Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Ps. A. Aditya Sapta Jaya, Polisi Terpanggil Menjadi Pendeta




eBahana.com – Gereja merupakan satu-satunya institusi di bumi yang terkoneksi dengan surga yang mampu membawa perubahan. Sudah seharusnya gereja mampu menjadi jawaban atas setiap permasalahan. Namun, realitasnya gereja kian tidak peduli dan lebih sibuk dengan rutinitasnya.

Di tengah kesibukannya sebagai Polisi, hati Aditya Sapta Jaya pun hancur melihat realitas gereja saat ini. Ia pun terpanggil menjadi gembala Gereja Masa Depan Baru. Terlahir dan hidup dalam keluarga Kristen tidak lantas membuat Ps. A. Aditya Sapta Jaya tumbuh menjadi anak yang baik dan taat. Kehidupan masa mudanya tidak jauh beda dari kehidupan anak muda kebanyakan.

“Hampir semua jenis kenakalan pernah saya lakukan. Satu saja yang tidak pernah saya lakukan yaitu narkotika. Bahkan saya pernah pulang ke rumah dalam keadaan mabuk berat. Waktu itu, dengan penuh kasih dan perhatian badan saya di balur minyak oleh ibu. Bekas muntahan pun dibersihkannya,” ungkap suami Chyntia Anastasia ini.

Berkat Kasih dan Doa Ibu

Ps. A. Aditya Sapta Jaya merasakan betul bagaimana kasih dan kesetiaan ibu dalam Tuhan mampu mengubah kehidupannya. Setiap hari tanpa jenuh Endang Sri Sundari berdoa untuk anak-anaknya. Sang ibu sangat rajin beribadah dan mengikuti persekutuan doa. Ps. Aditya bisa merasakan betul bagaimana kuasa doa mampu mengubahkan kehidupan.

Pada 2003 Ps. A. Aditya Sapta Jaya diterima sebagai anggota POLRI. Namun, kala itu ia belum hidup baru. Pada 2007’an pertobatan terjadi dalam hidupnya. Saat itu ibunya jatuh sakit. Dari hasil diagnosis, dokter menyatakan bahwa ibu mengidap kanker rahim. “Saya merasa seperti disambar petir di siang bolong. Hati saya hancur. Saya pun bernazar. Jika ibu sembuh, ia mau mendedikasikan seluruh kehidupannya kepada Tuhan. Ternyata benar ibu bisa sembuh total tanpa obat, kemo, atau operasi.”

Sebelum bertobat Ps. A. Aditya Sapta Jaya menjalani hidup sebagai ‘Kristen KTP’. Meskipun sudah setia dan mencintai Tuhan dengan aktif pelayanan di gereja, tetapi ia merasa ada kekosongan dalam hatinya. Ps. Adit sempat prihatin melihat kondisi gereja yang hanya berfungsi sebagai institusi rohani.

“Pada 2008 saya doa dan merenungkan firman Tuhan. Saya melihat ada realitas yang bertolak belakang dan mencolok dari pola dan kehidupan gereja. Saya berfikir seharusnya keberadaan gereja itu bukan sebagai institusi rohani, melainkan sebagai institusi Kerajaan Surga. Seharusnya gereja itu menjadi pabrik yang melahirkan orang benar, tetapi itu tidak terjadi.”

Tidak Berambisi Menjadi Gembala

Sesungguhnya Ps. A. Aditya Sapta Jaya tidak berambisi untuk menjadi seorang gembala, apalagi ia sudah bekerja sebagai Polisi. Namun, dorongan Roh dalam dirinya begitu kuat. “Saya sempat bertanya kepada beberapa pendeta. ‘Bisakah seorang Polisi, apakah bisa menjadi pendeta? Ada pendeta yang menjawab susah, sudah ikut arus saja. Ada yang jawabannya sangat datar dan tidak memuaskan. Pada akhirnya saya diperjumpakan dengan Ps. Steven Agustinus. Dia memberikan jawaban dengan tegas. Pertama, saya diminta berdoa kepada Tuhan. Kedua, saya disuruh sekolah supaya bisa menduduki posisi strategis sehingga bisa memberikan kebijakan yang sesuai dengan kebenaran firman Tuhan,” ungkapnya.

Pada 2010 Tuhan mulai ungkapkan kembali realitas kehidupan gereja kepada Ps. A. Aditya Sapta Jaya. Selama belajar firman, Tuhan semakin memberikan tanggung jawab besar kepadanya. Tuhan mendorongnya untuk membuat gereja yang sesuai dengan pola Kerajaan Allah. Pada Mei 2013 kami mulai perintisan gereja dengan pola kerajaan. Ia memulainya dari 1 jemaat.

“Jika gereja dibangun dengan pola Kerajaan Surga pasti dampaknya akan luar biasa. Tuhan katakan, ‘di atas batu karang ini Aku mendirikan jemaatku. Alam maut tidak menguasainya.’ Maut itu bisa bermanifestasi dalam berupa kemiskinan, sakit penyakit, dan lainnya. Makanya tujuan kita sebagai hamba Tuhan adalah mengembalikan gereja kepada tujuan awal ketika Yesus memperkenalkan gereja.”

Langkah awal yang Ps. Aditya Sapta Jaya lakukan adalah membangun pondasi kehidupan gereja yang benar agar lebih kuat. Ia mulai merendam diri untuk tidak menerima undangan pelayanan kemana pun.

“Saya mulai membangun kehidupan roh dan dasar-dasar keyakinan saya. Keberadaan rasul, nabi, pemberita Injil, gembala, maupun pengajar itu untuk memperlengkapi orang kudus bagi pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh Kristus sampai mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Yesus Kristus. Artinya ketika gembala memiliki keyakinan yang benar, jemaat akan menjadi benar. Kemenangan gembala itu juga akan dinikmati oleh jemaat. Jadi, hidup saya sebagai gembala harus mampu menjadi contoh dan teladan bagi jemaat,” ungkap ayah dari Danielle Victory Aditya.

Menggembalakan dengan Benar

Ps. A. Aditya Sapta Jaya tidak berani menggembalakan dengan serampangan karena Tuhan akan berurusan dengan gembala yang hanya sibuk menggembalakan dirinya sendiri dan memanipulasi jemaat yang Tuhan percayakan. “Demikian sebaliknya, Tuhan akan membawa kembali umatnya yang terserak dan hatinya menjauh dari Tuhan sehingga mereka memiliki pemikiran yang benar. Tuhan juga akan membangkitkan para pemimpin yang takut akan Tuhan.”

Saat ini Ps. A. Aditya Sapta Jaya menggembalakan 25 orang jemaat. Namun, ia yakin bahwa Tuhan akan memakai jemaat yang kecil ini semakin terpandang, disegani, dan dihormati. Mungkin, secara jumlah tidak banyak, tetapi mereka akan menjadi pastor domain di dunia market place sehingga keberadaan jemaat bisa menjadi solusi, seperti kehadiran Yesus di dunia.

“Saya merasakan bagaimana korelasi antara bekerja di Kepolisian dengan pelayanan sebagai gembala. Melalui hidup kita sebagai kemah Tuhan seharusnya bisa membuat orang lain mengalami realitas Tuhan, sama seperti apa yang kita alami. Saya tugas di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) POLRESTA Yogyakarta, tempat datangnya segala pengaduan. Pernah suatu kali datang aduan seorang istri yang meminta cerai istrinya. Beberapa orang sudah mencoba untuk memediasi, tetapi sang istri kekeh minta cerai. Akhirnya saya bertemu dan berbincang dengan mereka. Saat itu saya berikan pemahaman dan pengertian, akhirnya mereka tidak jadi bercerai. Nah, hal seperti ini seharusnya terjadi pada kehidupan semua orang percaya,” ungkapnya.

Gembala merupakan kunci kegerakan. Hidup gembala bukan dengan bergantung dari jemaat, melainkan bergantung penuh kepada Tuhan. Seorang gembala harus semakin peka dengan suara Tuhan dan mampu memberikan teladan kepada jemaat agar bisa menggembalakan dengan pemahaman dan pengertian yang benar, seperti isi hatinya Tuhan. Naf



Leave a Reply