Menilik Partisipasi Umat Kristen di Tengah Kehidupan Bangsa
Jakarta, eBahana.com – Demokrasi kita bukan berpola mayoritas-minoritas, tetapi kesesuaian dengan cita-cita kemerdekaan sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu partisipasi berkualitas amat dimungkinkan. Kita hendaknya jangan terperangkap dalam pendekatan sektarian, melainkan perlu membangun dan terlibat dalam kesetiakawanan dan kebhinekaan.
Hal tersebut ditegaskan Presiden Institute Leimena, Dr. Jacob Tobing, keynote speaker dari diskusi bertajuk Kristen, Budaya, dan Partisipasi Politik di Indonesia, di Grha Oikoumene, Jakarta, Senin (5/8).
“Peran itu sudah diemban dengan baik oleh para pendahulu kita. Kita mengenal tokoh-tokoh seperti Johannes Leimena, Tahi Bonar Simatupang, Radius Prawiro, Sam Ratulangi, John Lie, untuk menyebut beberapa. Sekarang, bersama-sama dengan rekan sebangsa, kita perlu dan harus ikut serta dalam perpolitikan nasional. Kita telah bekerja melayani bangsa dan negara. Sekarang marilah kita melanjutkan pelayanan itu,” jelasnya.
Dalam kerangka itu, lanjut Jacob Tobing, Gereja perlu terus melanjutkan serta memperkuat pemahaman relevansi iman Kristen dengan pelayanan di tengah masyarakat majemuk. Membangun dan memelihara kebersamaan di tengah keberagaman.
Dia menambahkan, betapapun juga, kita akan tetap bhinneka dan kita juga bertekad untuk tetap tunggal. Sebuah kesadaran untuk merawat keseimbangan yang dinamis melalui kesadaran kultur inklusif, keyakinan ideologis, dan penegakan hukum.
Sebab itu, umat Kristen perlu turut aktif mendukung, membangun, dan menjadi bagian integral dari kekuatan yang handal, yang setia pada dasar dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Hal senada juga disampaikan Ketua PGI Pdt. DR. Albertus Patty. Dia menegaskan, tugas dan panggilan utama gereja, juga semua umat beragama di Indonesia saat ini, adalah memberikan pengaruh yang positif kepada pemerintah dan masyarakat agar keutuhan bangsa yang majemuk ini tetap terjaga dan sekaligus agar keadilan, kesetaraan dan kebebasan bisa dialami oleh setiap warga bangsa ini.
“Tugas dan panggilan mulia ini bisa dilakukan dengan cara mewariskan kepada generasi muda bangsa ini tentang adanya sejarah bersama yaitu perjuangan bersama dalam upaya memerdekakan bangsa ini dari penjajahan Belanda dan Jepang. Sejarah bersama inilah yang membentuk komitmen bersama untuk membangun bangsa berdasarkan sistem demokrasi, UUD 1945, dan ideologi Pancasila. Sejarah bersama itu telah menjadi bagian dari identitas bangsa kita,” tegasnya.
Pentingnya membangun kerjasama, termasuk dengan aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, juga ditegaskan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Hal ini menurutnya, sebagai bagian dalam rangka membumikan, dan menjadikan Pancasila sebagai way of life. “Termasuk dalam dunia politik, dan menjadikannya sebagai jatidiri bangsa,” tandas Hasto. Demikian halnya paparan DR. Daniel Yusmik P. FoEkh, SH, yang melihat, ke depan budaya gotongroyong harus digaungkan kembali. Sebab, kita tidak bisa sendiri dalam membangun Indonesia ini.
Sementara itu, peneliti dari CSIS Veronica S. Saraswati mengingatkan perlunya Gereja mendidik umat untuk tidak meninggalkan aktifitas riset berbasis pengetahun. Sebab menurutnya, untuk merobah realitas sosial ke arah yang lebih baik, harus didasari oleh riset.
Diskusi Kristen, Budaya, dan Partisipasi Politik di Indonesia, yang dilaksanakan oleh PGI bersama PGIW DKI ini, dihadiri oleh Christianto Wibisono, pimpinan ormas Kristen, tokoh Kristen, aktivis, praktisi hukum, dan pendeta. MK.
(sumber: pgi.or.id)