Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Toleransi vs Kompromi




eBahana.com – Seorang pemuda pernah datang dan mengeluh tentang kesulitannya mencari pasangan hidup sesuai keinginannya. Ketika saya bertanya tentang saran yang pernah ia terima, ia mengatakan, “Kamu terlalu perfeksionis! Itulah sebabnya kamu sulit mendapatkan yang sesuai untukmu”.Saran seperti itu tidak membuat hatinya tenang, karena seolah-olah ia diharuskan mengubah keinginan dan impiannya mengenai
pendamping hidup.

Saya mengatakan, “Jangan kompromikan apa yang kamu anggap sebagai kebenaran. Tapi, belajarlah untuk menoleransi keunikan dan karakter orang lain ketika menjalin relasi dengan mereka”.

Ada perbedaan mendasar antara kompromi dan toleransi. Orang yang berkompromi berarti menyatakan bahwa standar kebenarannya dapat dikurangi demi kepentingan bersama dan mengakui bahwa standar kebenaran yang ia miliki dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Kompromi inilah yang menjadi cikal bakal praktik “salah menjadi benar dan benar menjadi salah”.

Menurut hasil survei karakter, 86% orang cenderung melakukan kompromi dan 97% orang mempunyai potensi untuk melakukan toleransi, tetapi cenderung melakukan kompromi.

Keuntungan dan Teladan Toleransi
Toleransi memperluas wawasan dan pemahaman mengenai manusia dan kehidupan, tidak mudah menghakimi pribadi orang lain, mampu mempertimbangkan lebih banyak hal, membuat orang yang bersalah tidak takut untuk meminta bantuan dan pengampunan dari kita, dan membuat orang-orang mau mengikuti kita, mendengarkan kita dan dipimpin oleh kita. Toleransi merupakan teladan Tuhan Yesus, yang tidak pernah mengkompromikan dosa. Namun, Ia mengerti keterbatasan dan kelemahan kita. Ia memiliki rasa belas kasihan hingga rela turun ke dunia dan membantu kita mengatasi kelemahan-kelemahan kita.

Halangan Toleransi Tidak Tegas
Kebanyakan orang takut bertindak tegas karena menganggap/takut dianggap sebagai legalis yang berdarah
dingin. Sebaliknya dengan menyatakan kebenaran dengan tegas, kita justru memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengetahui kesalahannya dan memperbaiki diri. Dengan bertindak tidak tegas dan mengkompromikan kesalahan, kita makin menjerumuskan orang lain dan diri kita ke kehancuran.

Kesombongan
Kesombongan membawa kita pada pemikiran bahwa “prinsip saya yang terbaik, dan semua orang harus
mengikutinya”. Kesombongan menutup pintu wawasan sehingga kita hanya mengizinkan informasi-informasi yang kita sukai masuk dalam diri kita. Kesombongan menyebabkan kita melewatkan pelajaran-pelajaran berharga yang Tuhan ingin ajarkan kepada kita.

Tidak Punya Nilai
Nilai-nilai yang kita pegang berfungsi sebagai pilar penopang. Nilai itulah yang akan menopang segala keputusan dan menentukan sejauh mana kita dapat menoleransi suatu hal atau telah jatuh dalam kompromi. Tanpa penopang, sebuah bangunan tidak akan dapat berdiri tegak. Tanpa hukum, sebuah negara akan menjadi kacau. Tanpa nilai-nilai yang jelas, sebuah perusahaan, keluarga, atau bahkan seseorang akan terjatuh ke dalam kompromi demi kompromi.

Bagaimana Melatih Toleransi?
Kembali ke cerita pemuda tadi, tips yang saya berikan padanya agar mengembangkan kemampuan toleransi
dan menghindari menjadi orang yang kompromis adalah:

1. Tentukan prinsip-prinsip mana yang bersifat mutlak dan mana yang masih dapat diubah
2. Belajar lebih terbuka untuk memahami perbedaan dan keunikan orang lain serta melihat hal-hal positif di dalamnya.
3. Belajar untuk mengintegrasikan hal-hal positif yang ada pada keunikan orang lain ke dalam prinsip-prinsip kita yang bersifat tidak mutlak.

Beberapa waktu kemudian, saya bertemu kembali dengan pemuda tersebut dan ia telah menemukan calon pasangan hidupnya. Ia mengatakan bahwa setelah belajar melakukan toleransi, ia dapat melihat bahwa perbedaan justru membuat ia dapat menerima keunikan orang lain dan melihatnya sebagai kerja sama yang
sinergis. Kekuatannya menutupi titik kritis pasangannya begitu pula sebaliknya.

Oleh DR. Jakoep Ezra, CBA, CPC, Character Specialist Power Character.



Leave a Reply