Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Selamat untuk GKAI




Bogor, eBahana

Persidangan Umum XI Gereja Kristen Alkitab Indonesia (PU XI GKAI), diadakan di Hotel Kinasih – Bogor, sudah terlaksana dengan baik dan lancar. Panitia persidangan ini dikomandoi oleh Pdt. Parhimpunan Simatupang, S.E., M.B.A., yang menggembalakan di GKAI Puncak. Tema persidangan umum ini adalah “Kebenaran Meninggikan Derajat Bangsa Dalam Kasih dan Persatuan Sebagai Gereja Misioner.” Melalui persidangan umum tersebut terpilih secara kongregasional sebagai ketua umum untuk periode 2018-2022 adalah Pdt. Wahyu Wahono Adil Kuswantoro, M.Th. dari 52 pendeta yang hadir dan memiliki hak untuk dipilih (22-25/10/18).

Adapun susunan kepengurusan yang sudah dipilih dan ditetapkan melalui siding umum tersebut untuk menahkodai GKAI tahun 2018-2022 adalah seperti berikut ini:

Badan Pertimbangan  : Pdt. Dr. Mesak Morib, M.Th.

Pdt. Jan Hary Lesnussa, MA.

Pdt. Agus Handono Warih, M.Th.

Ketua I       : Pdt. Dr. Joel Sihnurjadi, M.Th.

Ketua II     : Pdt. Onwin F. Hetharie, S.Th.

Ketua III    : Pdt. Dr. Rully Solomon Runturambi, M.Th.

Ketua IV     : Pdt. Daniel KisowoWidi, S.Th.

Sekretaris Umum   : Pdt. Dr. Hardi Budiyana, M.Th.

Sekretaris I     :  Pdt. Timotius Winarno, M.Th.

Sekretaris II    :  Pdt. Gatot Susilo, S.Th.

Sekretaris III  : Ev. M. Iksantoro, M.Th.

Sekretaris IV   : Pdt. Sugito, S.Th.

Bendahara Umum  :    Pdt. Natan Sunarno, M.Th.

Pdt. Dr. Daniel Suhadi, M.Th.

Anggota     : Pdt. Aminadab Asmuruf, S.Th.

Pdt. Indra Rimbawan, S.Th.

Dalam persidangan umum tersebut, sebenarnya panitia menaruh harapan besar, agar perwakilan dari pemerintah pusat bias turut serta hadir. Hal ini terlihat jelas dari upaya panitia untuk mengundang Presiden Republik Indonesia dan beberapa menteri. Namun, dengan kondisi kesibukan pemerintah pusat, hal ini dapat dimaklumi, sehingga yang setingkat menteri tak ada satupun yang bias hadir dalam persidangan. Salah satu dari utusan yang hadir adalah Dr. Ronny Franky Sompie, S.H., M.H. Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Meskipun PU tidak dihadiri oleh pemerintah pusat, acara PU XI GKAI dapat berlangsung dengan khidmat dan penuh sukacita.

Kini persidangan sudah selesai, namun tugas dan tanggungjawab sudah mulai menumpuk yang harus diselesaikan dan dikerjakan. Ada begitu banyak harapan dan mandat yang dititipkan oleh anggota persidangan melalui siding komisi-komisi, untuk dilaksanakan oleh pengurus sinode GKAI yang baru.

Diantaranya adalah pengurus MU yang baru harus berupaya terus menggalang dana agar bias memiliki kantor sinode, yang sampai saat ini, sinode GKAI belum memiliki kantor. Pemberdayaan dan perhatian bagi perintis jemaat baru di daerah-daerah, khususnya daerah sulit. Wacana pendeta wanita menjadi perhatian istimewa juga, karena masih ada dua pendapat mengenai posisi pendeta wanita di GKAI. Sistim pendataan jemaat juga mendapat perhatian dari peserta sidang, agar ada pengelolaan yang baik dan baku terkait jemaat simpatisan maupun jemaat penuh. Dan masih banyak lagi mandat dan harapan yang diberikan kepada pengurus sinode GKAI terpilih untuk dikerjakan.

Tantangan yang harus dihadapi GKAI yang sudah berumur 40 tahun ini, tidak berhenti sampai di konteks internal saja. Masih banyak tantangan secara eksterna-internal yang harus dihadapi gereja saat ini. Diantaranya, gereja dituntut untuk siap menghadapi zaman revolusi industri 4.0 yang segala sesuatunya begitu cepat perubahannnya. Demikian juga dibidang regulasi, GKAI harus hadir dan aktif memberikan masukan yang komprehensif bagi bangsa dan negara, agar setiap regulasi yang diterbitkan oleh pemerintah, terkait keagamaan, khususnya gereja mendapat pertimbangan yang proporsional.

Misalnya, GKAI harus memberikan kajian dan analisisnya terkait RUU Pesantren dan Pendidikan Agama, yang isinya bahwa pendidikan sekolah minggu dan katekisasi diselenggarakan dalam bentuk program yang memiliki peserta paling sedikit 15 orang dan wajib mendapatkan izin dari kantor Kementerian Agama kabupaten/kota. RUU ini membuat posisi gereja secara politik anggaran dilematis karena ada unsur-unsur traumatis gereja yang mendapat perlakuan tidak berimbang. GKAI juga harus berada di garda terdepan untuk anti hoaks dan ikut serta dalam menanggulangi sikap intoleransi di tengah umat gereja maupun umat eksternal gereja.

GKAI sebagai gereja yang missioner dengan umur 40 tahun, sudah selayaknya menunjukkan posisi dan perannya di tengah masyarakat luas. Untuk menghadirkan pelayanan yang mampu menjawab kebutuhan umat. Umat yang kreatif dalam menyelesaiakan permasalah hidup dan cerdas di bidang kognisi, emosi dan konasi. Semua potensi GKAI, baik golongan tua maupun golongan muda, harus dikerahkan untuk membangun sinergitas dan solidaritas di tubuh GKAI yang misioner. Khususnya generasi muda GKAI yang pontensial harus dilibatkan secara maksimalkan agar kaderisasi tidak putus.

Tugas dan tanggungjawab dalam mengelola organisasi GKAI memang berat dan banyak tantangannya, khususnya dibidang finasial. Dana operasional harian sinode GKAI juga masih menjadi kendala dan anggota Majelis Umum GKAI tidak mendapat benefit finansial dalam arti sesungguhnya. Sejauh ini pribadi-pribadi yang ada di Majelis Umum GKAI adalah orang-orang yang tangguh, pemberani dan hebat, karena meskipun tidak mendapat dukungan finasial yang memadai, pelayanan tetap bias berjalan dan baik.

Meskipun tantangan begitu sulit, namun, yang pasti di setiap perjuangan yang dikerjakan oleh Majelis Umum GKAI terpilih, selama itu berpusat pada Kristus, percayalah, pasti senantiasa disertai dan dicukupkan oleh Tuhan. Sekali lagi selamat buat seluruh GKAI atas terselenggaranya Persidangan Umum XI dan selamat juga buat bapak Pdt. Wahyu Wahono Adil Kuswantoro dan seluruh jajaran Majelis Umum yang sudah terpilih untuk menahkodai GKAI empat tahun ke depan. Doa saya Tuhan Yesus selalu menyertai dan memberkati. Soli Deo Gloria. Ashiong P. Munthe



Leave a Reply