Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Bangun Gereja Mandiri di Tempat Terpencil




eBahana.com – Pdt. Andreas Walidi menginjakkan kaki di Kota Wonogiri tahun 1981. Dengan fasilitas gereja yang minim dan jemaat yang sedikit, ia tetap melayani sepenuh hati.

Pdt. Andreas Dharmadi membangun serta mengembangkan gereja di daerah terpencil, tepatnya di Jl. Raya Sukorejo 1 RT 008/10, Wonogiri tidaklah mudah. Namun, Bagi pria yang lahir 26 Desember ini, selama gereja yang ia layani mengandalkan Tuhan, dengan sendirinya gereja akan berkembang dan bertumbuh. Demikianlah iman yang ia percaya sejak awal.

Terpanggil Sejak Belia
Sejak belia, saya sudah terpanggil melayani Tuhan. Namun, tidak disangka Tuhan memanggil saya menjadi hamba Tuhan sepenuh sepenuh waktu. Sejak SMA kelas 1 sudah terpanggil melayani Tuhan. Ada kerinduan yang berkobar bagi Tuhan. Kemudian saat kelas 3 saya pindah ke Karanganyar, Surakarta. Setelah lulus saya ke Semarang tinggal di sebuah gereja sambil melayani sebagai koster gereja. Akhirnya saya berkesempatan untuk sekolah teologi di Akademi Teologia Baptis Indonesia (ATBI) selama dua tahun. Sambil kuliah saya bekerja sebagai sekretaris di gereja Baptis Semarang, kemudian melanjutkan kuliah Sekolah Tinggi Teologi Baptis (STBI) Semarang.

Lulus dari STBI Semarang, saya dipanggil untuk melayani gereja Baptis di Pekalongan. Tiga tahun lamanya
saya menjabat sebagai gembala sidang.

Tiga tahun melayani di Pekalongan lalu kami terpanggil melayani di Gereja Baptis Palembang. Di Palembang
melayani selama dua tahun, kemudian terpanggil untuk melayani gereja Baptis di Wonogiri tahun 1981. Rencana Tuhan tidak ada yang salah, walaupun harus meninggalkan gereja tempat saya melayani sebelumnya, dengan fasilitas yang cukup dan daerah yang tidak terpencil saya tidak menyesal. Waktu kami datang ke gereja Baptis Wonogiri ini, keadaannya memang sangat memprihatinkan. Sudah lama tidak ada yang menggembalakan jemaat di gereja ini.

Memulai dari Nol
Kalau Tuhan sudah menempatkan saya di daerah terpencil ini, artinya Dia tahu bahwa kapasitas saya mampu untuk mengembangkan gereja di tempa ini. Meskipun dengan gedung gereja yang masih seperti rumah berukuran kecil, jelek, dan jemaat mula-mula hanya 7 orang, namun sesungguhnya di sinilah awal dari pelayanan saya. Bagi saya memulai pelayanan dari titik nol, akan jauh lebih baik, karena saya akan lebih
mengerti makna melayani sama seperti Yesus ketika melayani kaum marjinal.

Pada tahun 1982, awalnya gereja ini masih gereja cabang, lalu satu tahun kemudian kami berusaha dan
memberanikan diri menjadi gereja mandiri. Satu tahun di sini saya melihat Tuhan memberkati saya, gereja ini,
juga jemaat yang ada. Dari jumlah awal jemaat hanya 7 orang, namun dalam waktu satu tahun Tuhan mampu
menambah jiwa menjadi 52 orang. Dari 52 orang ini yang menjadi jemaat tetap dan punya hati untuk gereja,
saya melihat mereka mulai bertumbuh dan dewasa secara rohani. Kini Tuhan mempercayakan kepada kami 300 orang jemaat di tempat terpencil ini.

Dari tahun ke tahun Tuhan memberkati gereja Baptis Wonogiri ini. Oleh anugerah-Nya Tuhan menjadikan gereja ini sebagai gereja mandiri. Akhirnya kami bisa membuka beberapa cabang yang siap mandiri. Bahkan, rumah jelek yang dipakai sebagai gereja ini pun, berubah menjadi gereja yang berdiri megah lengkap dengan alat-alat musik. Meskipun gereja ini berada di tempat terpencil, kini Gereja Baptis Wonogiri sudah memiliki empat cabang.

Kenangan Manis & Persiapan sebelum Pensiun
Tak terasa sudah hampir tiga puluh tahun saya menggembalakan gereja Baptis di kota kecil ini, namun saya
tidak pernah merasa bosan ataupun lelah. Perhatian dan kasih yang diberikan jemaat bagi keluarga saya membuat saya betah melayani Tuhan di tempat ini.

Sejak awal saya datang, jemaat sungguh-sungguh memperhatikan keluarga saya. Saya sangat menghargai mereka karena meskipun hidup di desa dengan hidup yang pas-pasan, namun masih tetap menabur untuk pelayanan. Mereka juga setia memberi perpuluhan. Layaknya Tuhan memelihara burung pipit di udara, begitulah Tuhan memelihara saya, istri, dan tiga orang anak lewat para jemaat. Oleh karena itu sampai saat ini saya selalu memusyawarahkan segala sesuatu mengenai gereja ini, karena saya menekankan bahwa kita ini
adalah keluarga sehingga mereka punya rasa memiliki gereja ini.

Sebenarnya dari beberapa tahun yang lalu saya sudah mengajukan surat pensiun menggembalakan kepada
sinode, tapi karena memang belum ada yang menggantikan saya maka sinode meminta saya untuk sementara
menggembalakan sampai ada pengganti. Namun, saya tahu bahwa Tuhan yang menginginkan. Oleh karena itu dalam waktu dua tahun ini saya sedang menunggu sinode mencari pengganti saya. Sambil menunggu, saya mempersiapkan jemaat menjadi pelayan Tuhan yang mandiri serta makin bertumbuh lebih dewasa dan pada akhirnya memimpin. Tidak hanya jemaat dewasa tetapi anak-anaknya pun bisa ikut melayani Tuhan. Puji Tuhan! Anak-anak di tempat ini sering disebut anak desa, namun mereka memiliki talenta bermain musik sehingga menjadi berkat bagi gereja ini. Kini selain jemaat dewasa yang memiliki band, anak-anak pun memiliki band sendiri.

Rindu Gereja Mandiri di Tempat Lain Saya yakin dengan kesatuan seperti ini, maka ke depan pasti gereja ini
bisa makin kokoh bahkan mungkin membuka banyak cabang lagi di daerah-daerah terpencil lainnya. Dengan
membangun kelompok-kelompok sel yang dinamakan Kelompok Pembinaan Warga (KPW), pasti akan mendukung pelayanan gereja di Tempat ini. Yang pasti banyak jiwa dimenangkan bagi kerajaan-Nya. Sampai akhirnya saya nanti berhenti menggembalakan dan meninggalkan tempat ini, saya ingin untuk terakhir saya ingin merenovasi gereja ini lagi. Namun, yang utama yaitu saya berharap gereja ini sungguh-sungguh mandiri, artinya gembala hanya sebagai pelengkap saja sehingga gereja bisa melahirkan gereja mandiri lainnya. Bagi saya lebih baik sepuluh pekerjaan dikerjakan oleh sepuluh orang daripada sepuluh pekerjaan dikerjakan oleh satu orang. Dengan begitu saya yakin hasilnya akan maksimal. Untuk hal ini, saya sedang melatih jemaat.

Bila Anda menanyakan suka duka pelayanan jelas banyak sekali. Untuk duka mungkin lebih banyak, tapi saya menerimanya dengan sukacita. Maka, sukacita lebih banyak dibanding dukacitanya. “Puji Tuhan hehehe,” ungkap Pdt. Andreas Dharmadi mengakhiri pembicaraan.

Pdt. Andreas Dharmadi adalah Gembala Sidang Gereja Baptis Indonesia (GBI) Wonogiri, Jawa Tengah. Ditulis berdasarkan wawancara Tri Oktaviani Moniharapon.



Leave a Reply