Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Sejarah Peradaban Orang Papua di Pulau Mansinam




Manokwari, eBahana.com – Perjalanan panjang yang pernah ditempuh oleh 2 (dua) zendeling atau rasul Papua, Carl Willem Ottouw dan Johann Gottlob Geissler bersama rekannya Johann Schneider dari pelabuhan Rotterdam, Belanda pada tanggal 26 Juni 1852 dengan Kapal Abel Tasman. Mereka menuju Batavia (kini Jakarta) dengan menempuh pelayaran laut selama lebih kurang 3 (tiga) bulan 11 hatri dan tiba pada tanggal 7 Oktober 1852 di Batavia.

Kemudian selama 2 (dua) bulan, antara Oktober 1852 hingga April 1853 mereka melalui masa di mana mereka harus bekerja sebagai pengajar/guru di beberapa sekolah di Batavia hingga Makassar. Masa di mana mereka juga menunggu ijin untuk bisa masuk ke Tanah Papua. Perjalanan para utusan Gossner ini kemudian ditandai dengan sakitnya Schneider karena penyakit TBC hingga wafat pada tanggal 22 Maret 1854 di Ternate.

Pada akhirnya, Ottouw dan Geissler mendarat di pantai Pasir Putih Pulau Mansinam pada hari Minggu, 5 Februari 1855. Mereka kemudian “membaptis” tanah ini dengan mengangkat doa singkat yang berbunyi : Dengan Nama TUHAN kami menginjak tanah ini (bahasa Jerman : In Nammen Gottes Betreten Wir Das Land).

Dan Sabtu (5/2) kemarin di Manokwari, Tanah Papua sedang memperingati hari Pekabaran Injil (PI) di Tanah Papua yang ke-167 Tahun. Perjalanan Ottouw dan Geissler serta Schneider telah pula diilhami oleh perintah Bukit Zaitun yang terdapat dalam Kitab Injil Matius Pasal 28, ayat 18b hingga ayat 20 yang berbunyi : ,…”Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintah kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”

Perintah Bukit Zaitun itulah yang mengilhami sejarah Pekabaran Injil di seluruh dunia dari masa ke masa hingga kini. Pada peringatan HUT PI ke-167, kiranya perintah ini pula mewarnai seluruh langkah dan rencana dalam mewujudkan pembangunan Tanah Papua yang dimulai dari Pulau Mansinam. Tentu keberadaan Pulau Mansinam sebagai pulau bersejarah bagi dimulainya peradaban orang asli Papua harus dijaga dan dilestarikan sekaligus dapat dijadikan ikon bagi peningkatan iman orang percaya serta ikut memacu pertumbuhan ekonomi bagi warga masyarakat di Pulau Mansinam dan juga di sepanjang pesisir Teluk Doreh, Manokwari.

Menjadi pertanyaan bagi orang awam, apakah perlu saat ini dirancang rencana membangun jembatan dari Pulau Mansinam ke kota Manokwari? Ataukah tetap memberi dan merangsang pertumbuhan ekonomi rakyat di Pesisir Teluk Doreh dan Pulau Masinam dengan perahu johnsonnya sebagai jasa transportasi tradisional yang sangat diperlukan saat ini? Membangun dari Pulau Mansinam memang patut dikaji secara bijak oleh semua pihak, baik warga masyarakat Manokwari.

Termasuk warga Pulau Mansinam, kaum cendekiawan dan perguruan tinggi, serta Gereja dan Pemerintah Daerah di Kabupaten Manokwari dan Provinsi Papua Barat. Sehingga nuansa dan spirit Injil sesuai Perintah Bukit Zaitun dan Doa Sulung Ottouw dan Geissler di Pulau Mansinam tidak semakin sunyi dan hilang diterpa gelombang modernisasi yang terkadang tidak menolong dalam banyak fakta di Tanah Papua dan dunia.

(sp)



Leave a Reply