Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Manusia yang Memanusiakan Manusia




eBahana.com – Terinspirasi dari kehidupan kemanusiaan Yesus. Penulis tertarik untuk memberikan judul ini dalam tulisan kali ini. Apa yang Alkitab beritahukan kepada kita bahwa Yesus Kristus adalah manusia yang sejati, yang memberlakukan relasi tiga arah dalam kasih. Kemanusiaan Yesus tampak dengan kasih-Nya yang diwujudkan kerelaan dan kepedulian-Nya kepada banyak orang di sepanjang perjalanan yang dilukiskan oleh kitab-kitab Injil. Dan wujud kasih terbesar kepada manusia adalah dengan memberikan Diri-Nya sendiri menjadi korban penebusan bagi dunia yang berdosa.

Kasih bukanlah suatu perasaan belaka, melainkan tindakan yang melibatkan seluruh manusia sebagai totalitas. Dalam pengorbanan Yesus di kayu salib kita memperoleh contoh konkrit tentang kasih. “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebebasan” (I Yohanes 3:16-18). Manusia itu makhluk yang relasional, dengan relasi tiga ganda, yaitu: relasi dengan Allah, relasi dengan sesamanya dan relasi dengan alam semesta.

Relasi manusia dengan Allah, diaplikasikan dengan sikap hidup yang terbuka bagi Tuhan dan yang sadar akan panggilan yang memberikan arti yang tulen (asli) kepada hidup manusiawi.” Tugas memanusiakan manusia hanya dapat dimengerti dalam hubungan dengan panggilan Allah kepada kita. Allah memanggil kita untuk berperan-serta dalam pekerjaan-Nya membangun manusia yang lebih manusiawi. Ia memanggil kita untuk hidup sesuai dengan pola kehidupan manusiawi yang dinyatakan oleh Yesus Kristus. “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5).

Menyangkut relasi manusia dengan sesamanya, Alkitab memberi kesaksian bahwa sejak awal Allah bermaksud agar manusia menikmati persekutuan dengan sesamanya: “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:18). Manusia sejati adalah manusia yang diwarnai oleh persekutuan. Kedudukan ekonomi seharusnya tidak menimbulkan persaingan yang merusak relasi antar manusia dan tidak memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin. “Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri, dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Filipi 2:2-4).

Tentang relasi manusia dengan alam semesta, Alkitab mengatakan bahwa manusia mendapat perintah dari Allah untuk memenuhi dan menaklukkan bumi dan berkuasa atas semua makhluk di bumi (lihat Kejadian 1:28). Relasi ini mempunyai tiga dimensi:

  • a. Manusia dapat menggunakan dan menikmati dunia ciptaan Allah.
  • b. Manusia perlu memelihara dunia dan menghargai keseimbangan ekologis lingkungan hidup.
  • c. Manusia meneruskan penciptaan Allah dengan mengolah bahan-bahan yang sudah diciptakan Allah. Manusia diciptakan dengan kebebasan dan tanggung-jawab.

Allah menciptakan manusia sebagai orang yang bebas. Ia tidak memaksa manusia untuk mematuhi-Nya. Ia ingin agar manusia mematuhi-Nya dengan rela. Karena itu setiap orang perlu memperoleh kebebasan untuk mengambil keputusan-keputusan fundamental yang mempengaruhi kehidupannya. Tetapi kebebasan manusia harus dipakai dengan penuh tanggung-jawab, agar tidak merugikan atau mengurangi kebebasan sesamanya. Allah telah menciptakan bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya, lalu Allah mempercayakan kepada manusia untuk dikerjakan dan dipelihara, supaya semua orang memperoleh bagian dari kebaikan bumi ini dan Allah dimuliakan dalam dan melalui ciptaan-Nya.

Allah juga memberikan bermacam-macam karunia kepada manusia: kesehatan, akal budi, perasaan estetis, keterampilan, kekayaan dan kekuatan untuk melengkapi manusia, agar manusia dapat menjalankan tugas sebagai pengurus rumah Allah yang setia dan bijaksana. Segala karunia tersebut harus dipergunakan untuk kesejahteraan sosial. Sayang, manusia cenderung untuk mengingkari hal tersebut di atas. Bumi yang dipercayakan Allah kepadanya, ia rebut bagi dirinya sendiri. Bermacam-macam karunia yang diberikan Allah kepadanya, ia salah gunakan untuk membesarkan dirinya sendiri. Semuanya dianggap. sebagai prestasi pribadi untuk menikmati kemewahan dan kejayaan. Akibatnya segala berkat Allah tersebut berubah menjadi laknat bagi kita.

Sifat kemanusiaan kita sebagai orang percaya diwujudkan secara real dalam Pelayanan kasih. Pelayanan Kasih ini akan menyentuh sisi lain dari kehidupan manusia yang sering kali tidak tersentuh. Pelayanan Kasih terdiri dari atau mengandung dua aspek, yakni solidaritas dan penatalayanan. Solider berarti menjadi sesama bagi orang lain. Menjadi sesama bagi orang yang tersisih, tetapi juga menjadi sesama bagi orang yang mempunyai kedudukan. Menjadi sesama bagi orang yang miskin, tetapi juga menjadi sesama bagi orang yang kaya. Menjadi sesama bagi orang yang lemah, tetapi juga menjadi sesama bagi orang yang berkuasa.

Solidaritas harus disertai dengan visi dan orientasi, visi dan orientasi itu kita dapatkan dalam terang rencana Tuhan dan kasih Tuhan akan dunia ini (Yohanes 3:16) Dengan visi dan orientasi tersebut, kemanusiaan kekristenan kita akan terarah kepada suatu realisme yang berpengharapan dan berdampak bagi manusia lainnya. Pelayanan yang dijalankan dalam terang rencana Tuhan itu dalam keadaan yang bagaimanapun sulitnya, rencana Tuhan membuka perspektif-perspektif yang baru, yang mengajak manusia untuk saling melayani. Beranjak dari kemanusiaan Yesus, kemanusiaan kita harus dikendalikan sepenuhnya dalam terang rencana Tuhan dan kasih Tuhan akan isi dunia ini, solidaritas kita haruslah ditujukan kepada kepentingan umat manusia umumnya dan tidak hanya kepada kepentingan sesuatu golongan saja.

Alkitab adalah prinsip yang kita akui, bahwa Allah adalah pemilik segala sesuatu, sedangkan kita hanyalah pengurus rumah-Nya. “Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya?” (Lukas 12:42). Berangkat dari penjelasan diatas, diharapkan kita mulai bertindak untuk ikut serta membangun kehidupan yang lebih baik dan menghindari hal-hal yang merusak kehidupan.

Oleh Pdt. Wijaya Naibaho.



Leave a Reply