Pengumuman Penting!
eBahana.com – Anastasia Mekar Hani Kusuma Pertiwi: Pengumuman kelulusan tiba! Siapa yang tak berdebar? Aku dan semua teman-teman menunggu dengan cemas. Bukan hari itu saja tapi juga hari-hari bahkan minggu-minggu sebelumnya. Semua berharap, lulus.
SMEA Tarsisius Semarang. Murid kelas tiga yang beberapa hari sebelumnya libur, masuk sekolah. Bukan untuk belajar. Hari itu, hari yang sangat penting. Hari bersejarah bagi kami semua, kelas tiga SMU di seluruh Indonesia. Hari yang ditunggu-tunggu oleh kami dan tentunya keluarga masing-masing. Pengumunan penting!
Papan pengumuman itu ditempel kertas putih berisi semua nama murid peserta ujian. Dari semua arah
berhamburan menuju papan. Wajah-wajah penuh harap, untuk satu kata, lulus. Bagi para juara kelas, mereka
yang selama ini duduk di sepuluh besar tentu harapannya tak hanya lulus tapi, lulus dengan nilai bagus, punya nem okey.
Sepi di Tengah Sorak
Hatiku benar-benar cemas. Melangkah menuju papan. Entah berapa kali aku berdoa. Mohon Tuhan ‘meluluskan’ . Sadar betul aku hanyalah murid yang sedang-sedang saja. Kubaca, menyisir nama-nama. Beberapa menit kemudian terdengar suara teriakan “Aku lulus… lulus!”, “Horeeee…..”, ‘’Siipppp…..”, ‘Asyikkkkk……”. Tawa gembira berderai-derai disusul tawa yang lain.
Mataku mencari tulisan namaku dengan perasaan tak menentu. Ya itu dia, namaku. Kubaca berulangkali tanpa suara. Berharap salah baca. Aku tidak lulus. Tuhan! Di hatiku ada jeritan yang menyesakkan dada. Setelah yakin bahwa tidak salah baca, kutinggalkan papan super penting itu. Tubuhku lunglai. Hampa. Kakiku seolah tak sanggup berjalan. Terdiam, kujauhi kerumunan. Teman-teman yang lulus senang tak terkira. Ada yang melompat-lompat, berpelukan, dan tertawa bersama. Tak lama kemudian aksi corat-coret seragam. Membubuhkan tanda tangan dengan spidol yang sudah dipersiapkan.
Semua terlihat bahagia. “Tuhan, tolong, kuatkan aku,” doaku. Kutahan air mataku tapi tak mampu. Pertahanan jebol. Pipiku basah. Kutinggalkan sekolah. Perasaan kecewa dan malu menyusupi relung hati. Aku telah gagal.
Para Motivator
Bagaimana perasaan mamah dan papah? Mereka pasti sangat kecewa terhadapku. Yah..aku telah meruntuhkan harapan mereka. Tetangga, orang-orang gereja pasti akan bertanya tentangku. Terbayang papah yang bekerja sebagai tukang parkir. Ia bekerja keras, berusaha supaya anak-anak bisa sekolah, mendapat pendidikan layak.
Mau ke mana? Aku tidak siap pulang. Tapi ke mana? Tiba-tiba teringat Sudiyanto, sahabatku sejak SMP. Kuberjalan ke Peterongan, menuju rumah Yanto. Lunglai gontai, “Kenapa kamu, Han?” tanya Yanto melihat kedatanganku yang tiba-tiba dengan wajah kucel dan mata merah. “Aku nggak lulus, Yan. Malu setengah mati, isin tenan aku.” Yanto segera menangkap situasi hatiku. “Han, nggak lulus tahun ini nggak berarti gagal seluruh hidupmu. Berdoa dan bangkit belajar untuk ikut ujian tahun depan. Kegagalan tidak boleh membuat kita berhenti,” Yanto menguatkan dan mengantarkan pulang.
Kutemui papah dan mamah di dapur. Papah sedang memasak nasi, mamah mencuci piring. “Mamah sama papah nggak marahin kamu, Nok. Kamu harus tetap semangat,” kata mamah setelah kusampaikan kegagalanku. Air mataku makin deras mendengar kata-katanya. “Nok, ndak boleh putus asa ya…masih ada kesempatan tahun depan, kan?” kata papah dengan suara yang sangat teduh.”
Sebulan aku mengurung diri di rumah. Berdoa, instropeksi, caraku belajar dan penggunaan waktu. Lantas bekerja di pabrik jamu dan mengikuti kembali ujian tahun 2007. Tanpa harus sekolah setiap hari. Beberapa guru, bu Afi, pak Iwan, dan pak Arif mendampingiku dan anak-anak yang tidak lulus di tahun 2006 untuk belajar bersama. Puji Tuhan, aku lulus. Terimakasih Yanto, guru-guru, terlebih mamah dan papah. Telah menjadi motivator saat putus asa mendera. Karena pengumuman penting yang pernah membuatku hilang harap.
Kini aku bekerja di Pusat Pengembangan Anak di GKMI Sola Gratia, Semarang sebagai mentor. Tak pernah kusangka, Tuhan membawaku ke pelayanan ini. Semoga aku dapat mendampingi anak-anak dengan kasih Tuhan. Akan selalu kukatakan kepada mereka, di dalam Dia selalu ada harapan.
Seperti Kisah Hani kepada Niken Simarmata.