

eBahana.com – Dasar, Tujuan, Sasaran, dan Karakteristik Sekolah Kristen.
Sekolah Kristen adalah sekolah yang berlandaskan pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen perlu menolong manusia melangkah dalam hidup ke arah tujuan Tuhan dan agar mampu menjawab semua tantangan. Pendidikan Kristen memfasilitasi peserta didiknya memiliki kebebasan perspektif berpikir untuk menemukan solusi masalah-masalah kehidupan. Artinya, mereka dimampukan memiliki kecukupan keyakinan diri untuk menghadapi perubahan dan perspektif dunia ini. Keadaan ini tak mungkin terjadi jika peserta didik tidak dibina dalam pembentukan nilai-nilai, sikap-sikap, ketrampilan-ketrampilan, dan perilaku yang komprehensif sesuai Firman Tuhan dalam kehidupannya. Pembentukan nilai-nilai tersebut dapat dilakukan banyak cara dan salah satu di antaranya adalah melalui keteladanan.
Perbedaan dan pertentangan antara pendidikan Kristen dan non Kristen tidak terletak pada ada tidaknya iman religius, tetapi antara definisi kekristenan dan definisi non Kristen tentang Tuhan. Sekolah dengan pendidikan Kristen seharusnya menghantar peserta didik mampu mengarungi kehidupan Kristen. Adapun kehidupan Kristen itu adalah,
Tugas pendidikan Kristen dalam memperlengkapi peserta didik, agar,
Bagi setiap sekolah dengan pendidikan Kristen yang menjadikan Alkitab sebagai pedoman di seluruh aktivitasnya, mengajar memiliki tugas yang bersifat kognitif, humanistik, dan teknologis. Bersifat kognitif artinya mengajar untuk mentransfer pengetahuan, pandangan, keyakinan, dogma, dan doktrin atau teologi kepada peserta didik. Bersifat humanistik artinya mengajar untuk menolong peserta didik agar dapat menemukan konsep diri secara benar. Artinya, pendidik berkedudukan sebagai rekan belajar, pembimbing, dan pendamping. Bersifat teknologis artinya mengajar untuk mengelola atau mengatur situasi sedemikian rupa sehingga peristiwa belajar dapat terjadi. Di sini pendidik berperan sebagai fasilitator dan manager, sekaligus motivator. Jadi keseluruhan peran pendidik adalah sebagai: pendidik, pengajar dan pembelajar, pelatih, fasilitator, motivator, pemimpin, komunikator, agen sosialisasi, pembimbing, pemberita Injil, imam dan nabi, teolog.
Sekolah dengan pendidikan Kristen bukan hanya menempatkan Tuhan sebagai pusatnya, tetapi harus jelas juga unsur religius dan moralnya, sebab hal ini kebutuhan fundamental tiap orang. Menempatkan Tuhan sebagai pusat artinya juga menempatkan Tuhan sebagai Pengajar (Ayub 36:22), yang tidak ada seorangpun dapat menasihati atau mengajari-Nya (Yesaya 40:14 dan dibandingkan Ayub 21:22), demikianlah yang dipaparkan dalam Kejadian 18:19. Tuhan yang sama itu pulalah yang memilih Abraham dan memerintahkan anak dan keturunannya supaya tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dalam kebenaran dan keadilan, agar janji Tuhan dipenuhi. Hal ini sesuai Amsal 22:6 dan Efesus 6:4.
Sasaran sekolah Kristen yaitu membimbing peserta didik dalam kehidupan yang memelihara iman kepada Tuhan. Sekolah Kristen bertujuan membentuk cara hidup secara Kristen di dunia, yaitu suatu kehidupan dengan rasa syukur yang disertai tanggungjawab, penyembahan, dan apresiasi.
Sekolah dengan pendidikan Kristen harus menolong peserta didik mengalami perjumpaan dengan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat. Keberdosaan manusia menyebabkan terputusnya hubungannya dengan Tuhan Sang Penyelenggara kehidupan juga keterpurukannya dalam bidang intelektual, moral, dan spiritualnya sehingga jauh dari kebenaran yang sejati. Di sinilah pentingnya kehadiran sekolah dengan pendidikan Kristen agar manusia mengenali dan kembali kepada citranya sebagai gambar dan rupa Tuhan (Kejadian 1:28). Kesadaran akan peran dan tanggungjawab yang besar inilah, maka pendidik (baik guru maupun orangtua) hendaklah bersandar dan bergantung secara penuh kepada otoritas Firman Tuhan dalam melaksanakan pendidikan. Sebab, pendidik juga manusia berdosa yang memerlukan pendamaian dan keselamatan di dalam Yesus Kristus. Bukan sekedar perjumpaan dengan Kristus yang perlu menjadi target sekolah dengan pendidikan Kristen, melainkan juga meneladani-Nya sebagai Guru Agung, yang memberikan perspektif komprehensif tentang hakikat dan tugas pendidikan.
Pendidikan Kristen adalah kesatuan proses. Artinya, pendidikan harus melihat manusia secara utuh, mampu berpikir, berpersepsi, berkeinginan, dan berkehendak. Pendidikan tidak boleh hanya mengisi kepala peserta didik dengan memperhatikan pengetahuan apa bagi mereka, melainkan juga pengetahuan bagaimana, di samping itu pengisian hati juga menjadi hal penting bagi mereka. Hal utama dalam sekolah dengan pendidikan Kristen adalah membentuk kualitas spiritual menjadi sentral dalam pembaharuan aspek-aspek lain dari manusia, yaitu pikiran, kehendak, emosi, hati, hati nurani, bahkan demensi fisiknya (Markus 12:30). Pendidik Kristen pun perlu mengajar peserta didiknya bagaimana berpikir, bagaimana belajar, dan bagaimana bekerja atau berbuat. Singkatnya, pendidikan harus bertujuan untuk mengembangkan natur esensial manusia menjadi sebuah kehidupan yang harmonis, penuh, kaya, dan indah. Pendidikan Kristen harus menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, yaitu bagaimana ia berpikir, bagaimana ia merasakan, dan bagaimana ia melakukannya. Sekolah dengan pendidikan Kristen diperuntukkan bagi kehidupan seutuhnya kerajaan Tuhan.
Rumusan pendidikan Kristen adalah,
Pengajaran bukan saja sebagai sains tetapi juga seni. Sebagai sains artinya proses pengajaran harus memenuhi hukum dasar, sedangkan keterlibatan eksepsi untuk mengetahui hukum itu adalah sebuah seni. Adanya tahapan pembelajaran dalam proses pendidikan Kristen yang dilihat dalam Terang Firman Tuhan (Amsal 1:7). Tahapan yang pertama adalah tata bahasa yang merupakan kajian secara keseluruhan tak sekedar soal bahasa saja, meliputi data-data, fakta-fakta, pengelompokan suatu operasi pengerjaan, dalam berbagai subyek seperti matematika, geografi, sejarah, bahasa, dan lain-lain. Tahapan yang selanjutnya adalah dialektika, yaitu tahapan yang berkaitan dengan logika, bagaimana data-data, fakta-fakta, demikian juga pengelompokan suatu operasi pengerjaan dapat tersajikan sedemikian rupa maupun hubungan-hubungan yang terjadi di antaranya maupun terhadap kebenaran dan sebagainya. Selanjutnya tahapan yang berikutnya adalah retorika, yaitu kajian bagaimana peserta didik berkeputusan setelah mempelajari sesuatu, bagaimana mereka mengkomunikasikan, juga bagaimana mereka menerapkan semua yang telah dipelajarinya menjadi gaya hidup yang memberikan perubahan.
Pengetahuan sejajar dengan tata bahasa (Amsal 19:27). Pengetahuan berhubungan dengan pendengaran dan seluruh penginderaan. Pemahaman sejajar dengan dialektika (Mazmur 111:10), yang memiliki komponen etika atau moral yang kuat, hal yang boleh dan yang tak boleh dilakukan, melakukan suatu tindakan tertentu dan tidak melakukan tindakan yang lain, maupun kajian antara keduanya. Kebijaksanaan sejajar dengan retorika (Amsal 15:2). Kebijaksanaan merupakan aplikasi dari pengetahuan dan pemahaman. Kebijaksanaan berusaha menjawab ‘bagaimana’. Demikianlah seluruh paket pembelajaran dalam sekolah dengan pendidikan kristen menurut Firman Tuhan (Amsal 2:6; Keluaran 35:35). Apapun yang sedang dipelajari peserta didik, sepatutnyalah para pendidik menghantar mereka menuju tahapan demi tahapan tersebut.
Oleh Anna Mariana Poedji Christanti – FSI Club Ministry.
Kepustakaan: