Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Manusia Baru – Kemana Tujuan Kita – Bagian 7




eBahana.com – “Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus” (Roma 6:11).

Seperti Yohanes Pembaptis berkata mengenai Yesus, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yohanes 3:30). Prinsip ini untuk kita semua. Ia, Yesus (manusia baru), harus makin besar, namun aku (manusia lama) harus makin kecil. Hanya dalam proporsi manusia lama menjadi kecil, manusia baru bisa menjadi besar. Harus ada kematian sebelum bisa mengalami kebebasan untuk hidup dalam panggilan hidup baru.

Meskipun demikian, manusia lama tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Kita harus berurusan dengannya dalam dua tahap. Pertama kita menerima dengan iman apa yang Allah katakan mengenai manusia lama: “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa” (Roma 6:6). Itu fakta sejarah yang dinyatakan dalam Firman Allah. Kita harus menerimanya dengan iman. Kita menerima catatan Kitab Suci bahwa eksekusi terjadi pada Yesus ketika Ia mati di salib. Iman kita berpegang pada pernyataan-pernyataan Firman Allah dan kita menganggap diri kita mati. Kita menganggap manusia lama kita mati, di eksekusi, dan kita menganggap diri kita hidup

bagi Allah dalam Yesus Kristus. Kita menegaskan hidup dan bekerjanya manusia baru.

Kedua, proses yang Paulus gambarkan harus ditindak lanjuti secara progresif. Kita memperhitungkannya benar, sekali untuk selamanya, namun kita mengerjakannya dalam hidup sehari-hari kita. Paulus melanjutkan:

“Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.

Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran” (Roma 6:12-13).

Manusia lama akan mencoba terus bertindak seolah-olah ia masih memiliki hak dan seolah-olah kita masih harus berserah padanya dan membiarkannya dengan jalannya. Kita harus terus menerus menyangkal tuntutan-tuntutan manusia lama. Yesus berkata langkah pertama dalam mengikuti-Nya adalah menyangkal diri kita, dan menyangkal berarti mengatakan tidak. Jadi setiap kali manusia lama mencoba memaksakan dirinya kembali, bertindak dan mengambil kendali, kita katakan, “Tidak. Kamu tidak memiliki klaim. Kamu mati. Aku tidak akan berserah padamu.”

Pada sisi positif, kita mempersembahkan diri kita pada Roh Kudus. Kita menyerahkan anggota-anggota kita – setiap bagian dari tubuh dan kepribadian kita – pada-Nya. Kita harus membiarkan Roh Kudus datang masuk dan mengambil kendali. Ketika kita melakukan itu,

hasilnya ketaatan. Itu cara manusia baru bekerja – dengan ketaatan, dan dengan berserah. Manusia baru bertolak belakang dengan pemberontak, yang diekspresikan dalam ketidaktaatan.

Paulus mengatakan pada kita, “supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:23-24).

Kita belajar beberapa hal dari sini yang menolong kita dalam ketaatan. Pertama, manusia baru dihasilkan oleh tindakan kreatif Allah. Bukan sesuatu yang manusia bisa hasilkan dengan usaha- usahanya sendiri – dengan agama atau perbuatan-perbuatan baik atau legalisme. Selanjutnya, tindakan kreatif Allah keluar dari kebenaran; yakni, kebenaran Firman Allah. Bertolak belakang dengan manusia lama, yang adalah produk kebohongan Satan. Sebagai tambahan, kodrat manusia baru digambarkan dalam dua kata: “kebenaran” dan “kekudusan.” Dan terakhir, Paulus berkata manusia baru dalam rupa dan gambar Allah. Manusia baru diciptakan sesuai tujuan awal Allah untuk manusia dan dalam manusia baru, gambar dan rupa Allah di restorasi.

Dalam Kolose, Paulus memberi kita pengarahan lebih jauh:

“Jangan lagi kamu saling mendustai, karena kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kolose 3:9-10).

Disana kita melihat dua sisi dari koin:

program Allah untuk manusia lama dan program Allah untuk manusia baru. Untuk menolong kita mengerti tujuan, kodrat awal dan respons manusia baru, berikut empat pertanyaan: pertama, bagaimana manusia baru di hasilkan? Kedua, bagaimana kita membawa pribadi baru didalam kita ini pada kedewasaan? Ketiga, apa program Allah untuk manusia baru? Keempat, apa tanggung jawab akhir kita?

Bagaimana manusia baru di hasilkan? injil Yohanes memberi kita pernyataan mengenai asal usul manusia baru:

“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama- Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Yohanes 1:12-13).

Manusia baru di hasilkan melalui kelahiran. Dalam Yohanes 3:5 Yesus menggambarkan kelahiran baru sebagai “lahir dari air dan Roh.” Petrus mengatakan pada kita: “Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal” (1 Petrus 1:23).

Benih kekal abadi ini, pertama, Firman tertulis Allah. Ilahi, tidak fana dan kekal. Kodrat yang dibawanya demikian pula ilahi, tidak fana dan kekal. Dengan kata lain, sementara kita menerima Firman tertulis dengan iman dan mentaatinya, Roh Allah membawa didalam kita kodrat Allah – ilahi, tidak fana, kekal.

Benih kekal abadi ini juga direferensi pada Yesus Sendiri, Firman yang menjadi manusia. Dalam Yohanes 1:1, titel “Firman” Allah digunakan tiga kali dalam satu ayat: “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Itu mengacu pada Satu yang dimanifestasi dalam waktu dan dalam kedagingan manusia sebagai Yesus dari Nazaret. Dalam Wahyu kita mendapatkan gambaran Yesus kembali ke bumi dalam kemuliaan dan kuasa untuk memerintah: “Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: “Firman Allah” (Wahyu 19:13).

Injil adalah Firman Allah yang diberitakan dan Yesus adalah Firman Allah yang hidup. Ada hubungan langsung antara keduanya. Ketika kita menerima dan percaya Firman yang diberitakan, bekerja seperti benih. Benih itu membawa dalam kita, dengan operasi Roh Kudus, melalui ketaatan kita, kodrat baru. Kodrat baru ini seperti benih yang membawanya – ilahi, kekal dan tidak fana. Manusia lama secara esensial fana (korup).

Manusia baru tidak fana, menghasilkan dalam kita kodrat Anak Allah, Yesus Kristus.

Bagaimana kita membawa manusia baru ini pada kedewasaan, untuk memenuhi tujuan-tujuan Allah dalam kita? Kembali sekali lagi pada Efesus 4, kita melihat antara “menanggalkan manusia lama” (ayat 22) dan “mengenakan manusia baru” (ayat 24), Paulus berkata ada sesuatu yang kita perlu lakukan. Kita harus “dibaharui di dalam roh dan pikiran kita” (ayat 23). Sesuatu harus terjadi dalam pikiran kita – perubahan total dalam pikiran kita – perubahan total dalam cara kita berpikir.

Ini hanya bisa dicapai melalui Roh Kudus. Karena itu, referensi pada kata “roh.” Dimana sebelumnya pikiran kita dikuasai dan dikendalikan oleh kebohongan-kebohongan Satan, sekarang kita harus membuka pikiran kita pada Roh Kudus, roh kebenaran, yang membawa kita pada kebenaran Allah.

“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2).

Paulus menginstruksikan kita untuk tidak menyesuaikan diri pada dunia ini – yakni, tidak membiarkan manusia lama memperoleh kehendaknya dalam hidup kita. Sebaliknya, kita ditransformasi, untuk mencari tahu kehendak Allah, yang mendewasakan manusia baru. Dalam Efesus 4 dan Roma 12, Paulus menegaskan satu fase esensial dalam proses mengkultivasi manusia baru adalah memperbaharui pikiran kita, pekerjaan Roh Kudus. Paulus, dalam doa bagi orang-orang Kristen di Efesus, menggambarkan lebih jauh apa yang perlu terjadi: “Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemulian bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus” (Efesus 1:18).

“Harapan panggilan-Nya” adalah perkembangan penuh manusia baru. Namun sebelum kita bisa tahu itu, mata hati kita harus diterangi oleh Roh Kudus. Implikasinya hati kita telah berada dalam kegelapan dan dalam ketidaktahuan (kebodohan). Roh Kudus harus membawa terang kebenaran pada kita. Dan melalui kebenaran, mata hati kita diterangi dan kita bisa melihat dengan jelas panggilan Allah buat kita dalam manusia baru.

Roh Kudus menolong kita melakukan itu melalui penggunaan Kitab Suci sebagai cermin. Yakobus mengatakan pada kita beberapa orang melihat kedalam Firman Allah namun pergi meninggalkan tanpa perubahan. Mempresentasi Firman Allah pada orang-orang seperti itu tidak menghasilkan kebaikan permanen karena meski mereka melihat kemiripan mereka yang ditunjukkan dalam cermin, mereka berjalan pergi dan melupakan apa yang cermin tunjukkan pada mereka, ketimbang mengambil tindakkan yang tepat. Alternatifnya, Yakobus berkata, “Tetapi barangsiapa ‘meneliti’ hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia ‘bertekun’ di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya” (Yakobus 1:25). Dalam Alkitab “New American Standard” kalimat terakhir “ia akan berbahagia oleh perbuatannya,” ditulis “this man will be blessed in what he does,” atau ia akan diberkati dalam apa pun yang ia lakukan.

Cermin sebenarnya menunjukkan pada kita kedua kodrat, kedua manusia lama dan baru.

Menunjukkan kita, pertama, apa kodrat kita: manusia lama. Dan lalu, jika kita menerima gambaran itu, namun percaya apa yang Allah janjikan, cermin juga menunjukkan, kita bisa jadi apa melalui kasih karunia – manusia baru. Ini apa yang Paulus katakan dalam 2 Korintus 3:18:

“Dan kita semua mencerminkan (Firman Allah) kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak terselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita ‘diubah’ menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.”

Perhatikan kata “diubah.” Ingat Paulus berkata kita harus diubah dengan memperbaharui pikiran kita. Sebenarnya, pikiran kita diperbaharui ketika kita melihat dalam cermin Firman Allah dan melihat kemuliaan Tuhan. Itu gambaran yang Allah ingin rubah kita – gambaran yang di restorasi dalam manusia baru. Kita juga melihat perubahan dalam kita ini adalah proses kemenangan yang terus menerus (“dari kemuliaan kepada kemuliaan”), dan Satu yang mengerjakan prosesnya adalah Roh, Roh Kudus. Namun Ia hanya bekerja dalam kita sementara kita melihat dalam cermin Firman Allah.

Apa program Allah untuk manusia baru? Apa tujuan Allah menciptakan manusia baru? Untuk menjawab dan mengerti pertanyaan-pertanyaan ini, kita perlu kembali pada tujuan Allah mula-mula bagi umat manusia. Berbicara tentang tempat kita dan hubungan dengan Allah dalam Kristus, Paulus berkata:

“Aku katakan “di dalam Kristus”, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan – kami yang dari semula ‘ditentukan’ untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya” (Efesus 1:11).

Itu kabar baik. Kita sudah diskusikan bahwa keberadaan kita sudah diketahui sebelumnya, di predestinasi dan di pilih sebagai bagian panggilan kita. Kita harus mengerti lebih jauh bahwa ketika Allah menetapkan tujuan-Nya, Ia tidak pernah meninggalkannya. Kita sejalan dengan rencana Allah yang mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan tujuan kehendak-Nya. Dalam analisis terakhir, segala sesuatu akan sejalan dengan kehendak itu. Ini diberlakukan pada tujuan awal Allah dalam menciptakan manusia. Dosa dan Satan

telah menghambat, namun tidak bisa mencegahnya. Allah tidak begitu risau mengenai waktu. Ia sangat sabar. Mungkin membutuhkan bertahun-tahun atau berabad-abad, bahkan berzaman-zaman, namun pada akhrnya Ia akan mengerjakan tujuan-Nya dan rencana-Nya.

Tujuan mula-mula Allah dalam menciptakan umat manusia dinyatakan pada awal Alkitab:

“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi” (Kejadian 1:26).

Kita perhatikan Allah berbicara pertama mengenai “manusia” dalam bentuk tunggal dan lalu dalam bentuk jamak. Ia berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia,” dan lalu Ia berkata, “supaya mereka berkuasa.” Dengan kata lain, Ia berbicara mengenai tujuan-Nya untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk satu individual manusia.

Dua tujuan utama diungkapkan dalam pernyataan Allah. Pertama, manusia menunjukan gambar dan rupa Allah. Dalam catatan Penciptaan yang diberikan dalam pasal-pasal pembukaan Kejadian, Allah menciptakan manusia pada hari keenam dan lalu Ia beristirahat. Ia memiliki Hari Sabat di hari ketujuh. Ini mengungkapkan fakta bahwa Allah tidak akan beristirahat sampai Ia menghasilkan gambar dan rupa-Nya. Segala sesuatu lainnya dalam penciptaan dibangun sampai pada satu objektif itu – bahwa Allah harus mereproduksi gambar dan rupa-Nya.

Tujuan kedua untuk manusia adalah menjalankan otoritas Allah mewakili-Nya. Ia berkata, “supaya mereka berkuasa,” dan lalu Ia menambahkan, “atas seluruh bumi.” Manusia diintensikan menjadi penguasa yang di tunjuk Allah, menjalankan otoritas Allah mewakili- Nya atas seluruh bumi.

Dosa manusia menggagalkan dua tujuan yang Allah intensikan untuknya. Pertama, gambar dan rupa Allah dalam manusia dirusak oleh dosa. Kedua, manusia, yang ditujukan menjadi penguasa, menjadi budak – budak dosa dan Satan.

Apa tanggung jawab akhir kita? Ingat: Allah akan selalu mengerjakan tujuan-Nya dan rencana-Nya. Roma 8:29 memberi kita wawasan ini: “Sebab semua orang yang ‘dipilih-Nya dari semula’, mereka juga ‘ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya’, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”

Tujuan Allah, arah Allah bagi manusia baru, pertama, mengomformasi dengan gambar dan rupa Anak-Nya, agar Ia – Yesus, Anak – menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Rencana Allah menghasilkan banyak saudara, yang semuanya mereproduksi rupa Anak sulung Allah, anak pertama-Nya, hanya satu-satu-Nya – Yesus. Itu tanggung jawab pertama kita dalam ciptaan baru, dalam manusia baru.

Tanggung jawab kedua kita adalah melaksanakan otoritas Kristus mewakili-Nya. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus berkata pada murid- murid-Nya, “Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.

Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius 28:18-19).

Kita perlu melihat poin “karena itu” disini. Yesus berkata, “segala kuasa telah diberikan kepada-Ku, namun Aku mengutus kamu untuk melaksanakan kuasa (otoritas) itu mewakili-Ku sebagai perwakilan yang di delegasikan.” Tanggung jawab kita melaksanakan otoritas Kristus mewakili-Nya dengan menjadikan murid-murid dari semua bangsa.

Ini di ekspresikan dalam dua tindakkan yang Yesus katakan untuk kita lakukan. Pertama, baptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus (Matius 28:19). Dengan kata lain, ketika kita menggunakan nama Trinitas, mengindikasi bahwa otoritas Trinitas berada dibelakang semua itu. Tindakkan selanjutnya mengajar mereka mentaati semua yang Yesus perintahkan (ayat 20). Pengajaran kita adalah ekspresi otoritas yang di delegasikan Yesus Kristus. Kita tidak di amanatkan mengajar apapun yang kita suka; kita di amanatkan mengajar semua yang Yesus ajar murid-murid pertama-Nya. Proses ini berlanjut sampai akhir zaman, seperti di indikasi oleh Yesus ketika Ia berkata, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (ayat 20).

Ada satu fakta penting lain untuk kita pertimbangkan. Tujuan-tujuan untuk manusia baru tidak bisa dipenuhi dengan lengkap oleh individu orang percaya mana pun. Sebaliknya, pemenuhan mereka membutuhkan manusia baru secara kolektif – Tubuh Kristus. Paulus berkata: “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan, sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera” (Efesus 2:14-15).

Satu manusia baru terdiri dari semua umat Allah yang bekerja melalui Tubuh secara korporat, kolektif. Paulus menjelaskan, “Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, – yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota – menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih” (Efesus 4:16).

Kita menjadi satu Tubuh kolektif lengkap yang mengekspresikan satu manusia korporat. Manusia baru ini menghidupkan kembali pelayanan Kristus di bumi dan dalam cara ini memenuhi tanggung jawab kita: Kita menunjukkan Allah kepada dunia dan kita melaksanakan otoritas Allah mewakili-Nya.

Kita tidak bisa memenuhi panggilan kita, kita tidak bisa memajukan Kerajaan, kita tidak bisa mencapai potensi penuh kita atau bekerja dalam otoritas yang benar sampai kita hidup dalam kebebasan manusia baru – secara individu dan secara korporat. Apa arti kebebasan untuk manusia baru secara kolektif, Tubuh Kristus?

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO



Leave a Reply