Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Mama, Dari Mana Bayi Lahir?




Pendidikan seks harus diberikan sejak dini supaya anak mendapat pengertian yang proporsional. Bagaimana cara mengenalkannya?

Pertanyaan anak mengenai seksualitas umumnya dimulai di usia 3 tahun. Dengan bertambahnya usia, pertanyaan mereka makin spesifik. Sebab itu, mengenalkan seks pada anak sebaiknya dilakukan sejak mereka masih sangat kecil, dengan bahasa yang kita tahu anakanak akan mengerti. Seiring dengan itu, penjelasan ini akan diperkaya jika mereka melihat komunikasi orangtuanya harmonis dan saling menghormati. Masing-masing menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Sistem keluarga yang berjalan baik akan ikut memperkaya anak-anak dan menolong mereka menerima seksualitasnya sendiri.

Bukan Hal Tabu

Keingintahuan anak soal seks bukanlah hal yang tabu. Sebab itu, orangtua harus menyiapkan diri jika saatnya anak-anak bertanya. Ada anak yang pembawaannya memang suka bicara; atau dia sedang dalam usia terus  mendorong kita belajar sabar dan kreatif. Sabar artinya dengan gembira mendengarkan celoteh anak; lantas kreatif menciptakan kalimat dan jawaban yang bisa mereka mengerti. Hindari jawaban: “pokoknya” dan jangan sekali-kali muncul kalimat “ini anak kok bertanya terus, sih?” Pada usia balita mereka akan bertanya: Bagaimana bayi ada dalam perut mama. Atau mengapa alat kelamin anak pria berbeda dengan anak perempuan. Di usia yang lebih besar (7-10 tahun) mereka akan mempertanyakan istilah-istilah yang mereka dengar di televisi, misalnya: perkosaan, pelecehan seksual, seks, sodomi, pacaran, ciuman. Menjelang remaja (SD 4-6) anak-anak belajar perbedaan anatomi dan fungsi tubuh pria dan wanita dewasa. Kenalilah karakter anak-anak Anda dengan sebaik-baiknya dan jawablah mereka sebagaimana mereka mengerti.

Dari Mana Bayi Lahir?

Saya tidak akan lupa sebuah peristiwa. Saya kelas 6 SD waktu itu. Istri penjaga sekolah saya melahirkan. Kami, beberapa anak perempuan, membesuk di rumahnya, di sebelah sekolah kami. Bayi itu kecil, mungil, manis. Seorang teman bertanya kepada ibu si bayi, “Sakit, nggak waktu melahirkan?” “Ya, sakit!” jawabnya. Teman lain menimpali, “Tentu sakit, dong. Kan itu-nya melar.” Semua teman memperlihatkan wajah ngeri, “Iiii!” Maka saya tampil bak pahlawan, “Kata mamaku, perut ibu terbelah, terus bayinya keluar.” Keterangan saya dibantah temantemanku. Tapi saya nggak mau kalah, sebab itulah keterangan mama saya. Kami bertengkar. Akhirnya ibu itu bilang, “Mama kamu salah. Keluarnya memang lewat sini.” Saya pulang dengan sangat malu. Tiba di rumah saya konfirmasi pada mama saya. Mama mengakui dulu dia cerita begitu karena tidak tahu cara menjelaskan pada saya. Mama minta maaf, tapi saya terluka. Peristiwa itu membekas sampai sekarang, sudah lebih 30 tahun berlalu.

Jelaskan dengan Jujur

Waktu saya di kampus, seorang teman kami, perempuan, suatu kali menjerit-jerit histeris. Kami pikir, mengapa? Ternyata di sebuah majalah wanita dipaparkan secara gamblang dengan foto-foto yang jelas, proses seorang ibu melahirkan. Teman ini baru tahu bahwa begitu kejadian yang sebenarnya. Dia shock! Dengan semua kejadian yang saya alami, saya bertekad akan memberi tahu anak-anak saya sejujur-jujurnya, sesuai kebutuhan mereka, semua hal yang menyangkut seksualitas. Saya tidak mau anak-anak saya mendapat informasi salah dari orang lain. Suatu kali memang, mereka menanyakan hal itu pada kami, “Bagaimana, sih cara ibu-ibu melahirkan? Dari mana bayi keluar?” Suami saya menjawab, “Dari vagina mamanya. Kalau bayi sudah mau lahir, terjadi kontraksi pada perut ibu. Kontraksi itu adalah otot perut kejang dan mendorong bayi ke bawah, keluar dari perut mamanya. Proses kontraksi bisa berlangsung lama. Makanya, melahirkan bayi itu suatu perjuangan yang sangat berat.”

Belajar Seks Sejak Dini

Anak-anak saya terpaku waktu mendengar itu. “Aku juga lahir begitu?” tanya Jo (ketika itu 11 tahun). “Kalian berdua lahir lewat operasi,” jawab papanya. Maka, saya menjelaskan pada mereka bagaimana proses operasi berlangsung. Saya melihat, penjelasan yang benar, membuat anak-anak juga lebih terbuka menyatakan sayang mereka kepada saya, mamanya. “Bagaimana bayi bisa ada di dalam perut?” tanya Moze (ketika itu usia 7) selanjutnya. “Itu sih aku tahu,” jawab Josephus, “kan ada pembuahan.” “Apa sih pembuahan?” Moze bertanya lagi. “Pembuahan berarti sperma bertemu dengan sel telur. Aku sudah belajar itu di sekolah,” Jo memotong. Saya menambahkan, “Alat kelamin kalian terdiri atas dua macam. Yang panjang namanya penis, yang seperti bola disebut skrotum. Skrotum punya dua bola lebih kecil. Namanya testis. Coba kalian perhatikan.” Anak-anak membuka celana mereka dan memegang bagian yang saya sebut. “Iya, betul,” komentar Moze. Jo sudah lebih jelas karena dia menjelang remaja. “Nah, kalau kalian sudah akil-balik, yang laki-laki sudah mengalami mimpi basah, testis itu akan menghasikan sperma. Bentuknya seperti lendir. Makanya dalam persetubuhan sperma bertemu dengan sel telur dalam vagina. Itu namanya pembuahan.” “Dalam perut namanya janin, kan Ma?” kata Moze. “Betul,” jawab saya, “janin itu menjadi besar. Mama harus makan dan minum yang bergizi supaya ada bahan untuk membuat otak anaknya, kaki, tangan, jantung, kepala, dan semua bagian tubuh yang lain.”

Aku mau lihat ….!

Di usia 11 dan 7 tahun kedua anak saya berada pada tahap ingin tahu yang besar terhadap perkembangan tubuh manusia. Suatu kali, sambil menemani Moze tidur, kami ngobrol. “Ma, aku mau lihat dong, meme (Catatan: dalam keluarga kami menyebut ”payudara” dengan istilah ”meme”) mama,” katanya. “Untuk apa?” tanya saya. “Aku mau lihat bentuknya.” Moze mengulurkan tangannya, ingin memegang. Tapi saya tahan tangannya, “Bukan begitu caranya,” kata saya. “Kamu harus menghormati bagian tubuh mama. Meme itu adalah alat Tuhan untuk menghidupi kamu waktu kamu bayi. Kalau tidak ada meme, kamu tidak tumbuh dengan sehat, pintar, dan aktif seperti sekarang.” Anak saya mengubah tingkahnya. Dia lebih serius. “Kau boleh melihat,” kata saya sambil menunjukkan bagian tubuh saya kepada Moze. Kemudian saya menjelaskan kepadanya proses munculnya ASI. “Pada bagian yang seperti gunung ini ada banyak tempat air susu. Waktu kau mulai ada dalam perut mama, kelenjar air susu juga mulai berproses. Begitu bayi lahir, meme sudah siap memberi susu untuk bayi.” “Kok ada lubang di sini?” tanya Moze sambil menunjuk puting. “Itu tempat memancarnya air susu. Kalau bayi tidak meminum susu mamanya, meme ini akan mengeras, mama bisa demam. Maka bayi harus diberi susu terus-menerus. Mama juga minum banyak air supaya ada bahan untuk memproduksi air susu.” “Berapa lama aku minum susu mama?” “Hampir dua tahun. Mama senang sekali bisa menyusui kamu. Air susu ibu itu paling sehat buat anaknya,” jawab saya sambil merapikan baju saya kembali. Sebelum tidur, Moze memegang tangan saya. “Terima kasih ya, Ma, untuk air susu mama buatku.”



Leave a Reply