Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Bersama Merangkai Indonesia




Yogyakarta, eBahana

Peristiwa intoleransi marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia, dari gereja kesulitan memperoleh ijin, rumah ibadah dibakar, tidak terima teguran bahkan balik menuntut hukum, larangan merayakan hari besar, aliran kepercayaan tidak mendapat pengakuan pemerintah dan berbagai peristiwa lain. Ini menjadi ironi mengapa intoleransi terhadap perbedaan masih terjadi pada hal sebenarnya dari keberagaman terwujud Indonesia. Keberagaman merupakan kenyataan di Indonesia yang mestinya terus dilestarikan, tetapi kesadaran akan keberagaman ini tidak muncul begitu saja, perlu upaya untuk menumbuhkannya.

Kesadaran akan keberagaman ini menjadi semangat Stube-HEMAT Yogyakarta sebagai lembaga pendampingan dan pengembangan Sumber Daya Manusia khususnya mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang kuliah di Yogyakarta mengadakan pelatihan Multikultur dan Dialog Antar Agama dengan tema Bersama Merangkai Indonesia di Wisma Pojok Indah, Sleman (6-8/03/2020) yang mempertemukan tiga puluh enam mahasiswa Kristen, Katholik, Islam dan Hindu dari berbagai daerah yang kuliah di Yogyakarta bersama praktisi lintas iman dengan metode kreatif demi tumbuhnya kesadaran akan keberagaman di Indonesia dan kemauan berinteraksi lintas iman untuk mewujudkan kerukunan dan perdamaian di Indonesia.

Akan tetapi, interaksi lintas iman kadang “mandeg” atau tidak terwujud karena ada penghalang berupa prasangka dari pemeluk satu agama terhadap pemeluk agama lain, seperti “truth claim”. Beberapa orang meng klaim bahwa agamanya sendiri yang paling benar, sedangkan agama lain tidak. Kuantitas juga sering menjadi prioritas. Pemeluk agama yang lebih banyak mesti mendapat prioritas dan bahkan menganggap agama lebih baik dibanding aliran kepercayaan. Hal seperti inilah yang semestinya mulai dihilangkan dalam kehidupan mahasiswa dan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Pdt. Dr. Wahyu Nugroho, M.A., mengungkap bahwa prasangka-prasangka harus dihilangkan karena menjadi penghalangnya, karena itu perbanyak bertemu dan duduk bersama, bukan mencari perbedaan masing-masing, melainkan menemukan kesamaan yang ada di masing-masing agama dan kepercayaan, misalnya ajaran kebaikan, keberpihakkan pada kemanusiaan, mengentaskan kemiskinan, penyelamatan lingkungan, dan lainnya.

Selain itu, untuk membangun kesadaran dalam interaksi lintas iman, praktisi studi agama-agama, Muryana, S.Th.I., M.Hum., mendorong para mahasiswa tidak hanya mendalami agamanya sendiri. “Mengenal dan memahami ajaran agama dan kepercayaan lain itu sangat penting. Dengan pengenalan ini, sebagai mahasiswa kita memiliki bekal untuk berinteraksi lintas iman,” ungkapnya.

Demi memperlengkapi pengalaman berinteraksi lintas iman, panitia mengajak para mahasiswa berkunjung dan berdialog dengan pemuka agama lain di Vihara Karangdjati, Pura Jagadnatha, Pondok Pesantren Lintang Songo dan Klenteng Tjen Ling Kiong. Ini menjadi menarik karena sebagian besar peserta mengaku baru pertama kali berkunjung di rumah ibadah agama lain.

Kesempatan bertemu dan berdialog langsung ini tentu akan menjadi pengalaman otentik mahasiswa dalam berinteraksi lintas iman. Harapannya, dengan pengalaman ini mereka menjadi agent of change menggerakkan masyarakat untuk mewujudkan perdamaian di tengah keberagaman, Bersama Merangkai Indonesia.

Oleh Trustha Rembaka.



Leave a Reply