Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pendeta Ngepank Menghapus Marginal




Kolong jembatan, sungai banjir kanal timur menjadi tempat yang sejuk untuk berteduh, di kala sinar matahari yang jatuh tepat diatas kepala ini terasa begitu menyengat. Bau busuk dari air sungai yang berwarna hitam pekat seakan menjadi aroma dupa yang tidak pernah hilang.

Sembari merunduk Agust Sutikno (41) mengajak serta Bahana memasuki kolong jembatan. Mata ini pun langsung tertuju ke besi penyangga jembatan. Tulisan ayat firman Tuhan tertulis jelas di setiap besi penyangga itu berada. Inilah tempat Agust Sutikno melayani mereka yang termaniginalkan.

Kehidupan jalanan yang syarat dengan kejahatan dan kekerasan merupakan tempat di mana Agust dibesarkan. Namun, dari kehidupannya yang gelap itulah ia dipanggil dan diutus Tuhan untuk menjangkau kaum sebangsanya.

Dengan tubuh penuh tato, rambut yang terurai, celana levis yang robek-robek, dan sepatu boot membuat Agust terlihat ngepank. Sepintas tidak ada yang terlihat istimewa dalam diri Agust Sutikno. Tidak sedikit orang belum negenalnya menaruh curiga dan merasa takut. Pengaruh kehidupan jalananlah yang telah membuat dirinya menjadi seperti ini.

Agust lahir dan dibesarkan dari keluarga dan lingkungan non Kristen di Probolinggo. Di lingkungan sekitar rumahnya banyak sekali orang Madura. Sedari anak-anak sampai remaja ia tidak pernah tahu siapa itu Yesus. Mendengar Nama-Nya saja saya tidak pernah. Yang saya tahu hanyalah kehidupan gelap. “Kehidupan saya saat itu bisa dibilang sudah rusak dan keras. Saya suka pakai narkoba, mencuri, dan kehidupan malam,” kisah pria kelahiran Probolinggo, 17 Agustus 1975, ini.

 

Ditolak Gereja

Kehidupan kelam yang Agust jalani tidak lantas membuatnya merasa nyaman. Agust sering resah dan gelisah, tetapi ia sering mengabaikannya. Namun, semakin ia berusaha mengabaikan hal tersebut, ia malah semakin merasa tidak keruan. Akhirnya pada 1990 Agust bermimpi bertemu Yesus dan merasakan kelegaan. Akhirnya, Agust pun berusaha untuk mengenal Yesus. Ternyata untuk mengenal Yesus tidak semudah yang ia bayangkan. Selain lingkungan, Agust sering ditolak ketika masuk gereja dan ingin belajar mengenal Yesus.

“Perjuangan saya untuk mengenal Kristus tidaklah mudah, apalagi dengan gaya pakaian yang ngepank dan badan penuh tato. Setiap kali saya masuk gereja dan mengutarakan maksud dan tujuan saya, banyak gereja langsung menolak dan pasang benteng. Menghadapi penolakan tersebut saya sempat berputus asa.”

Di tengah keputusasaan itu akhirnya saya diperjumpakan dengan Pdt. Febe Nonny Tumbel Londong, seorang Gembala Gereja GPdI Kraksaan, Probolinggo. Dengan penuh kesabaran dan kasih, Ibu Gembala membimbing dan mengajarkan tentang karakter dan pribadi Yesus Kristus kepada Agust.

Atas bimbingan Pdt. Febe Nonny Londong Agust pun mulai lahir baru, menerima Yesus secara pribadi dan kepenuhan Roh Kudus. Tanpa sepengetahuan Pdt. Febe, Agust sempat mengonsumsi narkoba lagi. Hal tersebut ia lakukan di kamar mandi gereja. Namun, Sebelum mengonsumsi narkoba ia sempat berjanji kepada Tuhan bahwa ini untuk yang terakhir kalinya. Akhirnya dengan sempoyongan karena pengaruh narkoba, Agust pulang ke rumah.

Anak Pank Sekolah Alkitab

Setelah beberapa bulan bisa mendapatkan kesempatan belajar mengenal pribadi Yesus di Gereja GPdI Filadelfia Kraksaan, Probolinggo, ia pun merasakan ada dorongan yang sangat kuat yang timbul dari dalam dirinya untuk sekolah Alkitab. “Hal ini saya utarakan kepada Pdt. Febe dan beliau merekomendasikan agar saya sekolah Alkitab di Sekolah Alkitab Magelang milik sinode GPdI. Di situlah saya digodog. Selama 5 tahun lamanya saya dibentuk dan dipersiapkan untuk terjun di dunia pelayanan,” ungkapnya.

Usai menjalani pendidikan di Sekolah Alkitab Agust Sutikno sempat merasakan kecewa karena tidak pernah ditempatkan atau di utus praktik di satu gereja pun. Bahkan surat tugas juga tidak pernah ia terima. Sementara, teman-teman yang lainnya begitu mudah dan cepatnya mendapatkan surat tugas dan pengutusan. Ia merasakan ada diskriminasi yang nyata dalam hidupnya. Meskipun demikian, Agust masih bisa bersyukur karena Tuhan masih memberi kekuatan dan memampukannya. “Secara daging saya kecewa dengan diskriminasi yang terjadi. Namun, entah mengapa dalam hati saya diberi satu kekuatan dan keyakinan yang luar biasa untuk tetap melangkah maju.”

Menjangkau Kaum  Marginalkan

Agust pun tidak mau hidup terkungkung dan larut dalam permasalahan tersebut. Ia pun berusaha memberanikan dirinya untuk pergi ke Semarang. Bukan ke gereja tempat para hamba Tuhan bertoga dan berdasi serta gedung yang penuh ingar-bingar alat musik dan tepuk tangan jemaat yang menjadi tujuannya, melainkan ke kolong jembatan, tempat lokalisasi, tempat mangkal para waria, dan tempat kaum marginal tinggal. Lebih tepatnya Tuhan mengutus Agust Sutikno kembali ke tempat di mana ia diangkat oleh Tuhan Yesus untuk melayani kaum sebangsanya. “Dalam keterbatasan saya mendirikan Kairos Ministry untuk menjangkau anak-anak jalanan, pendampingan para PSK dan Waria, saya juga berusaha menyekolahkan anak jalanan, anak-anak PSK yang terlantar,” ungkapnya sembari bercanda dengan anak-anak binaannya.

Di ladang pelayanan yang tandus dan berat inilah Agust membaktikan dirinya kepada Tuhan menjadi hamba untuk menjangkau mereka yang terbuang. Menghapus kaum marginal “Kalau bukan saya, siapa lagi yang akan memperkenalkan Yesus Sang Juruselamat kepada mereka. Dahulu saya sempat frustrasi tidak kunjung menerima surat penugasan, kini saya tahu ternyata Tuhan mengutus saya untuk menjangkau kaum sebangsaku di tempat di mana saya diangkat derajatnya oleh Tuhan. Dari yang dahulunya tidak berguna, kini bisa menjadi berguna bagi mereka yang termarginalkan.”

Tuhan Berikan Seorang Penolong

Dalam pergumulan berat Agust terus berusaha menghadapi medan pelayanan ini. Ternyata Tuhan tahu apa yang menjadi pergumulannya selama ini. Sebagai mantan anak punk, Agust sempat tidak yakin bakal ada wanita yang mau menjadi istrinya. Agust juga merasa ia tidak memiliki apa-apa. Ternyata Tuhan pun kirimkan seorang penolong. Tidak tanggung-tanggung Tuhan antarkan Yolanda Sopacua (32), seorang anak pendeta yang akhirnya menjadi tambatan hati Agust. “Saya merasakan bahagia sekali ketika Tuhan kirimkan seorang penolong yang sepadan yang mampu menopang pelayanan saya. Meskipun dengan menikahi Yolanda saya harus menghadapi pertentangan yang kuat dari orangtuanya. Secara manusiawi wajar saja orangtuanya menentang putrinya menikah dengan orang yang tampangnya seperti saya ini,” cerita Agust sembari tertawa lepas.

Meskipun Agust Sutikno sudah menikah dengan Yolanda Sopacua, orangtua Yolanda belum juga bisa menerima kenyataan ini. Namun, setelah Agust dan Yolanda dikaruniai seorang putri cantik, Micele Princess Heavenly (6), ditambah mertuanya tahu apa yang menjadi pelayanan Agust, hati mereka pun luluh.

Sebagai Pendiri Yayasan Hati Bagi Bangsa Agust memiliki harapan yang sangat besar untuk anak-anak binaannya. Ia ingin agar mereka jangan mudah menyerah. “Saya juga rindu bisa memiliki rumah singgah untuk mereka karena rencananya pada 2017 bantaran sungai banjir kanal timur, tempat anak binaan saya tinggal akan digusur. Dalam ketidakberdayaan ini saya terus berdoa kepada Yesus agar Tuhan sediakan tempat yang terbaik bagi mereka,” ungkapnya. Naf



Leave a Reply