Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Sebuah Kado untuk Valentine




eBahana.com – Seminggu menjelang hari kasih sayang. Murid-murid di kursus mulai kasak kusuk dengan wajah rona rupa. Yang lebih berani bertanya, “Frau Manurung, kita les tgl 14?”

Aku melihat kalender di dinding. “Tgl 14 kan bukan hari merah, yah kita kursus dong.”

Huuuu..sorakan gaduh dari barisan belakang.

“Frau Manurung ga Valentine-an?” sambar seorang murid di baris depan. Mmm, mulai nih murid sekarang berani ngomong sama gurunya.

“Ih, kamu ga liat di FB ya? Pacar Frau Manurung kan di asrama. Gimana Valentine-an?” jawab seseorang di barisan tengah. Lalu terdengar cekikikan tidak jelas. Aku mengeraskan volume lagu “Du”-nya Peter Maffay. Tak gunalah meladeni mereka.

“Kita mulai kuis mendengar. Dengarkan lagu ini dan catat liriknya.” Tiba-tiba hening.***

 

Tiba-tiba pula mengantuk. Semalaman bergadang menyelesaikan sebuah cerpen. Hobi yang satu itu seringnya menuntut jam-jam sepi. Dan seringnya pula jam-jam sepi itu adalah lewat tengah malam jelang subuh. Melewatkan lelap yang masih minta jatah saat angin sore semilir seperti sekarang ini.

Pelajaran akan berakhir  sepuluh menit lagi. Aku perkirakan akan sampai pulang di kota kelahiranku empat jam ke depan. Sudah cukup malam.

Tiba-tiba lelah sangat.***

 

Bis yang membawaku pulang melaju kencang tanpa hambatan. Deretan pohon karet berlari di belakang. Aku terjaga tepat di perbatasan kota. Membuka tirai kaca dan mencoba mengawasi seberang kanan jalan di tengah kegelapan malam. Ah, itu dia sekolah tempatnya belajar Alkitab.    Pandangan kucoba tajamkan sebisa mungkin. Ada beberapa orang di halaman. Apakah salah satunya dia? Peraturan asrama tidak membolehkan mereka berkomunikasi via HP. Jatah memakai HP hanya sekali dalam dua minggu.

Komunikasi di antara kami sungguh kabur. Kalau sedang bertelepon bisa jadi baterainya lemah sebab charger juga disimpan. Jatah keluar di hari Minggu pun hampir tidak pernah dia pakai sebab sering membantu pelayanan para guru.

Yah, itulah risikonya dan aku sudah terbiasa tidak menaruh harapan apa-apa supaya tidak terlalu kecewa. Jadi, sekedar melewati sekolah tempatnya belajar saja sudah cukup menghangatkan perasaanku.***

 

Aku belum terlalu larut ketika sampai di rumah. Sesudah memberi  salam aku langsung menuju kamarku. Tidur adalah satu-satunya yang kuinginkan sekarang. Di gagang pintu tergantung bingkisan. Hatiku bertanya-tanya untuk siapa.

“Untukmu, tadi dititip pas selesai belajar,”abangku mengatakannya sambil lalu.

Berdebar-debar aku meraihnya. Dari Hosea? Ah, yang benar saja pikirku. Aku menentengnya masuk ke kamar. Hosea bukan tipe romantis menjelang Valentine. Mungkin ini salah satu buku yang dia pikir aku perlu baca. Begitu pikirku seraya membuka kertas kadonya dengan hati-hati.

Tiba-tiba hangat di mataku. Hangat pula di hatiku.

                “Lin, aku berdoa supaya cepat lelap selalu dan tidurnya berkualitas. Ini kuberikan bantal, semoga tidurmu semakin nyenyak setelah ini. Tuhan memberkati.”

Bantalnya cakep, untuk ukuran Hosea yang kupikir sebelumnya begitu kaku. Di tengah-tengah berwarna pink, ha-ha-ha murid-murid itu tidak tahu kalau gurunya juga dapat kado Valentine. Dedaunan di pinggirnya berwarna hijau tentunya, warna favoritku. ***

 

Kado itu sampai tanggal 15 Februari, lima tahun yang lalu.

Kini tidak ada lagi bantal-bantal Valentine. Kami baru saja pulang dari pelayanan duka jemaat. Menelusuri kampung-kampung yang jalanannya jelek dan berlubang, ditambah kondisi kendaraan yang menua kami sepakat sore ini akan membeli kado Valentin.

Sebuah ban, yah sebuah ban mobil sangat kami perlukan sekarang ini kalau mau perjalanan menuju pelayanan mulus tanpa gangguan.

Sebuah ban mobil untuk pelayanan, itu kado kami berdua di Valentine kali ini untuk Tuhan.

Terima kasih Tuhan Yesus, atas kasih sayang-Mu buat kami.-Caroline T. Manurung



Leave a Reply