Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

MELLISSA GRACE: DITEROR GARA-GARA PERAN MPOK LISA!




Jumpa Bintang

Menyebut nama Mellissa Grace pasti langsung teringat Lenong Bocah. Acara teatrikal anak-anak Sanggar Ananda asuhan Aditya Gumay tersebut memang sangat terkenal pada masanya. Plot cerita yang sederhana dengan dialog-dialog kocak nan polos khas anak-anak membuat Lenong Bocah langsung bisa diterima masyarakat. Perjalanan karier Melissa dalam dunia hiburan dimulai sejak masa kanak-kanak. Sedari kecil ia sudah belajar vokal di bawah bimbingan Pranadjaya, pendiri Bina Vokalia. Sejak itu ia rajin mengikuti lomba menyanyi. Meski punya prestasi, di rumah ia tetap sama seperti anak-anak lain. Semisal suka bermain peran
dengan boneka kesayangannya. Atau meniru gaya gurunya saat mengajar di sekolah. Hal ini ternyata dipahami mamanya sebagai isyarat bahwa Melissa punya bakat acting. Saat salah satu saudaranya memberi tahu bahwa sanggar Ananda sedang membuka pendaftaran anggota baru, sang mama langsung mendaftarkan Melissa ke sanggar. Jadi, motivasi utamanya hanya menyalurkan bakat, bukan mencari popularitas.

Enam bulan berlatih di sanggar, Melissa memutuskan ingin berhenti. Pertimbangannya, kegiatannya di sekolah sudah cukup padat. Apalagi ditambah les menyanyi dan ikut di lomba-lomba menyanyi. Jika ditambah dengan teater, waktu belajar bisa terganggu. Namun, niat ini ditolak oleh Aditya Gumay, pemilik sekaligus pengelola Sanggar Ananda. “Kak Adit bilang saya jangan keluar dulu karena sanggar akan membuat program televisi mingguan yang namanya Lenong Bocah. Rencananya hanya 13 episode. Saya harus ikut. Setelah dipertimbangkan, saya menunda keluar karena mau ikut Lenong Bocah dulu. Di situ saya kebagian peran sebagai Mpok Lisa. Seorang ibu yang sok kaya, tetapi gemar berutang. Karakter inilah yang nantinya melekat kuat di benak masyarakat tiap kali melihat saya,” kata Melissa. Kendala awal, ia harus belajar berbicara menggunakan dialek Betawi. Karena nama acaranya Lenong, Melissa dan semua pemeran harus belajar tentang bagaimana kultur Betawi dalam keseharian masyarakat. Bagi Mellissa, hal itu sangat menarik.

Untuk satu episode harus latihan selama 2–3 minggu karena syutingnya tanpa take two. Artinya, take two hanya dilakukan jika ada kesalahan teknis yang serius. Jika hanya lupa dialog, pemain harus berimprovisasi.
Improvisasi inilah yang kemudian membuat lucu. Apalagi disampaikan dengan bahasa anak-anak yang spontan. Belakangan jumlah episode yang semula hanya 13 bertambah jadi 26 dan akhirnya 52. Tidak lama jumlah itu bertambah hingga tiga kali lipat. Selama masa penayangannya, Lenong Bocah meraup banyak
penghargaan. Salah satunya Piala Vidia.

Diteror karena Peran

Setiap kali melakoni peran, Melissa selalu melakukannya secara total. Di satu sisi hal tersebut membuatnya
mampu menjiwai peran dengan baik. Namun di sisi lain, gara-gara itu pula ia pernah mendapat pengalaman tidak menyenangkan. “Pada tahun 90-an, cara komunikasi belum seperti sekarang. Orang berkirim kabar dengan surat. Waktu itu saya punya kebiasaan menerima dan membalas sendiri surat-surat dari penggemar. Suatu kali ada seseorang mengirim surat ancaman dengan tuntutan minta sejumlah uang. Karena tidak saya tanggapi, pelaku mengirim surat kedua dengan tuntutan nominal lebih besar. Merasa surat kedua tidak ditanggapi, ia mengirimsurat ketiga dengan tuntutan minta motor. Kalau tidak diberi, rumah saya akan dibom. Pada titik inilah saya dan keluarga merasa pengancaman sudah keterlaluan. Kami lapor ke polisi. Setelah polisi turun tangan, ternyata pelakunya seorang remaja. Usut punya usut, motifnya jengkel terhadap karakter Mpok Lisa yang saya perankan di Lenong Bocah,” tuturnya sambil tertawa.

Soal karakter Mpok Lisa, Mellissa mengaku itu hanya sebatas di panggung. Berbeda sama sekali dengan
karakter asli dirinya. Di kehidupan sehari-hari, ia justru merupakan orang yang terbuka, suka bergaul, dan
memiliki sikap empati yang tinggi kepada orang lain. Meski begitu, diakuinya juga bahwa ketenaran karakter Mpok Lisa membuat jalannya ke dunia hiburan terbuka lebar. Usai Lenong Bocah, Mellissa menggarap Kring Kring Olala. Ini adalah acara anak-anak pertama yang ditayangkan secara langsung di televisi. Dari situlah ia kemudian bertemu Papa T. Bob, seorang pencipta lagu anak-anak. Bahkan akhirnya Papa T. Bob membuatkan lagu “Sejuta Buah” untuk dinyanyikan Melissa. Pada 2017 lagu ini dipopulerkan kembali oleh Sarwendah.

Sejak itulah banyak tawaran sinetron, FTV, hingga presenter berdatangan. Ada banyak pihak yang Melissa anggap berjasa dalam perjalanan kariernya di dunia hiburan. Terutama ibunya yang paling keras memegang prinsip bahwa sekolah harus nomor satu. “Pernah suatu kali ada produser menawari saya peran utama dengan syarat harus ikut syuting selama sebulan penuh. Mama langsung menolak. Produser itu sempat heran. Ia bilang mendapat peran utama itu sulit, kenapa ditawari malah menolak? Jawaban mama tegas, yaitu sekolah harus nomor satu. Bagi mama, karier di dunia hiburan ada akhirnya, Namun ilmu akan dipakai seumur hidup. Sikap yang sangat saya setujui,” urainya.

Manusia Itu Dinamis

Bicara soal keluarga, Mellissa ternyata memiliki hubungan yang erat dengan orangtua maupun kedua kakaknya. Sikap saling mendukung dalam keluarga diakuinya sebagai penyemangat kala dirinya menghadapi masalah. “Kami punya kebiasaan saling berkirim pesan. Sedang di mana, dengan siapa, makan di mana, dan seterusnya. Kalau saya terlambat pulang atau lupa memberi kabar, ibu dan kakak pasti akan mencari,” paparnya. Setelah lulus dari SMA, Melissa melanjutkan studi ke perguruan tinggi Fakultas Psikologi. Pada 2005 Mellissa lulus dari Fakultas Psikologi Atmajaya dengan predikat cum laude. Dua tahun kemudian ia memperoleh predikat yang sama setelah lulus Program Magister Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Mengapa memilih menekuni psikologi? Ia menjawab karena psikologi subjeknya adalah manusia. “Manusia adalah subjek yang dinamis. Artinya, ilmu ini tidak akan berhenti berkembang. Dengan mengenal manusia, kita bisa lebih baik dalam mengenali diri sendiri maupun orang lain,” jelasnya.

Saat ini Mellissa sementara tidak terlibat syuting film atau sinetron. Walau begitu, jadwal kerjanya tetap padat.
Selain mengurusi kantor tempatnya praktik psikologi, ia juga tercatat sebagai dosen sebuah universitas swasta di Jakarta. Di situ ia mengajar Psikologi Klinis dan Psikologi Komunikasi. Selain itu ia juga masih kerap diminta menjadi narasumber acara diskusi di televisi.

“Selama saya menjadi konselor, kadang ada kejadian lucu tidak terduga. Karena dulu saya dikenal masyarakat sebagai pemain Lenong Bocah dan selanjutnya pernah main di sejumlah sinetron. Beberapa klien yang saya tangani sempat mengira saya main-main. Saat masuk dan tahu berhadapan dengan saya, mereka langsung menatap ke sekeliling sambil memastikan tidak ada kamera atau jebakan dari acara televisi tertentu. Bagi saya, hal-hal seperti itu bisa menjadi jembatan komunikasi yang baik dengan klien,” ungkapnya. Walau memiliki jadwal kerja yang padat, Mellissa cukup aktif di media sosial. Di situ ia banyak membagikan seluk-beluk serta tips psikologi praktis. Misalnya, apa itu tantrum pada anak, bagaimana cara mengatasi anak tantrum, mengenali karakter orang dari kebiasaannya, dan lain sebagainya. Saat ini ia mengaku ingin fokus lebih dulu untuk mengajar. Soal kembali bermain film atau sinetron, hal itu akan dilakukannya jika nanti dirasa waktunya sudah tepat. Redaksi



Leave a Reply