermaklumkan sang kaisar sebagai undang-undang kerajaan.

Isi kredo yang ditambahkan Hosius dari Cordova adalah 1) Yesus Kristus digambarkan sebagai “Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah sejati dari Allah sejati,” yang menyatakan keillahian Kristus. 2) Yesus Kristus “diperanakkan, bukan dijadikan,” (menyatakan keabadian-Nya bersama Allah dan menyatakan peranan-Nya dalam Penciptaan). 3) Yesus Kristus “berasal dari substansi Sang Bapa,” (istilah  lainnya adalah konsubstansi “memiliki substansi yang sama dengan Sang Bapa”). Demikianlah konsili Nicea yang melawan Arianisme. (ryp)

 



Leave a Reply