Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Syarat-Syarat untuk Mendapatkan Jawaban Doa – Bagian 4




eBahana.com – “Bila ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab” (Mazmur 91:15).

Doa adalah satu kesempatan terbesar, satu privilese terbesar dan satu pelayanan yang disediakan untuk semua orang Kristen. Yesus tidak pernah mengajarkan murid-murid-Nya bagaimana berkhotbah, namun Ia mengajarkan mereka bagaimana berdoa. Setiap orang yang ingin menjadi murid Yesus Kristus – yang ingin mendapatkan tempatnya dalam Kerajaan imam-imam Allah – harus belajar bagaimana berdoa dengan efektif.

Ingat, Allah tidak hanya menyambut kita dalam doa, Ia menunggu kita berdoa.

Berikut syarat-syarat Kitab Suci untuk menghampiri Allah dalam doa. Syarat-syarat dasar untuk mendapatkan jawaban atas doa-doa kita.

Pertama, (ketaatan dalam berserah) Ibrani 5:7, berbicara tentang kehidupan Yesus di bumi dan bagaimana Ia berdoa: “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena (kesalehan-Nya) Ia telah (didengarkan).”

Dalam bagian pertama ayat ini Yesus dipresentasikan sebagai imam, dan bagaimana selama hidup-Nya di bumi Yesus mempersembahkan doa dan permohonan kepada Bapa. Namun di akhir ayat ini dikatakan kenapa Allah Bapa selalu mendengarkan doa-doa Anak-Nya. Yesus didengarkan karena (ketaatan-Nya). Ini syarat pertama untuk menghampiri Allah.

Bagaimana ketaatan Yesus di ekspresikan? Dalam ayat ini penulis Ibrani mereferensi ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani. Ini deskripsi peristiwa itu dalam kitab Matius: “Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi
janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki…Lalu Ia pergi untuk kedua kalinya dan berdoa, katanya: “Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!” (26:39, 42).

Ketaatan dalam berserah sama seperti berkata kepada Bapa, “Janganlah seperti yang kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki. Jadilah kehendak-Mu.” Menolak kehendak diri kita dan menerima kehendak Allah.

Yesus memberi pola doa yang kita sebut Doa Bapa Kami. Dalam doa ini Ia memasukan satu prinsip. Ia mengajar kita berdoa: “Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu,
(jadilah kehendak-Mu) di bumi seperti di sorga” (Matius 6:9-10).

Ketika kita datang kepada Allah kita harus berkata, “Jadilah kehendak-Mu.” Dan dalam kata-kata itu terletak arti: “Jika kehendak-Mu dan kehendak saya tidak sepakat, maka saya menolak kehendak saya agar jadilah kehendak-Mu.” Dimana dua kehendak konflik, kehendak Allah yang harus dipilih dan diikuti.

Ada aspek “kodrat lama” yang harus ditanggalkan dalam persyaratan ini. Dalam suratnya kepada orang-orang Efesus, Paulus menjelaskan: “…bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:22-24).

Ada dua “pribadi”: manusia lama – kodrat kita sebelum Allah merubah kita; manusia baru apa yang Allah ingin buat dalam diri kita. Untuk manusia baru mengekspresikan dirinya, kita pertama harus menanggalkan manusia lama. Itu yang harus kita lakukan – bukan yang Allah lakukan untuk kita. Jadi ketika kita berkata, “Bukan kehendak saya,” kita menanggalkan manusia lama. Dan ketika kita berkata, “Jadilah kehendak-Mu,” maka kita mengenakan manusia baru. Itu bagaimana kita diubah atau diciptakan baru dalam sikap dan pikiran kita.

Jika Allah menjawab semua doa-doa manusia lama kita, alam semesta akan menjadi kacau balau dan tidak teratur.

Allah berkomitmen menjawab doa-doa manusia baru, namun Ia tidak berkomitmen melayani manusia lama – pemberontak yang terus memaksakan kehendaknya sendiri.

Maka ketika kita berdoa untuk apa saja, kita perlu mulai dengan bertanya pada diri kita, (Apakah saya berdoa karena saya menginginkannya, atau karena Allah menginginkannya?) Ada perbedaan besar.

Jika karena saya yang menginkannya, maka doa-doa saya mungkin tidak dijawab; namun jika karena Allah menginginkannya, maka doa-doa saya akan dijawab.

Ada bidang-bidang tertentu dimana karena kebiasaan, orang membawa permintaan dan permohonan mereka kepada Allah, sebagai contoh, minta disembuhkan dari penyakit atau dipenuhi kebutuhan finansialnya. Bahkan dalam contoh-contoh itu yang kita pikir sudah pasti sesuai kehendak Allah, kita masih harus bertanya
pada diri kita, (Apakah saya berdoa minta kesembuhan karena saya ingin disembuhkan atau karena Allah ingin saya disembuhkan? Apakah saya berdoa untuk kemakmuran finansial karena keinginan
saya atau karena keinginan Allah?) Ini akan berdampak pada pendekatan kita kepada Allah. Selama kita mencoba memaksakan kehendak kita, kita tidak memberi ruang untuk kehendak Allah.

Ketika kita menolak kehendak kita dan menerima kehendak Allah, camkan tiga kebenaran ini di pikiran. Pertama, Allah mengasihi kita lebih daripada kita mengasihi diri kita sendiri. Kedua, Allah mengerti kita lebih baik daripada kita mengerti diri kita sendiri. Dan ketiga, Allah menginginkan hanya yang terbaik untuk kita. Ketika kita benar-benar berserah pada kehendak Allah, kita akan menemukan apa yang Alkitab katakan: “apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Roma 12:2) – good will, acceptable will,
perfect will.

Ketaatan dalam berserah bukan cara membuat Allah melakukan apa yang kita mau melalui doa. Ketika kita berkata, “Jadilah kehendak-Mu, “kita menjadi instrumen Allah untuk melakukan apa yang Ia inginkan. Pikirkan apa yang Paulus katakan dalam Efesus 3:20: “Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita….”

Kemampuan Allah menjawab doa-doa kita secara berkelimpahan, tidak terukur, dan lebih dari semua yang kita bisa minta atau pikirkan. Kita mungkin bertanya, “Bagaimana itu bisa? Apa yang lebih dari yang saya minta atau pikirkan atau bayangkan?” Jawabannya: Apa saja yang Allah ingin lakukan.

Apa yang Allah ingin lakukan jauh lebih besar dan jauh lebih tinggi dan jauh lebih baik dari pada yang kita bayangkan atau pikirkan untuk diri kita. Selama kita membatasi Allah melakukan apa yang hanya kita mau, kita meleset mendapatkan apa yang Allah mau. Jadi untuk menerima yang terbaik dari Allah dalam doa-doa kita, kita harus datang kepada Allah dengan cara Yesus datang – dengan (ketaatan dalam berserah). Kita harus berkata, “Allah, bukan karena kehendak saya, namun karena kehendak-Mu. Allah, saya tidak berdoa untuk disembuhkan karena saya ingin disembuhkan, namun karena saya percaya Engkau ingin saya disembuhkan.”

Ketika kita berdoa dengan ketaatan dalam berserah kepada kehendak Allah, kita akan berada jauh lebih tinggi dibanding dengan ketika kita memaksakan kehendak kita.

Kedua, milikilah iman. Dalam kitab Ibrani dikatakan ada satu syarat dasar bagi mereka yang ingin menghampiri Allah: “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguhsungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6).

Iman syarat penting untuk menghampiri Allah dan diterima oleh-Nya. Siapa pun yang datang kepada-Nya harus percaya. Kita disyaratkan untuk percaya dua hal: bahwa Allah ada dan Ia memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari-Nya.

Sebagian besar orang tidak memiliki masalah percaya bahwa Allah ada. Namun kita juga disyaratkan percaya bahwa Ia memberi upah bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari-Nya.

Apakah kita percaya itu? Mungkin kita berkata, “Saya akan coba, namun saya tidak tahu banyak mengenai doktrin atau teologi.” Iman tidak ada hubungannya dengan doktrin atau teologi. Sebaliknya iman berhubungan dengan hubungan (relationship). Percaya pada Allah sebagai satu Pribadi. Percaya pada karakter-Nya yang bisa diandalkan. Jangan ada pikiran teologi ketika menghampiri Allah dengan iman.

Memiliki gambaran yang benar tentang Allah, membangun iman kita. Kita percaya pada kebaikan Allah. Kita percaya pada kesetiaan-Nya. Kita percaya Allah bisa diandalkan. Ini menolong kita mengerti kenapa Alkitab mengajarkan bahwa ketidakpercayaan adalah dosa. Ketidakpercayaan menjelek-jelekan karakter Allah. Menggambarkan Allah dengan salah.

Persyaratan iman untuk menghampiri Allah ini universal, namun diterapkankan khususnya dalam berdoa. Dikatakan dalam Matius 21:22: “Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh
(kepercayaan), kamu akan menerimanya.” Kata kuncinya: “percaya.” Dalam 1 Yohanes 5:14 dikatakan: “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut (kehendak-Nya).” Jika kita memiliki keyakinan pada Allah Sendiri sebagai satu Pribadi, keyakinan pada kebaikan-Nya, keyakinan pada karakter-Nya, maka kita bisa percaya Ia akan mengabulkan doa kita.

Bagaimana kita bisa mendapatkan iman untuk menghampiri Allah dengan keyakinan? Jawabannya kita dapatkan dalam Roma 10:17: “….iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.”

Ini ayat kunci untuk kehidupan doa. Dua kata: (Iman timbul). Jika kita tidak punya iman, kita bisa mendapatkannya.

Bagaimana iman timbul? Iman timbul dari pendengaran. Timbul dari mendengar Allah. Doa bukan hanya berbicara kepada Allah; doa komunikasi dua arah “dengan” Allah. Percakapan intim pribadi dengan-Nya. Apa yang Allah katakan jauh lebih penting dari pada apa yang kita katakan.

Yesus berkata Bapa sudah tahu apa yang kita butuhkan (Matius 6:8). Doa membawa kedalam hubungan intim dengan Allah dimana kita tahu kita akan menerima apa yang kita butuhkan ketika kita minta pada-Nya. Iman seperti itu timbul dari pendengaran dan pendengaran apa yang Allah katakan.

Dalam Alkitab Allah menampakkan diri kepada Salomo anak Daud dalam mimpi dan berkata, “Apa yang kamu inginkan? Aku akan memberikannya padamu.” Salomo memberi jawaban yang bijaksana. Ia berkata, “Beri hamba-Mu hati yang bijaksana.” Dalam terjemahan Ibrani dikatan “hati yang mendengar.” Tidak ada yang lebih berharga dari pada hati yang mendengar Allah (1 Raja-Raja 3-4).

Untuk membantu menyeselaraskan hati kita dengan suara Allah, kita harus berdoa dengan membaca Alkitab kita. Sebaiknya kita tidak berdoa sebelum membaca Alkitab. Kenapa? Pertama, karena Allah paling sering berbicara melalui Firman-Nya. Kedua, karena apa pun yang tidak sepakat dengan Alkitab bukan dari Allah. Kadang-kadang datang suara-suara menipu merepresentasi diri mereka sebagai suara Allah, namun sebenarnya bukan suara Allah.

Surat 1 Yohanes menjelaskan ini: “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya” (1 Yohanes 5:14-15).

Dasar dari keberhasilan berdoa adalah mengetahui bahwa kita berdoa sesuai kehendak Allah. Kehendak Allah diungkapkan terutama melalui Alkitab. Jadi, ketika kita mendengar apa yang Allah katakan, kita tumbuh dalam iman bahwa permintaan-permintaan kita akan dijawab.

Syarat ketiga untuk jawaban doa. Alkitab mengatakan kita harus berdoa dalam nama Yesus. Mari kita lihat satu contoh. Perhatikan juga ayat-ayat ini menunjukkan bagaimana hubungan kita dengan Allah dalam nama Yesus bekerja dua arah – dalam kita meminta dan dalam Allah memberi. “Dan pada hari itu kamu tidak akan
menanyakan apa-apa kepada-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku.

Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatu pun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu” (Yohanes 16:23-24).

Apa yang di implikasikan ketika kita berdoa dalam nama Yesus? Ada tiga kebenaran.

(Pertama, ketika kita berdoa dalam nama Yesus kita datang pada Allah berdasarkan apa yang Yesus sudah lakukan mewakili kita). 1 Petrus 3:18 berkata: “…Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah.” Yesus membayar harga untuk dosa kita ketika Ia mati menggantikan kita. Ia juga mengambil kesalahan dan penghukuman kita, yang membuka jalan untuk kita datang pada Allah tanpa merasa bersalah. Kita sekarang memiliki akses kepada
Allah.

Dalam Efesus 2:13, Paulus berkata: “Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu “jauh”, sudah menjadi “dekat” oleh darah Kristus.” Darah Yesus adalah bukti pengorbanan kekal yang Yesus lakukan mewakili kita. Ketika kita datang dalam nama Yesus, kita datang dalam kelayakan darah yang Ia percikkan mewakili kita.

Dalam Ibrani 12, dikatakan tentang alam surgawi: “Tetapi kamu sudah datang… ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi… dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah…dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel” (ayat 22,24).

Ini memberi perbandingan indah berdasarkan insiden dalam Perjanjian Lama. Dalam kitab Kejadian dikisahkan Kain membunuh saudaranya, Habel. Firman TUHAN kepada Kain: “Dimana Habel, adikmu itu?” Jawabnya: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?”

Firman-Nya: “Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah (Kejadian 4).

Di sini penulis Ibrani berkata darah Yesus dipercikkan mewakili kita di alam surgawi, dan berbicara hal-hal lebih baik dari pada darah Habel. Dengan kata lain, darah Yesus berbicara mengenai rekonsiliasi, belas kasih, pengampunan, penebusan.

Ketika kita kesulitan berdoa, satu dari penghiburan kita, bahkan jika kita tidak tahu apa yang harus kita katakan, darah Yesus berbicara di surga mewakili kita. Itu bagian dari artinya ketika kita berdoa dalam nama Yesus dan menyadari kita menghampiri Allah berdasarkan apa yang Yesus sudah lakukan untuk kita.  (Kebenaran kedua yang di implikasikan ketika kita berdoa dalam nama Yesus, kita datang berdasarkan siapa Yesus Sendiri, bukan siapa kita).

Penulis Ibrani berkata kita datang kehadapan Bapa bersama Yesus sebagai Imam Besar kita: “Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk kedalam tempat kudus…kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh” (Ibrani 10:19, 21-22). Yohanes menulis: “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat
dosa, kita mempunyai seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil” (1 Yohanes 2:1). Terjemahan kata pengantara, dalam alkitab bahasa Inggris “advocate” yang secara harfiah berarti
“seseorang yang dipanggil untuk membela dan memohon perkara kita.”

Ketika kita datang dalam nama Yesus, maka kita datang bersama-Nya sebagai Imam Besar kita dan pembela kita. Sebagai Imam Besar kita, Ia berdoa untuk doa-doa kita kepada Allah mewakili kita – dan karena didoakan oleh Yesus, kita tahu doa-doa kita sampai kepada Allah. Sebagai Pembela kita, Ia berbicara langsung kepada Allah mewakili kita. Ia membela perkara kita lebih baik dari pada kita melakukannya sendiri. Ketika kita membuat kesalahan-kesalahan dan bahkan dosa, kita tidak perlu menjauh dari Allah dan merasa malu. Kita bisa menghampiri Allah dengan bebas karena Yesus.

(Aspek ketiga berdoa dalam nama Yesus): mengakui bahwa hubungan yang kita miliki dengan Allah melalui Yesus. Paulus menulis: “Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah (memilih) kita sebelum (dunia dijadikan), supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapannya.  Dalam kasih Ia telah (menentukan kita dari semula) oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan
kehendak-Nya, supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita didalam Dia, yang dikasihi-Nya” (Efesus 1:3-6).

Allah memiliki tujuan kekal dalam hati dan pikiran-Nya sebelum permulaan waktu atau Penciptaan terjadi. Allah tahu kita sebelumnya dan bertekad bahwa melalui Yesus Kristus Ia akan mengangkat kita kedalam keluarga-Nya sebagai anak-anak-Nya. Semua ini dikerjakan dalam “waktu” dan sejarah umat manusia
ketika Yesus datang dan mati mewakili kita. Alkitab “New King James Version” menterjemahkan ayat keenam itu: “terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia, yang dikaruniakan-Nya kepada kita didalam Dia (Yesus Kristus), yang dikasihi-Nya.” “dikaruniakan-Nya kepada kita didalam Dia, yang dikasihi-Nya.” Ini siapa kita: Kita diterima oleh Allah sebagai anak-anak-Nya ketika kita menghampiri-Nya didalam Dia (Yesus Kristus) yang dikasihi-Nya. Kita tidak diterima karena siapa kita namun karena siapa Yesus.

Satu dari masalah psikologikal dan emosional kebudayaan zaman sekarang adalah masalah ditolak. Begitu banyak orang menjalani hidup dengan merasa ditolak, tidak diingini, rendahan – kemungkinan karena salah sikap orang tua mereka atau kemungkinan karena salah sikap suami atau istri dalam perkawinan. Tidak ada luka lebih besar dari pada ditolak. Langkah pertama menyembuhkan rasa ditolak adalah dengan menyadari ketika kita menghampiri Allah dalam Yesus, kita tidak ditolak. Allah tidak pernah menolak anak-anak-Nya. Kita diterima sebagai yang dikasihi-Nya, dan itu membuat perbedaan dalam cara kita menghampiri Allah.

Begitu kita menghampiri Allah melalui Yesus dengan dasar ini, faedah-faedah luar biasa kita peroleh. Pertama: “Ia, yang tidakmenyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32).

Tidakkah itu frasa yang mengagumkan? Dengan Yesus, Allah akan memberi kita segalanya dengan cuma-cuma. Namun perhatikan semua bergantung (bersama dengan-Nya). Ketika kita dengan Yesus kita berhak atas segalanya sebagai anak-anak Allah. Tanpa-Nya kita tidak punya klaim pada-Nya sama sekali.

“Allahku akan memehuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya [dalam Kristus Yesus]” (Filipi 4:19).

Ini artinya tidak ada kebutuhan kita yang tidak akan disediakan; persediaan datang dari kekayaan Allah. Allah cukup kaya untuk menyediakan kebutuhan semua anak-anak-Nya, namun persediaannya datang melalui Yesus Kristus.

Syarat selanjutnya untuk menghampiri Allah dalam doa, yang membawa jawaban, adalah menghampiri-Nya dengan berani. Ada dua cara. Secara positif, dengan keyakinan. Secara negatif, tanpa penghukuman. Penghukuman selalu mengurangi keyakinan.

Dua ayat dari kitab Ibrani mengatakan pada kita kenapa kita harus menghampiri Allah dengan keyakinan. Ini yang pertama: “Sebab itu marilah kita dengan penuh [keberanian] menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:16).

Kita berdoa pada Pribadi yang ada di atas takhta. Takhta mengindikasi seorang raja. Bukan hanya seorang raja, namun Raja di atas segala raja, Tuhan diatas segala tuhan, Penguasa Tertinggi alam semesta, Satu yang berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius 28:18). Kita berdoa pada Pribadi yang memiliki otoritas dan kuasa untuk melakukan apa yang kita minta.

Mari kita lihat takhta mulia-Nya. Takhta kasih karunia. (Kasih karunia) satu kata kunci dalam Perjanjian Baru; yang selalu berarti sesuatu yang melebihi apa pun yang bisa kita peroleh atau capai dengan usaha kita sendiri.

Karena takhta kasih karunia, kita tidak dibatasi dalam apa yang kita berhak mendapat atau dalam apa yang kita bisa capai atau dalam apa yang usaha kita sendiri bisa kerjakan.

Satu kesadaran yang kita harus selalu miliki dalam kehidupan Kristen adalah kita membutuhkan belas kasih Allah. Ayat ini mendorong kita untuk percaya jika kita datang untuk belas kasih, maka kita akan menerima belas kasih. Alasan kenapa beberapa orang tidak menerima belas kasih, karena mereka merasa tidak membutuhkan belas kasih dan datang dalam iman untuk menerimanya.

Ketika kita datang minta pertolongan. Kita tidak berkata, “situasi kita terlalu parah dan problem kita terlalu besar sehingga tidak ada yang bisa kita lakukan.” Ketika kita butuh pertolongan, Allah mengundang kita untuk datang.

Ayat dalam Ibrani mendorong kita untuk datang dengan keyakinan: “Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh (keberanian) dapat masuk ke dalam tempat kudus….karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan (keyakinan) iman yang teguh” (Ibrani 10:19, 22).

Keberanian dan keyakinan iman kita berdasarkan darah Yesus sudah dicucurkan dan dipercik dalam hadirat Allah. Darah itu sekarang berbicara mewakili kita bahkan ketika kita tidak tahu bagaimana harus berdoa.

Dua frasa dari Ibrani, “Marilah kita,” mengindikasi dua aspek. Pertama, mengindikasi keputusan. Kedua, keputusan jamak; dibuat oleh lebih dari satu orang.

Kadang-kadang kita perlu datang pada-Nya secara kolektif – bukan hanya sebagai individu, namun sebagai anggota tubuh berdoa bersama.

Sisi positif datang pada Allah dengan berani adalah datang dengan keyakinan. Sisi lain kita datang adalah tanpa penghukuman. Beberapa nas Kitab Suci berbicara mengenai kebutuhan untuk dibebaskan dari penghukuman.

“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar” (Mazmur 66:18). “Melihat pada perbuatan salah dalam hati kita” berarti kita sadar akan sesuatu yang menghukum kita. Setiap kali kita coba menghampiri Allah dengan iman, Satan (Iblis) mengingatkan cacat-cela kita yang tidak benar, yang belum diselesaikan. Seperti dosa yang belum diakui, atau, jika sudah diakui, kita belum mengklaim dan menerima pengampunan Allah. Jika kita sadar akan cacat-cela dalam hati kita, kita tidak akan menerima yang kita doakan. Kita harus menyingkirkan kesadaran akan dosa dalam hati kita dan datang dengan berani ke hadapan takhta-Nya (Ibrani 4:16).

Pada dasarnya ini dilakukan dengan iman, karena “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”(1 Yohanes 1:9).

Sekali kita mengaku, bertobat dan percaya Allah mengampuni dan menyucikan apa yang Ia janjikan, kita tidak boleh terus kuatir mengenai dosa-dosa kita. Jika kita terus kuatir akan dosa-dosa kita ketika kita berdoa, Allah tidak akan mendengar doa-doa kita. Jika kita terus melihat perbuatan salah dalam hati kita, Tuhan tidak akan
mendengar kita.

Pemazmur berkata, “Tuhan sudah mendengar aku.” Dengan kata lain, ia mengatasi pencobaan Satan untuk menghukumnya.

Yohanes berkata dengan pemikiran yang sama: “Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah, dan apa saja yang kita minta, kita memperolehnya dari pada-Nya, karena kita menuruti segala perintah-Nya dan berbuat apa yang berkenan kepada-Nya” (1 Yohanes 3:21-22). Kita harus menyingkirkan sikap membenarkan diri (self-rightous). Kita tidak berhak. Kita harus mempercayai kesetiaan Allah, yang pada gilirannya akan menghasilkan keyakinan.

Dalam Roma 8:1, Paulus berkata: “Demikianlah sekarang tidak ada penghakiman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” Dalam pasal 8 dilukiskan gambaran paling mulia dari semua berkat, privilege dan faedah hidup yang dipenuhi dan dikendalikan oleh Roh Kudus. Yakni hidup tanpa penghukuman.

Masalah dengan sebagian besar orang Kristen mereka tidak tahu apakah mereka benar atau tidak. Jika kita dibenarkan oleh Yesus Kristus, kita dibenarkan oleh kebenaran-Nya. Dan jika kita tahu itu, hiduplah sesuai dengannya. Tidak ada penghakiman lagi.

Tidak berarti orang Kristen tidak akan menghadapi masalah di dunia ini: Kita akan dipersekusi karena kebenaran. Alkitab berkata orang beriman pada Kristus Yesus akan menderita persekusi. Namun ada
perbedaan dasar antara persekusi karena kebenaran dan penghakiman karena kefasikan. Persekusi karena kebenaran datang ke atas orang benar melalui orang fasik. Penghakiman karena kefasikan datang keatas orang fasik melalui Allah.

Kita semua dipanggil untuk bertahan dalam persekusi. Tidak ada dari kita orang percaya, harus tahan dalam penghakiman orang fasik. Namun mayoritas orang Kristen tidak benar-benar tahu di mana mereka berdiri.

Dalam Lukas 21:36 Yesus berbicara mengenai akhir zaman ini. Di akhir pesan-Nya, kepada murid-murid-Nya, Ia berkata, “Berjagajagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.” Ia mengindikasi bahwa
sudah menjadi kehendak Allah kita ada di bumi orang fasik. Itu sejalan dengan seluruh pengajaran Kitab Suci. Namun Ia mengatakan pada mereka, “Sebaiknya kamu berjaga-jaga dan berdoa. Jika tidak, kamu tidak akan luput.”

Dan Ia juga berkata, “Berjaga-jaga…dan berdoa…agar kamu dianggap layak.” Apakah kita layak diselamatkan? Tidak, kita diselamatkan melalui kasih karunia. Kita tidak layak; kita tidak berhak menerimanya. Namun ketika kita sudah diselamatkan, kita disyaratkan menjalani hidup benar sehingga tidak benar bagi Allah
menghakimi kita bersama orang fasik. Itu kehidupan Kristen.

Di akhir zaman ini, hati-hati untuk tidak membiarkan garisnya menjadi kabur karena kita bisa berada di sisi yang salah. Ketika kita belajar tujuan Allah berdoa bagi Gereja, ada jurang pemisah makin melebar antara orang benar dan orang fasik. Orang fasik akan bertambah fasik (Wahyu 22:11). Sebaiknya kita tahu dalam
kelompok mana kita berada.

Kita harus menyingkirkan setiap usaha untuk membenarkan diri kita dan berkata, “Saya menerima dengan iman kebenaran Yesus Kristus yang dihubungkan pada saya melalui iman saya pada-Nya sesuai dengan Firman Allah. Saya tidak kuatir mengenai kelayakan saya. Saya tidak kuatir akan dosa-dosa saya. Saya tidak akan memamerkan kebaikan-kebaikan saya. Saya tidak akan malu karena perbuatan-perbuatan buruk saya. Saya tidak akan memeriksa dan menganalisa hati saya setiap saat untuk melihat apakah saya cukup baik. Saya percaya Allah darah Yesus sudah menyucikan saya dari semua dosa. Dan sekarang saya dengan berani mendekati takhta, ruang maha kudus – akses jalan yang mulia.

Kitab Ester memberi gambaran indah mengenai masuk ke hadirat raja. Ini saat krisis nasional dan personal besar: hidup bangsanya dipertaruhkan dan raja belum mengundangnya untuk datang. Ia mempertaruhkan hidupnya dengan memutuskan memohon padanya. Setelah berpuasa tiga hari, ia mengenakan gaun kerajaan
dan pergi ke hadirat raja. Raja menerimanya dan mengabulkan permintaannya. Perhatikan, ia masuk seperti ratu, bukan pemintaminta. Itu bagaimana Kristus menginginkan Gereja-Nya datang kepada-Nya – seperti ratu, yang percaya bahwa ia akan diterima karena kasih karunia-Nya dan kebenaran-Nya.

Syarat selanjutnya untuk mendapatkan jawaban doa – berdoa dengan motif yang benar.

Orang-orang agamawi, seperti orang Farisi, cenderung fokus pada yang diluar (eksternal). Mereka memperhatikan cara orang berpakaian, hiburan yang mereka suka, hal-hal yang mereka makan. Sulit bagi orang-orang agamawi, yang bekerja dari luar ke dalam, untuk menyadari bahwa Allah bekerja dari dalam keluar.

Ketika Allah mengutus Samuel kepada keluarga Isai untuk mengurapi satu dari anak-anak laki-lakinya untuk menjadi Raja masa depan Israel, Isai membawa tujuh anak, semuanya baik, tampan, kuat, orang-orang muda terhormat. Setiap kali Samuel melihat satu dari anak-anak ini ia berpikir, (Ini pasti orangnya). Namun setiap kali Tuhan mengoreksinya dan berkata, (itu bukan orangnya). Lalu Tuhan memberinya penjelasan ini: “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1 Samuel 16:7).

Allah menyelidiki pikiran dan intensi hati kita, dan melihat motif kita. Ia tidak hanya memperhatikan apa yang kita minta ketika kita berdoa; Ia juga memperhatikan kenapa kita menginginkannya. Ini dijelaskan lebih lengkap dalam kitab Yakobus: “Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa (tidak minta). Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa (salah motif), sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yakobus 4:2-3).

Satu alasan sederhana kenapa kita tidak memiliki hal-hal yang Allah ingin kita miliki karena kita tidak minta (tidak berdoa). Namun jika kita minta dan tetap tidak mendapatkannya, karena kita berdoa dengan motif yang salah. Khususnya, motif yang Yakobus katakan, “hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” Dengan kata lain, jika doa-doa kita berpusat pada diri sendiri, motif kita salah. Kita menyasar sesuatu untuk kenyamanan dan kepuasan diri kita sendiri.

Jadi apa motif yang benar dalam berdoa? Yesus menyatakannya dengan jelas: “Apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak” (Yohanes 14:13).

Yesus memberi janji komprehensif: Apa juga yang kita minta dalam nama-Nya, Ia akan melakukannya. Namun dasar Ia akan melakukannya adalah “supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.” Motif yang benar untuk berdoa adalah agar jawabannya membawa kemuliaan bagi Allah. Ini motif yang benar untuk semua yang kita lakukan. Hidup orang percaya didasari pada iman memberi kemuliaan bagi Allah.

Kita bisa melihat ini dari sisi yang berlawanan. Apa esensi dosa? Tidak harus merampok bank atau melakukan perzinahan atau melakukan sesuatu yang buruk di mata orang-orang agamawi. Esensi dosa adalah (tidak memilih hidup untuk memuliakan Allah, menyangkal-Nya kemuliaan yang menjadi hak-Nya).

Paulus menggambarkan dalam suratnya kepada orang-orang Romawi bagaimana seluruh umat manusia telah berpaling dari Allah dan turun kedalam hidup ketidakpedulian dan kefasikan – dalam katanya, kesia-siaan. Ia mencatat langkah-langkah yang membawa ke dalam kegelapan neraka yang mengerikan: “Sebab sekalipun
mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap” (Roma 1:21).

Apa dua langkah kebawah? Pertama kegagalan memuliakan Allah. Kedua kegagalan mengucap syukur. Siapa pun yang melakukan dua langkah kebawah itu mengarah pada kondisi yang sangat buruk. Kita harus hati-hati berdoa agar kita tidak membuat kesalahan-kesalahan itu.

Allah ingin setiap dari kita dibebaskan dari tarikan negatif dosa dan direstorasi pada motif yang benar dan tujuan hidup yang benar. Ketika kita menghampiri-Nya dan berdoa dengan motif itu – agar Allah dimuliakan dalam menjawab doa yang dipanjatkan dalam nama Anak-Nya, Yesus Kristus – Ia berkata semua janji-janji-Nya disediakan bagi kita: “Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan “Amin” untuk memuliakan Allah” (2 Korintus 1:20).

Setiap janji yang sesuai situasi saya dan memenuhi kebutuhan saya, jika saya meng-klaimnya dalam nama Yesus dan jika saya mengklaimnya untuk kemuliaan Allah. Tidak jadi soal berapa banyak janji yang Allah sudah buat – diperkirakan ada delapan ribu janji Allah dalam Kitab Suci – semua “Ya” dalam Kristus.

Respons iman pada “Ya,” Allah kita katakan, “Amin, bagi kemuliaan Allah.” “Amin” kita yang membereskan “Ya” Allah dan membuat janji-Nya milik kita.

Dalam Khotbah di Bukit, satu hal yang Yesus ajarkan kepada kita: “ampunilah kami akan kesalahan (pelanggaran) kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami” (Matius 6:12). Ampuni kami seperti kami mengampuni orang lain. Apa yang kita mungkin tidak sadari ini (ini syarat penting).

Yesus telah membatasi kita untuk minta pengampunan Allah hanya sesuai proporsi kita mengampuni orang lain. Apakah kita bersedia mengampuni? Ingat, pengampunan bukan emosi; namun keputusan. Kita tidak bisa merubah Allah. Ia menuntut kita mengampuni jika kita ingin Allah mengampuni kita.

Permintaan terakhir dalam Doa Bapa Kami, permintaan untuk dibebaskan dari Satan. “lepaskanlah kami dari pada yang jahat ” (Matius 6:13) terjemahan yang benar. Kita tidak punya hak berdoa untuk kelepasan sampai kita sudah mengampuni orang lain seperti Allah mengampuni kita.

Yesus berkata, “Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang,” (Markus 11:25). Ketika kita berdoa, mengampuni, “Tetapi jika kamu tidak mengampuni, maka Bapamu yang di sorga juga tidak akan mengampuni kesalahan-kesalahanmu” (ayat 25-26). Ini jelas secara absolut – dan diucapkan kepada orang-orang Kristen, mereka yang memiliki Allah sebagai Bapa surgawi mereka. Sebelum kita berdoa, kita harus mengampuni. Tidak ada gunanya menghampiri Allah dalam doa tanpa mengampuni dalam hati kita siapa pun mengenai apa pun.

Dua syarat terakhir – diarahkan oleh Roh Kudus dan minta sesuai Firman Allah – menolong kita mengerti bagaimana berdoa menurut kehendak Allah. Kita akan melihat kuasa Roh Kudus bekerja melalui doa-doa kita hanya sejauh dan sejalan dengan Firman Allah.

“Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Roma 8:14). Dalam bahasa Yunani proses itu, (terus berlangsung pada masa sekarang atau continuous present tense). Sebanyak yang dipimpin (secara reguler) oleh Roh Allah, mereka adalah anak-anak Allah. Bagaimana kita hidup sehari-hari sebagai anak Allah dalam dunia ini? Dengan dipimpin oleh Roh Allah secara reguler, terus menerus.

Dalam Roma 8 rasul Paulus mengaplikasikan kebenaran mengenai pimpinan Roh Kudus dalam kehidupan Kristen secara spesifik pada berdoa: “Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita;
sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Allah yang menyelidiki hati nurani, mengetahui maksud Roh itu, yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang Kudus” (Roma 8:26-27).

Paulus berkata Roh menolong kita dalam kelemahan kita, dan semua kita memiliki kelemahan spesifik. Bukan kelemahan fisikal; bukan penyakit. Bagian dari kodrat duniawi kita. Apa kelemahan ini? (Kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa). Kita tidak selalu tahu berdoa untuk apa, dan bahkan jika kita tahu, seringkali kita tetap tidak tahu bagaimana berdoa untuk itu. Kita mungkin tahu anak kita butuh doa dan teman-teman kita butuh doa, namun kita tetap tidak tahu bagaimana harus mendoakannya.

Apa solusi Allah? Roh Allah menolong kita dalam kelemahan ini. Bagaimana? Ia mengambil alih dan berdoa syafaat sebagai pengantara melalui kita, berdoa sesuai kehendak Allah. Maka ketika kita tidak tahu bagaimana berdoa sesuai pikiran Allah, ketika kita memiliki kebutuhan yang kita tidak tahu bagaimana mendoakannya, apa yang kita lakukan? Kita berpaling kepada Roh Kudus dan berkata, “Roh Kudus, Engkau ambil alih dan berdoa melalui saya.”

Ini satu dari berkat-berkat mulia dibaptis dengan Roh Kudus. Ini kenapa baptisan Roh Kudus harus diwujudkan dengan ucapan supernatural dimana Roh Kudus yang berbicara dan bukan orang percaya. Atau lebih tepatnya Roh Kudus memberi orang percaya bahasa untuk diucapkan yang orang percaya itu sendiri tidak mengerti. Ketika orang percaya menyerahkan dirinya dengan cara ini, Roh Kudus Sendiri berdoa melaluinya, melakukan doa syafaat sebagai pengantara untuknya dengan keluhan-keluhan yang tidak
terucapkan. Ia berdoa untuk orang-orang kudus sesuai kehendak Allah. Ia berdoa doa yang Allah ingin dengar dan ingin jawab.

Betapa luar biasa menyadari ketika kita tidak tahu bagaimana berdoa, kita bisa berpaling kepada Allah dan membiarkan Roh-Nya bebas. Ketika Ia berdoa melalui kita dalam bahasa lidah yang tidak dimengerti, kita berdoa doa yang benar. Kita tahu bahwa itu doa yang benar karena Roh Kudus memberi kita doa itu, dan Ia berdoa menurut kehendak Allah yang diungkapkan. Ia mengambil alih organ vocal kita dan kodrat dalam kita, dan Ia melakukan doa syafaat di dalam kita. Ini persedian mulia Allah bagi setiap orang percaya dalam Kristus.

Ketika kita sudah menggunakan seluruh sumberdaya mental kita, apa yang kita lakukan? Kita mengalihkannya kepada Roh Kudus. Mazmur 81:11 berkata, “…bukalah mulutmu lebar-lebar maka Aku akan membuatnya penuh.” Serahkan mulut kita kepada Roh Kudus dan biarkan Ia memenuhinya. Ia rindu berdoa melalui kita.

Alkitab berkata kita harus (tetap berdoa dan berdoa setiap waktu), (1 Tesalonika 5:17; Efesus 6:18). Apakah kita bisa berdoa setiap waktu dengan kekuatan dan pengertian natural kita? Sudah pasti tidak. Namun ketika kita membiarkan Roh Kudus masuk dan mengalihkannya kepada-Nya, Ia melakukan doa syafaat 24 jam sehari.

Kita bisa juga berdoa dalam tidur. Ini fakta. Banyak orang berbicara dalam bahasa roh berjam-jam sementara mereka tidur. Dalam Kidung Agung mempelai perempuan berkata, “Aku tidur, tetapi hatiku bangun” (Kidung Agung 5:2). Itu salah satu keindahan Mempelai Kristus: Hatinya tetap bangun berdoa dalam Roh sementara pikirannya dan tubuhnya tidur. Kita bisa berdoa berjam-jam dan bangun segar di pagi hari. Ini doa pada tingkat kehendak Allah yang diungkapkan. Membiarkan Roh Kudus menolong kelemahan-kelemahan kita; Ia bisa mengambil alih dan berdoa dengan cara yang Allah inginkan.

Paulus berkata Allah sanggup melakukan melebihi semua yang kita bayangkan atau minta dengan pikiran natural kita. Ketika kita berpikir paling tinggi dari yang bisa kita pikirkan, ketika kita mencapai batas pikiran dan akal natural kita, maka kita bisa membiarkan Roh Kudus masuk dan bergerak ke tataran lebih tinggi
dalam doa kita. Setiap anak Allah memiliki hak untuk hidup dalam tingkat doa seperti itu.

Syarat dasar terakhir untuk menerima jawaban doa adalah berdoa sesuai Firman Allah. Ini secara intim berhubungan dengan syarat sebelumnya – dipimpin oleh Roh Kudus. Isu besar dalam doa adalah
(kehendak Allah). Jika kita berdoa sesuai kehendak Allah, sesuai Kitab Suci, kita tahu Allah mendengar kita. Dan jika kita tahu Allah mendengar kita, kita tahu kita mendapatkan permohonan yang kita minta.

Bagaimana kita tahu kehendak Allah? Dimana kehendak Allah diungkapkan? Jawabannya dalam Firman-Nya. Pewahyuan besar kehendak Allah adalah Firman Allah. Dan Firman Allah dari awal hingga akhir berisi janji-janji ilahi. Rasul Petrus menyebutnya “Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan
yang sangat besar” (2 Petrus 1:4). Apakah kita tahu janji-janji itu? (Janji-janji Allah adalah kehendak Allah).

Jadi, ketika kita menemukan janji yang berhubungan dengan situasi kita dan yang memenuhi kebutuhan kita, janji itu kehendak Allah bagi kita. Allah tidak pernah berjanji apa pun yang bukan kehendak-Nya; apa pun lainnya yang tidak konsisten. Syarat terakhir ini, rahasia besar yang menjawab kehidupan doa kita. Kita berdoa sesuai kehendak Allah seperti diungkapkan dalam Firman-Nya.

Mari kita lihat dua contoh ilustrasi. Yang pertama dalam Perjanjian Lama; yang kedua dalam Perjanjian Baru.

Dalam 1 Tawarikh kita menemunkan insiden dalam hidup Daud. Pada waktu itu Daud berkuasa dalam kerajaannya. Ia bekemenangan dalam pertempuran, ia memiliki damai, ia memiliki kelimpahan, ia memiliki rumah indah untuk ditinggali. Sementara ia duduk di rumah indahnya, pikiran datang padanya: “Lihatlah, aku ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut perjanjian TUHAN itu ada di bawah tenda-tenda”(1 Tawarikh 17:1).

Maka ia berkata kepada nabi Natan, “Aku akan membangun rumah untuk tabut perjanjian TUHAN.”

Natan berkata, “rencana itu luarbiasa. Lakukanlah.” Namun malam itu Allah berbicara kepada Natan dan berkata, “Pergilah dan katakan pada hamba-Ku Daud: Engkau tidak akan membangun rumah untuk-Ku; anakmu yang akan melakukan itu. Namun apakah engkau tahu apa yang akan Aku lakukan untukmu? Aku akan membangun rumah untukmu.”

Tidakkah itu luarbiasa? Itu juga contoh “kelimpahan yang berkelebihan.” Daud mencoba berpikir hal terbesar yang ia bisa lakukan bagi Allah, dan Allah merespons dengan sesuatu yang lebih besar. Kita mengerti bahwa kata “rumah” dalam Alkitab tidak berarti bangunan, namun keluarga, rumah tangga. Allah menjanjikan Daud bahwa kerajaannya akan berdiri diatas takhtanya dan memerintah atas seluruh Israel dan semua bangsa-bangsa selama-lamanya.

Ketika mendapat pesan, “masuklah raja Daud ke dalam, kemudian ia di hadapan TUHAN” (1 Tawarikh 17:16). Maka Daud datang di hadapan Allah Mahabesar dan berkata: “Allah, Engkau telah begitu baik kepadaku, Aku ingin mengambil sedikit waktu untuk menghargai Engkau dan mengucap syukur untuk kebaikan-Mu.” Lalu Daud berkata, “Dan sekarang, ya TUHAN, diteguhkanlah untuk selama-lamanya janji yang Kauucapkan mengenai hamba-Mu ini dan mengenai keluarganya dan (lakukanlah seperti yang Kau janjikan itu)” ( ayat 17:23).

“Lima kata pendek itu” mengandung esensi berdoa dengan efektif. (Lakukanlah seperti yang Engkau katakan). Tuhan, Engkau mengatakannya; lakukanlah. Jika Allah sudah berkata Ia akan melakukannya dan kita meminta-Nya untuk melakukannya, kita bisa tahu Ia akan melakukannya. Janji-janji-Nya adalah pewahyuan dari kehendak-Nya. Apakah kita melihat keindahan doa ini? Biarlah hal yang Engkau sudah ucapkan terjadi Tuhan. Saya tidak mengatakannya, Tuhan; saya tidak memikirkannya. Jauh diatas apa yang saya bisa pikirkan,
harapkan atau minta. Namun Engkau mengatakannya Tuhan; lakukanlah.

Perhatikan juga Daud memiliki motif yang benar dalam berdoa. Dalam ayat 24 kita membaca: “Maka nama-Mu akan menjadi teguh dan besar untuk selama-lamanya.” Daud tidak minta agar ia di muliakan, melainkan nama Tuhan dimuliakan. Ini pola berdoa yang sempurna. “Biarlah hal yang Engkau sudah ucapkan terjadi. Lakukanlah seperti yang Engkau sudah katakan, bahwa nama-Mu menjadi teguh dan besar untuk selama-lamanya.”

Ini kunci besar untuk jawaban doa. Jika kita tidak tahu apa yang Allah sudah janjikan dalam Firman-Nya, bagaimana kita bisa datang kepada-Nya dan berkata, “Tuhan, Engkau berjanji; lakukanlah”? Kita harus membawa Firman dan Roh bersama dalam doa-doa kita, karena seluruh kuasa kreatif dan kemampuan Allah Mahabesar disediakan untuk kita.

Ini bagaimana Allah membawa alam semesta kedalam ciptaan. “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas (Roh) dari mulut-Nya segala tentaranya” (Mazmur 33:6). Firman dan Roh Allah bersama menjadikan semua ciptaan. Ketika kita membawa Roh dan Firman bersama, maka Ia akan melakukan “kelimpahan yang berkelebihan” diatas semua yang kita bisa minta atau pikirkan.

Contoh dalam Perjanjian Baru, “Selain dari peristiwa-peristiwa pribadi dalam hidup Tuhan Yesus, apa yang dianggap satu mukjizat paling besar yang pernah terjadi dalam hidup manusia? Jawabannya ketika Maria mengandung dalam rahimnya dan menjadi ibu dari Anak Allah. Bagaimana itu terjadi? Ketika ia berkata satu frasa sederhana.

Malaikat mengatakan pada Maria apa yang ditahbiskan Allah. Ia lalu menjelaskan kuasa Roh Kudus akan menaunginya dan berkata, “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil” (Lukas 1:37). Terjemahan alternatif “Tidak ada firman Allah tanpa kuasa” atau Setiap firman Allah mengandung didalamnya kuasa untuk menggenapinya.

Maria menerima firman Allah dari malaikat. Ia menerimanya, dan menerima kuasa yang menggenapinya. Responsnya, dan pola doa dalam Alkitab King James Version: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Dengan kata-kata itu mujizat terbesar dalam pengalaman manusia terjadi” (Lukas 1:38).

Kita bisa berdoa pada tingkat ini juga. Jika kita ingin hal-hal besar, “kelimpahan yang berkelebihan,” semua hal yang bisa kita minta atau pikirkan,” jawabannya adalah berdoa sesuai Firman-Nya.

Ini dua doa Daud dan Maria yang berhubungan secara intim dengan datangnya Tuhan Yesus. Daud nenek moyang Tuhan, yang Allah janjikan akan memiliki anak di takhta. Janjinya digenapi melalui kelahiran Yesus, yang dikandung dalam rahim anak dara Maria. Dalam dua kasus ini kunci untuk jawaban doa sama. “Allah, Engkau mengatakannya; Engkau melakukannya.”

Kita tidak akan pernah berdoa lebih tinggi atau doa lebih efektif daripada ketika, dipimpin oleh Roh Kudus, kita datang pada Firman, menemukan janji yang menghubungkan kepada kita dan situasi kita dan berkata, “Tuhan, Engkau mengatakannya; Engkau melakukannya.” Jika kita melakukan ini, akan memenuhi syarat-syarat untuk doa, kita akan menemukan rahasia berdoa dengan efektif.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply