Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Puasa Kunci Melepaskan Kuasa Allah – Bagian 2




eBahana.com – Sejauh ini, kita sudah melihat puasa adalah menjauhi diri dari makanan secara sukarela untuk tujuan-tujuan spiritual. Puasa cara yang Allah sendiri tetapkan untuk umat-Nya merendahkan diri di hadapan-Nya. Yesus Sendiri mempraktikkan puasa dan mengajar murid-murid-Nya melakukan hal yang sama. Gereja Perjanjian Baru mengikuti contoh Tuan mereka. Ketika Yesus berbicara mengenai puasa, Ia tidak berkata, “jika kamu berpuasa,” namun “ketika kamu berpuasa.” Jadi Ia meletakkan puasa satu tingkat dengan memberi pada orang miskin dan berdoa.

Kita akan mempelajari mekanik puasa untuk melihat bagaimana puasa merubah bagian dalam kepribadian orang percaya. Hal pertama yang kita perlu lihat dengan jelas dari Kitab Suci: kuasa yang memungkinkan hidup orang Kristen adalah Roh Kudus. Tidak ada kuasa lain bisa memampukan kita hidup sesuai yang Allah
syaratkan dari kita sebagai orang Kristen. Tidak bisa dilakukan dengan kehendak kita sendiri atau dengan kekuatan kita sendiri. Hanya bisa dilakukan dengan ketergantungan pada Roh Kudus. Karenanya, kunci sukses kehidupan Kristen adalah mengetahui bagaimana melepas kuasa Roh Kudus dalam hidup kita sehingga kita
bisa melakukan hal-hal yang kita tidak bisa lakukan dengan kekuatan kita sendiri.

Yesus menyatakan ini jelas pada murid-murid-Nya setelah kebangkitan, sebelum Ia melepaskan mereka pergi keluar untuk melayani. Dalam Kisah Para Rasul 1:8, Ia berkata: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kisah Para Rasul 1:8).

Esensinya, Ia berkata, “Untuk melakukan apa yang Aku perintahkan, kamu butuh kuasa lebih besar daripada yang kamu miliki. Kuasa itu akan diberikan oleh Roh Kudus. Jangan pergi melayani sampai kuasa Roh Kudus turun ke atasmu.”

Bandingkan ini dengan kata-kata Paulus dalam Efesus dimana ia berbicara mengenai kuasa doa.

“Bagi Dialah (Allah), yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita…” (Efesus 3:20).

Paulus berkata apa yang Allah lakukan jauh lebih banyak daripada yang kita bisa pikirkan atau bayangkan, namun tergantung pada kuasa Roh yang bekerja di dalam kita. Tingkat yang Allah bisa lakukan melalui kita tidak bergantung pada pikiran kita. Melainkan bergantung pada kuasa supernatural-Nya yang dilepaskan dalam kita dan melalui kita, apakah dalam doa, dalam berkhotbah atau dalam bentuk pelayanan apa pun. Kuncinya mengetahui bagaimana melepaskan kuasa Roh Kudus dan menjadi saluran atau instrumen yang melaluinya Ia bisa bekerja tanpa hambatan.

Melihat ini, kita bisa melangkah ke kunci Kitab Suci berikutnya: “kodrat duniawi manusia lama, menentang Roh Kudus.” Esensi dan karakter kodrat manusia lama kita tidak takluk pada Roh Kudus. Sebaliknya bertentangan dengan Roh Kudus. Dalam Perjanjian Baru kodrat duniawi, kodrat kita sebelum ditransformasi melalui kelahiran baru, disebut “kedagingan.” Terminologi ini bukan hanya tubuh fisikal kita. Melainkan seluruh kodrat yang diwariskan pada kita sebagai keturunan bapa pertama kita, Adam, yang memberontak. Itu kodrat duniawi.

Dalam Galatia 5:16-17, Paulus berkata mengenai kodrat duniawi itu: “Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging – karena keduanya bertentangan – sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki”

Itu sangat jelas dan penting. Kodrat duniawi bertentangan dengan Roh Allah. Jika kita berserah pada kodrat duniawi, kita menentang Roh Allah. Jika kita berserah pada Roh Kudus, kita harus menangani kodrat duniawi, karena selama kodrat duniawi mengendalikan dan bekerja melalui kita, apa yang kita lakukan akan bertentangan dengan Roh Kudus. Ini berlaku tidak hanya pada keinginan fisikal kita, namun juga berlaku pada apa yang Alkitab sebut pikiran duniawi, yang adalah cara berpikir, kodrat duniawi lama yang belum diregenerasi.

Dalam Roma, Paulus menyatakan satu kebenaran mengenai pikiran duniawi: “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin
baginya” (Roma 8:7). Ini kata-kata keras yang Paulus gunakan. Ia berkata kedagingan menentang Roh Kudus. Ia berkata pikiran kedagingan berseteru terhadap Allah. Tidak netral. Tidak disebut kodrat duniawi dan
pikiran duniawi bisa diyakinkan untuk melakukan kehendak Allah. Mustahil. Pikiran duniawi, sesuai kodratnya, berseteru dengan Allah.

Apa pikiran duniawi? Jawabannya, manusia lama – jiwa yang belum diregenerasi fungsi-fungsinya. Fungsi-fungsi jiwa biasanya didefinisikan sebagai “kehendak, pikiran dan emosi.” Masing-masing bisa disimpulkan dalam kata-kata pendek. Kehendak berkata, “Saya ingin”; pikiran berkata, “Saya pikir”; emosi berkata, “Saya rasa.” Natural bagi manusia lama yang belum diregenerasi didominasi dan dikendalikan oleh tiga ekspresi ego itu: “Saya ingin,” ” Saya pikir,” dan “Saya rasa.” Ini cara kodrat duniawi berkerja.

Jika kita tunduk pada Roh Kudus, dan jika Roh Kudus bekerja melalui kita dengan bebas maka kodrat duniawi kita harus takluk pada Roh Kudus. Kita harus menaklukkan “Saya ingin,” “Saya pikir,” dan “Saya rasa” pada Roh Allah. Menurut pola Allah dalam Kitab Suci, ini dilakukan melalui “puasa.” Itu bagaimana Yesus Sendiri
melakukannya, itu bagaimana Paulus melakukannya, dan itu bagaimana kita juga harus melakukannya.

Paulus mencatat bagaimana ia sendiri bergulat dengan kodrat duniawinya dan bagaimana ia memperoleh kemenangan atasnya. Dalam 1 Korintus 9:25-27, Paulus menggambarkan pergulatan ini dalam terminologi seorang atlit yang pergi berlatih untuk kemenangan: “Tiap-tiap orang yang turut mengambil bagian dalam pertandingan, menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu mahkota yang abadi.

Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku bukan petinju yang sembarangan saja memukul. (Ia berkata, “Aku seorang dengan sasaran; Aku seorang dengan tujuan; Aku seorang dengan disiplin.” Dan ia menyimpulkan:)

Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak” (1 Korintus 9:25-27).

Paulus menyadari ia harus menaklukkan kodrat duniawinya jika ia ingin berhasil dalam panggilan ilahinya. Maka setiap dari kita memiliki pertanyaan: yang mana tuan dan yang mana hamba dalam diri kita? Apakah tubuh tuan dan Roh hanya hamba? Atau apakah Roh tuan dan tubuh hamba? “Tubuh kita hamba yang luar biasa, namun tuan yang buruk.”

Jika kita ingin benar-benar berhasil dalam kehidupan Kristen dan memenangkan mahkota dalam pertandingan, kita harus mengalami di mana tubuh kita tidak lagi mendikte atau mengendalikan kita, dan
kita tidak dikendalikan oleh keinginan atau hawa nafsu. Kita harus dikendalikan oleh tujuan dan pengarahan ilahi Allah dalam hidup kita. Dalam hal itu, kita akan melakukan segalanya yang diperlukan agar tubuh kita ditaklukkan sehingga tidak mendikte kita atau menghalangi pertandingan kita. Satu dari cara-cara dasar alkitabiah melakukan ini adalah melalui praktik “puasa” reguler.

Ketika kita puasa, kita memberi peringatan pada tubuh dan kodrat duniawi kita: “Kamu adalah hamba saya. Kamu harus mentaati apa yang Roh Allah dalam saya deklarasikan harus saya lakukan.”

Kita sudah melihat bagaimana puasa merubah bagian dalam kepribadian kita sesuai prinsip-prinsip tertentu. Pertama, kita harus menyadari kuasa kehidupan Kristen adalah Roh Kudus. Roh Kudus satu-satunya kuasa yang memampukan kita memimpin kehidupanKristen sejati. Kedua, kita harus menyadari kedagingan kita, kodrat duniawi kita, berseteru terhadap Roh Kudus. Berlawanan satu sama lain. Jika kedagingan menang dan menguasai, Roh Kudus tidak bisa bekerja. Ketiga, puasa adalah cara yang Allah tetapkan untuk menaklukkan kodrat duniawi. Maka Roh Kudus bebas memampukan kita melakukan apa yang Allah syaratkan kita lakukan.

Tidak ada cara untuk mengukur kuasa yang dilepaskan melalui doa dan puasa ketika dipraktikkan dengan motif yang benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip Kitab Suci. Maka kuasa yang dilepaskan bisa merubah bukan hanya individu-individu atau keluarga-keluarga, namun juga kota-kota atau bahkan seluruh peradaban.

Beberapa contoh dari Alkitab bagaimana puasa memiliki dampak pada tujuan kota-kota, negara-negara dan imperium-imperium. Dalam Kitab Yunus, Allah memanggil Yunus, nabi Israel, untuk pergi ke Niniwe, kota bangsa non-Yahudi dan ibu kota Imperium Asyria. Yunus menolak pergi dan mencoba melarikan diri dari Allah, namun Allah meresponsnya sangat keras. Apa yang terjadi dicatat dalam pasal tiga Kitab Yunus:  “Datanglah firman TUHAN kepada Yunus untuk kedua kalinya, demikian: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.” Bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Allah. Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkam besarnya, tiga hari perjalanan luasnya. Mulailah Yunus masuk ke dalam kota itu sehari perjalanan jauhnya, lalu berseru: “Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan” (Yunus 3:1-4).

Pesan sederhana Yunus peringatan terakhir penghakiman yang akan terjadi atas kota itu. Respons penduduk Niniwe luar biasa: “Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung. Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu” (Yunus 3:5-6).

Ini suatu gambaran bagaimana seluruh kota berbalik pada Allah dalam pertobatan, dalam puasa, dan dalam ratapan. Proklamasi yang raja terbitkan bahkan lebih luar biasa. “Lalu atas perintah raja dan para pembesarnya orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian: “Manusia dan ternak, lembu sapi dan kambing domba tidak boleh makan apa-apa, tidak boleh makan rumput dan tidak boleh minum air” (Yunus 3:7).

Itu puasa total, bukan hanya untuk populasi manusia namun untuk ternak; bukan hanya mereka menjauhi diri dari makanan juga dari minuman. Lalu proklamasi dilanjutkan: “Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung dan berseru dengan keras kepada Allah serta haruslah masingmasing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya” (Yunus 3:8).

Total respons ini penting. Puasa tidak berfaedah jika kita terus melakukan hal yang salah. Namun tidak ternilai sebagai pertolongan spiritual jika kita berbalik dari hal yang salah dan melakukan hal yang benar. Jadi, penduduk Niniwe bukan hanya puasa dan berselubung kain kabung, mereka membuat proklamasi untuk “berbalik dari tingkah lakunya yang jahat dan dari kekerasan yang dilakukannya.” Dari nasnas Kitab Suci lain kita menemukan dosa Niniwe adalah kekerasan.

Lalu proklamasinya ditutup: “Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal sertai berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa.” Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya” (Yunus 3:9-10).

Kita ingat Yohanes Pembaptis mengkhotbahkan pesan pertobatan. Ketika orang-orang Farisi dan Saduki datang bertanya untuk dibaptis sebagai bukti pertobatan, ia berkata, “Aku ingin melihat buah pertobatan dalam hidupmu. Tidak cukup mengatakan padaku kamu sudah bertobat jika Aku tidak bisa melihat hasil dari cara hidupmu.” (Matius 3:7-8).

Dalam kasus penduduk Niniwe, Allah melihat bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka Ia memiliki belas kasih dan “menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya.”

Sangat menarik melihat hasil-hasil sejarah. Niniwe terhindar hampir dua ratus tahun sebelum akhirnya dihancurkan. Selama waktu itu di Israel, Allah memiliki beberapa nabi, seperti Amos dan Hosea, yang membawa pesan peringatan penghakiman dan panggilan untuk bertobat pada Israel. Israel memiliki Kitab Suci, mereka memiliki latar belakang Musa dan Hukum, dan mereka memiliki nabi-nabi. Banyak nabi pergi kepada orang-orang Israel, namun mereka tidak berbalik.

Sebagai kontras, Niniwe tidak memiliki latar belakang. Satu nabi pergi sekali, dan seluruh kota berbalik. Itu luar biasa. Konsekuensi menarik bahwa Allah menghindari Niniwe dan menggunakan imperium Asyria, dengan ibu kotanya Niniwe, untuk membawa hukuman-Nya atas Israel.

Penghakiman Allah atas Israel suatu peringatan. Contoh kedua bagaimana sejarah dirubah melalui praktik puasa, kita kembali pada Kitab Ester. Orang-orang Yahudi berada dalam pembuangan di Imperium Persia. Seorang bernama Haman memiliki posisi politik besar dan berkuasa di Imperium Persia. Ia meyakinkan
raja agar mengeluarkan dekrit untuk menghancurkan semua orang Yahudi didalam batas imperiumnya pada hari tertentu. Ini kemungkinan yang terdekat bagi siapa pun yang pernah hampir menghilangkan negara Yahudi – bahkan lebih dekat dari Adolph Hitler dalam Perang Dunia Kedua. Krisis yang Israel belum pernah
hadapi dalam seluruh sejarah mereka. Respons mereka mengatasi krisis ini dengan berbalik kepada Allah melalui doa dan puasa.

Ratu Ester khususnya – orang Yahudi meski raja tidak tahu latar belakang rasnya – memberi contoh pola berdoa dan puasa bagi semua generasi selanjutnya untuk menjadi perantara dalam doa syafaat yang pada akhirnya merubah sejarah bangsa Israel. Ini deskripsi dalam Ester 4:15-17: “Maka Ester menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Mordekhai: “Pergilah, kumpulkanlah semua orang Yahudi yang terdapat di
Susan dan berpuasalah untuk aku; janganlah makan dan janganlah minum tiga hari lamanya, baik waktu malam, baik waktu siang. Aku serta dayang-dayangku pun akan berpuasa demikian, dan kemudian aku akan masuk menghadap raja, sungguhpun berlawanan dengan undang-undang; kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati. Maka pergilah Mordekhai dan diperbuatnyalah tepat seperti yang dipesankan Ester kepadanya.”

Orang-orang Yahudi tahu apa yang harus dilakukan. Sudah ada dalam ordonasi Hari Penebusan Dosa. Mereka tahu cara merendahkan diri di hadapan Allah dengan puasa. Semua orang Yahudi di ibu kota Susan, dari Ester kebawah, menyisihkan tiga hari berdoa dan puasa. Apa hasilnya? Dalam Ester 5:1-3, kita membaca: “Pada hari yang ketiga Ester mengenakan pakaian ratu, lalu berdirilah ia di pelataran dalam istana raja, tepat di depan istana raja. Raja bersemayam di atas takhta kerajaan di dalam istana, berhadapan dengan pintu istana itu.

Ketika raja melihat Ester, sang ratu, berdiri di pelataran, berkenanlah raja kepadanya, sehingga raja mengulurkan tongkat emas yang ditangannya ke arah Ester dan menyentuh ujung tongkat itu. Tanya raja kepadanya: “Apa maksudmu, hai ratu Ester, dan apa keinginanmu? Sampai setengah kerajaan sekalipun akan diberikan kepadamu” (Ester 5:1-3).

Ester masuk dengan permohonannya dan ia merubah seluruh arah sejarah Imperium Persia. Kebalikan dari kekalahan dan malu, situasi menjadi kehormatan dan kenaikan derajat sosial bagi orang-orang Yahudi dan pemimpin-pemimpin mereka, Mordekhai dan Ester. Poin perubahan kritikal terjadi dalam tiga hari ketika Ester dan semua orang Yahudi di Susan puasa dan mencari Allah. Tujuan mereka diubah. Ketika Ester masuk kepada raja, ia berkata, “Apa maksudmu hai ratu Ester? Sampai setengah kerajaan sekalipun akan diberikan
kepadamu” Dengan kata lain, doa dan puasanya membuka jalan untuk semua yang ia butuhkan mewakili bangsanya.

Ester pola yang indah untuk kita hari ini. Allah mencari orang-orang seperti Ester yang menyadari kodrat kritikal situasi kita dan berbalik pada Allah dengan orang-orang percaya dalam doa dan puasa. Doa dan puasa masih bisa mengundang intervensi ilahi mewakili umat-Nya. Situasi kritikal di dunia hari ini, sama dengan pada zaman Ester. Allah berbicara sangat mendesak pada umat-Nya hari-hari ini mengenai kebutuhan doa dan puasa.

Kita sudah melihat kuasa tak terbatas dan tak terukur yang dilepas melalui berdoa dan puasa ketika dipraktikkan dengan motif yang benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip Kitab Suci. Kuasa yang dilepaskan bisa merubah bukan hanya individu dan keluarga, namun seluruh kota, negara dan peradaban. Dua contoh sejarah dan alkitabiah ini adalah Niniwe pada zaman Yunus, dan ras Yahudi dalam Imperium Persia pada zaman Ester. Dalam masing-masing kasus, arah sejarah dirubah secara radikal dan secara permanen ketika sekelompok orang merendahkan diri mereka dihadapan Allah melalui berdoa dan puasa.

Meski demikian, kita tidak harus melihat pada demonstrasi kuasa Allah merubah sejarah sebagai sesuatu yang dibatasi di masa lalu. Dimungkinkan, bagi kita melalui cara-cara yang sama berdoa dan puasa, meminta intervensi Allah dalam sejarah hari ini seperti dicatat dalam Alkitab. Ini kebutuhan yang mendesak dan kemungkinan yang mulia. Allah menunggu kita melakukan ini.

Untuk mengerti apa yang Allah harapkan dari kita, kita kembali pada nabi Yoel. Yoel memberi kita dengan singkat namun komprehensif gambaran umum tujuan-tujuan Allah untuk umat-Nya pada hari-hari terakhir. Yoel membuka dengan pemandangan bencana dan kehancuran. Yoel 1:8-12 memberi gambaran situasi mendesak dan tidak ada harapan: “Merataplah seperti anak dara yang berlilitkan kain kabung karena
mempelai, kekasih masa mudanya. Korban sajian dan korban curahan sudah lenyap dari rumah TUHAN;
dan berkabunglah para imam, yakni pelayan-pelayan TUHAN. Ladang sudah musnah, tanah berkabung, sebab gandum sudah musnah, buah anggur sudah kering, minyak sudah menipis. Para petani menjadi malu, tukang-tukang kebun anggur meratap karena gandum dan karena jelai, sebab sudah musnah panen ladang. Pohon anggur sudah kering dan pohon ara sudah merana; pohon delima, juga pohon korma dan pohon apel, segala pohon di padang sudah mengering. Sungguh, kegirangan melayu dari antara anak-anak manusia” (Yoel 1:8-12).

Situasi tandus, binasa, tidak ada harapan, ratapan dan tidak ada sukacita secara total. Namun Allah mengungkapkan penyembuhan yang ditunjukkan-Nya melalui nabi yang sama dalam ayat-ayat berikut. Dalam Yoel 1:13-14, Allah memerintahkan umat-Nya: Lilitkanlah kain kabung dan mengeluhlah, hai para imam;
merataplah, hai para pelayan mezbah; masuklah, bermalamlah dengan memakai kain kabung, hai para pelayan Allahku, sebab sudah ditahan dari rumah Allahmu, korban sajian dan korban curahan.

Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah TUHAN, Allahmu, dan berteriaklah kepada TUHAN” (Yoel 1:13-14).

Penyembuhan Allah adakanlah puasa yang kudus dan cari Allah dengan doa. “Puasa yang kudus” disini berarti pisahkan waktu untuk Allah kapan kita akan puasa.

Allah mengulang perintah-perintah ini dalam Yoel 2:12: “Tetapi sekarang juga,” demikianlah firman TUHAN, “Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” Lagi, persyaratan dasarnya adalah puasa. Sedikit lebih jauh dalam Yoel kita membaca: “Tiuplah sangkakala di Sion (proklamasi publik bagi semua umat Allah), adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; Kumpulkan bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orangorang yang tua, kumpulkanlah anak-anak yang menyusu; baiklah penganten laki-laki keluar dari kamarnya, dan penganten perempuan dari kamar tidurnya; (semua orang harus memberi diri mereka mencari Allah tanpa keberatan dan keraguan. Pekerjaan hari-hari untuk sementara dikesampingkan). “baiklah para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah, dan berkata: “Sayangilah, ya TUHAN, umat-Mu, dan janganlah biarkan milik-Mu sendiri menjadi cela, sehingga bangsa-bangsa menyindir kepada mereka. Mengapa orang berkata di antara bangsa: Di mana Allah mereka?” (Yoel 2:15-17).

Ini respons yang dijanjikan Allah atas doa dan puasa umat Allah: “Hai bani Sion, bersorak-soraklah dan bersukacitalah karena TUHAN, Allahmu! Sebab telah diberikan-Nya kepadamu hujan pada awal musim dengan adilnya, dan diturunkan-Nya kepadamu hujan, hujan pada awal dan hujan pada akhir musim seperti dahulu.

Tempat-tempat pengirikan menjadi penuh dengan gandum, dan tempat pemerasan kelimpahan anggur dan minyak, Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pelahap dan belalang pengerip, tentara-Ku yang besar yang Kukirim ke antara kamu.

Maka kamu akan makan banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan kamu akan memuji-muji nama TUHAN, Allahmu, yang telah memperlakukan kamu dengan ajaib; dan umat-Ku tidak akan menjadi malu lagi untuk selama-lamanya. Kamu akan mengetahui bahwa Aku ini ada di antara orang Israel, dan bahwa Aku ini, TUHAN, adalah Allahmu dan tidak ada yang lain; dan umat-Ku tidak akan menjadi malu lagi untuk selama-lamanya.”

“Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu” (Yoel 2:23-29).

Ketika merespons doa dan puasa umat-Nya, Allah berkata, “Aku akan datang menolongmu. Aku akan merubah seluruh situasi, mengambil kekurangan dan kutuk, dan persediaan semua kebutuhanmu. Akan ada kelimpahan, meluap dan tidak lagi kamu menjadi cela diantara bangsa-bangsa. Kamu akan mengangkat kepalamu, dan orang-orang akan berkata, lihat apa yang Allah sudah lakukan untuk mereka.’ ”

Khususnya, Allah berjanji Ia akan mengrim kebutuhan mendesak umat-Nya – hujan sebelum dan sesudahnya. Ia lalu berkata, dalam hujan spiritual, “Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia.”

Dalam Perjanjian Baru kita membaca kata-kata rasul Petrus pada kerumunan orang yang berkumpul pada Hari Pentakosta, setelah Roh Kudus turun: Tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoel (Petrus menghubungkan ini dengan nubuat Yoel): “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan.  Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu” (Yoel 2:23-29).

Allah sudah mempersiapkan pencurahan Roh Kudus-Nya ke atas Gereja-Nya di seluruh dunia pada akhir hari-hari ini. Jawaban Allah atas kebutuhan mendesak dan tekanan zaman ini. Jawaban-Nya terhadap kekuatan kefasikan satanik yang datang melawan umat-Nya dalam begitu banyak bidang, dan atas kutuk dan kekurangan dalam gereja Allah. Allah tidak mempunyai intensi meninggalkan umat-Nya tidak berdaya atau berada dalam semua tekanan dan kekuatan kejahatan ini. Allah sudah menetapkan. Ia sudah berjanji mencurahkan Roh-Nya dan menolong umat-Nya di tingkat supernatural. Meski demikian, Ia mensyaratkan kita mencari-Nya melalui doa dan puasa, secara kolektif dan dalam kesatuan.

Perhatikan janji dalam Yoel 2:28: “Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia…” Apa arti kemudian dari pada itu? Artinya, kemudian setelah kita memenuhi syarat-syarat yang dinyatakan Allah. Adakanlah puasa yang kudus, maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua dan seluruh penduduk negeri ke rumah TUHAN, Allahmu, dan berteriaklah kepada TUHAN…melalui doa dan puasa. Maka Ia berkata Ia akan setia pada komitmen-Nya pada kita. Allah berkata Ia akan datang pada kita dalam kuasa dan kepenuhan Roh Kudus untuk merubah seluruh situasi. Kebalikan dari takut dan kalah, kita akan menjadi kuat dan efektif. Kebalikan dari kita dicemohkan, dunia akan mundur dalam kekaguman dan keheranan ketika melihat bagaimana Allah datang menolong umat-Nya.

Dalam memanggil umat-Nya untuk berdoa dan puasa, pesan Yoel meletakkan tanggung jawab khusus ke atas pemimpin-pemimpin spiritual umat-Nya. Tiga kelas orang disebut lebih dari sekali. Mereka imam-imam, pendeta-pendeta dan penatua-penatua. Sebagai contoh, dalam Yoel 1:13-14: “Lilitkanlah kain kabung dan mengeluhlah, hai para imam; merataplah, hai para pelayan mezbah….maklumkanlah perkumpulan raya; kumpulkanlah para tua-tua…” Disini penekanannya pada imam-imam, pendeta-pendeta, dan penatua-penatua.

Dalam Yoel 2:16-17, perintah Allah: “Kumpulkanlah bangsa ini, kuduskanlah jemaah, himpunkanlah orang-orang yang tua……para imam, pelayan-pelayan TUHAN, menangis di antara balai depan dan mezbah……” Ada kebutuhan mendesak bagi laki-laki Allah dalam kepemimpinan yang, melalui teladan, akan menunjukkan umat Allah pola doa dan puasa kolektif untuk mencari intervensi Allah mewakili umat-Nya.

Ini diterapkan pada negeri di mana kita hidup. Kita perlu melihat kebenaran dari 2 Tawarikh 7:14: “…jika umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari surga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka.”

Itu pesan untuk kita pada hari-hari ini. Allah mengatakan pada kita sekali lagi Ia akan mengintervensi dengan skala global. Ia tidak hanya menunjukkan diri-Nya berkuasa mewakili individu dan keluarga-keluarga, namun mewakili kota-kota, komunitaskomunitas, kawasan-kawasan dan seluruh bangsa-bangsa.

Jenis intervensi yang Allah bicarakan dalam 2 Tawarikh 7:14, mensyaratkan umat-Nya “…jika umatKu… merendahkan diri.” Kita sudah melihat ini berarti secara kolektif, dalam kesatuan doa dan puasa. Sejak Hari Penebusan Dosa dan seterusnya, ini sudah menjadi cara yang ditetapkan umat-Nya untuk merendahkan diri di hadapan-Nya, dan ordonasi Allah belum berubah. Ia menunggu pemimpin-pemimpin yang, dalam kerendahan hati, akan memimpin umat-Nya dalam kesatuan doa dan puasa. Maka Ia berjanji akan mendengar, mengampuni, dan menyembuhkan negeri. “Apabila engkau berpuasa…Bapamu yang ada di tempat tersembunyi… akan membalasnya kepadamu” (Matius 6:17-18).

Tidak ada cara untuk mengukur besarnya kuasa yang dilepaskan melalui doa dan puasa ketika dipraktikkan dengan motif yang benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip Kitab Suci.

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply