Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Rahayu Saraswati Dipanggil Tuhan Masuk Politik Praktis




Jakarta, eBahana.com

“Saya masuk politik itu dengan pemahaman bahwa politik itu adalah media, dengan tujuan menyejahterakan rakyat. Jadi, saya masuk ke politik praktis memang betul-betul karena Tuhan yang manggil saya”. Papar Rahayu Saraswati Dhirakarya Djojohadikusumo pada Rabu (28/07/2021) dalam Talkshow “60’ bersama Pewarna Indonesia” yang diselenggarakan Litbang Pewarna Indonesia dan dimotori Ashiong P. Munthe, dengan topik Implementasi Pancasila bagi Kaum Milenial melalui aplikasi zoom.

Lanjut perempuan yang gigih memperjuangkan perempuan dan anak serta memerangi perdagangan anak ini, “Padahal bisa dikatakan, jikalau dulu saya ditanya ketika masih aktris, apakah mau masuk ke politik? Saya pasti jawabannya tidak mau. Bahkan dapat dikatakan saya alergi dengan politik,” terangnya.

“Namun karena saya mendapat panggilan dari Tuhan untuk melawan perdagangan orang di Indonesia sejak tahun 2009. Saya mendirikan Yayasan yang khusus memerangi perdagangan orang sejak tahun 2012. Tiba-tiba awal 2013 setelah saya mendirikan Yayasan itu dan kemudian Tuhan panggil saya masuk ke politik praktis,” ungkap Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra ini.

Mantan anggota legislatif dari Partai Gerindra ini juga mengatakan, “Banyak yang tidak tahu lahirnya hari Ibu. Hari Ibu bukanlah hari di mana kita merayakan kehadiran dari ibu-ibu kita yang melahirkan kita. Hari Ibu adalah momen untuk merayakan dan mengingat hari pertama di mana perempuan-perempuan dari seluruh Indonesia. Ada sekitar 1000 orang hadir di Jogja untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan memperjuangkan nasib perempuan di Nusantara. Mereka menolak pernikahan anak. Mereka juga berbicara tentang asisten rumah tangga, kekerasan terhadap perempuan. Jadi jauh sebelum ada Indonesia, perempuan-perempuan juga sudah bergerak. Pergerakan ini di luar dari pergerakan Cut Nyak Dien, R.A. Kartini dan tokoh perempuan yang lainnya,” terang Kabid Pengembangan Peranan Perempuan Tidar dengan bersemangat.

Bicara tentang Pancasila, menurut Saras, sapaan akrabnya, adalah sama halnya seperti berbicara tentang sejarah. Namun ia menyayangkan masyarakat dewasa ini (bukan hanya anak muda) mulai melupakan atau tidak pernah tahu, bahkan tidak pernah ingin belajar tentang sejarah seperti asal-muasal Hari Ibu tersebut. “Fakta ironi itu mengingatkan saya dan juga semua perempuan-perempuan muda Indonesia, bahwa kita punya tanggung jawab untuk terus menggelorakan semangat yang sudah mereka rintis sejak tahun 1928,” tutupnya.

(Ashiong P. Munthe)



Leave a Reply