Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Natal KBRI di Brussels: Menenun Kembali Indonesia Menjadi Lebih Indah




Brussels Belgia, eBahana

Warga Kristiani di Belgia dan Luksemburg merayakan Natal Bersama, pada Sabtu, 22 Desember 2019 di Aula Kedutaan Besar Republik Indonesia di Brussels. Tema Natal tahun ini diambil dari Yohanes 15:14-15, “Hiduplah sebagai Sahabat untuk Semua Orang.”

Dalam homilinya, Romo Bastian Limahekin, SVD menyodorkan satu pertanyaan reflektif tentang wajah Indonesia ke depan.

“Di kesempatan ini kita bertanya: Indonesia seperti apakah yang kita impikan, dilihat dari kacamata iman kita? Seperti apakah kita umpamakan negeri kita, tanah tumpah darah kita, Untaian Zamrud Katulistiwa itu, saat ini? Dan kontribusi apa yang bisa kita berikan bagi kebaikan Ibu Pertiwi?”, tanya Romo Bastian mengawali homilinya.

Lebih dalam Romo Bastian mengulas bahwa 74 tahun silam, para Bapak Bangsa mempunyai bahwa di negara baru bernama Republik Indonesia, semua warganya mempunyai kedudukan yang setara walaupun terdapat banyak keragaman. Mimpi bahwa setiap putra-putri Ibu Pertiwi mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran, kebebasan yang bertanggung jawab, dan perlindungan hukum. Mereka memimpikan seorang Ibu Pertiwi yang pelukannya dirasakan semua dari Sabang sampai ke Merauke, dari Wetar sampai ke Rote, satu per satu, tanpa kecuali.

Menurut Romo Bastian, teks Kitab Suci yang paling tepat mengekspresikan impian ini dicatat dalam Kitab Yesaya 11:6, Sang Nabi menulis: “Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya.” Lagi ia menulis di ayat 8 -9 “Lembu dan beruang akan bersama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu. Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ulang tedung, dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ulang beludak”(Yes 11: 7-8).  Dalam nada yang sama ia menambahkan: “Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Tuhan, seperti air laut yang menutupi dasarnya (Yes 11: 9).”

Betapa sebuah teks yang luar biasa: puitis, indah, dan menyentuh dalam artian sesungguh-sungguhnya.

Namun Romo Bastian menyayangkan dinamika politik di tanah air beberapa tahun belakangan ini menghadapkan kita kepada sebuah kenyataan yang pahit. Menurutnya, impian itu masih jauh dari gapaian tangan kita. Tanah tumpah darah kita bagaimana sehelai kain tenun tradisional yang sedang tersobek. Maka kitapun bertanya pada diri kita: apakah makna dari Natal ketika ia dirayakan di tengah solidaritas yang retak ini?

Sumber photo: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10216077104897530&set=pcb.10216077130618173&type=3&theater

Menjawab pertanyaan ini, Romo Bastian mengajak umat yang hadir untuk menimba inspirasi dari kisah tentang Maria dan Elisabeth dalam Injil Lukas 1

Pertama, Maria berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda untuk mengunjungi Elisabeth (Lukas 1:39). Ia mengambil langkah pertama. Ini adalah sebuah tindakan yang berani. Maria keluar dari kenyamanan dan menempuh perjalanan penuh risiko melintasi padang Yudea, yang tidak hanya saja panas terik tetapi juga terpapar risiko perampokan. Untuk seorang perempuan pada masa itu, perlu keberanian luar biasa untuk melakukan perjalanan seperti ini.

Menenun kembali Indonesia yang tersobek meminta kita untuk keluar dari zona nyaman kita, dari kesombongan dan rasa tinggi-diri kita, dari sikap masa bodoh kita, dan dari ketakutan-ketakutan kita.

Kedua, kunjungan Maria kepada Elisabeth adalah kunjungan antara dua orang yang punya relasi saudara karena sedarah tetapi dengan cita rasa sahabat. Maria dan Elisabeth adalah saudara sedarah. Namun yang juga penting diingat adalah bahwa mereka adalah juga sahabat dan saudara rohani karena partisipasi bersama mereka dalam rencana agung Allah untuk menyelamatkan dunia.

Kita ikut menyembuhkan Ibu Pertiwi ketika kita melihat putra-putri Ibu Pertiwi yang lain sebagai sahabat dan saudara atau saudari setanah air. Kita turut menenun Indonesia yang tersobek dengan memperlakukan saudara-saudari setanah air sebagai pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang sama dengan kita. Lebih dari itu, kita ikut menyembuhkan dan menenun solidaritas yang terkoyak bila kita hidup bersama sebagai sahabat dan saudara/saudari.

Ketiga, ketika mengunjungi Elisabeth, Maria membawa Yesus dalam rahimnya. Sementara Elisabeth sendiri sedang mengandung Yohanes Pembaptis. Ini perjumpaan pertama antara Yesus dan Yohanes Pembaptis. Ini adalah dua orang anak yang kelak menjadi tokoh penting dalam rencana besar keselamatan. Ini adalah pertemuan dua orang anak dengan potensi untuk melakukan karya-karya besar Allah Bapa.

Dalam upaya menisik Indonesia, tiap kita orang Kristen adalah Maria-Maria yang lain. Kita membawa Yesus dalam diri kita ketika kita bersilaturahmi ke saudara-saudari setanah air yang mengambil posisi yang berbeda dari kita. Kita melihat mereka sebagai Elisabeth, yang membawa sesuatu yang baik dalam diri mereka. Bersama membawa kebaikan dan berpihak pada kebaikan, kita sanggup melakukan karya besar penyembuhan Ibu Pertiwi.

Keempat, motif di balik keberanian Maria mengambil risiko adalah kasihnya kepada Elisabeth. Apa itu kasih? Rasul Paulus mengungkapkannya dengan sangat indah dalam suratnya kepada jemaat di Korintus (1 Kor 13:1-13). Kasih berbagi hal-hal yang baik. Kasih tidak melakukan ketidakadilan. Kasih bertahan dalam kesulitan. Kasih tidak memiliki batas waktu dan tempat. Kasih tidak memberlakukan hukum “mata ganti mata, gigi ganti gigi”. Kasih itu mengampuni.

Di akhir homilinya, Romo Bastian mengingatkan bahwa Allah adalah juga penenun. “Menariknya, Saudara dan Saudariku, di mata Lukas Penginjil, Allah adalah juga seorang penenun. Dia adalah penenun terbaik dari segala penenun terbaik. Bunga-bunga liar-Nya di padang bahkan jauh lebih indah daripada Raja Salomo dalam segala kemegahannya (Luk 12: 27),” Jelas Romo Bastian.

Sebagai orang Kristen Indonesia, kita percaya bahwa Allah jualah yang menenun Ibu Pertiwi. Untaian Zamrud Katulistiwa itu bisa memperoleh kemerdekaan dan kedaulatan di tahun 1945 karena penyelenggaraan tanganNya. Dan hari ini, Dia mengundang setiap kita dan semua kita untuk ambil bagian dalam rencana besarNya untuk menyulam sesuatu yang lebih indah lagi di atas bekas sobekan dari tenun yang kita sebut “Ibu Pertiwi”. Dalam semangat perayaan bersama Natal kali ini, marilah kita menyediakan diri kita untuk Dia pakai sebagai alat sulam dan tenun di tangan-Nya,” tandas Romo Bastian menutup homilinya.

Dubes Yuri: Natal Membawa Kedamaian dan Kegembiraan

Dalam Perayaan Natal, hadir Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belgia dan Luksemburg, Yuri O. Thamrin dan warga Indonesia non-Kristen ikut memeriahkan perayaan Natal.

Dalam sambutannya, Dubes Yuri berharap semangat Natal membawa perdamaian dan Kegembiraan. “Natal membawa kedamaian, kegembiraan dan kebahagiaan untuk bapak dan ibu dan warga semua. Dunia kita ini penuh dengan tantangan, penuh dengan konflik, persaingan, politik identitas, perang dagang, ujaran kebencian. Mudah-mudahan semangat Natal yang mengunderline value perdamain, kasih sayang, persahabatan dan persaudaraan dapat menenuhkan dunia kita ini.” Harap Dubes Yuri.

Dubes Yuri juga menekankan bahwa tugas memajukan Indonesia dan mengharumkan nama Indonesia adalah tugas kita semua. Semua WNI di Belgia dan Luksemburg diharapkan menjadi warga yang patuh pada ketentuan hukum negara setempat dan menjaga kekompakan sebagai warga yang majemuk dan saling menghormati.

Dubes Yuri juga mengingatkan setiap yang hadir agar jangan menjadi orang yang salah di waktu yang salah dan tempat yang salah.

Oleh Ps. Ludovicus Mardiyono.



Leave a Reply