

Ketika raja yang tidak mengenal Yusup berkuasa, orang Israel ditindas dan bayi laki-laki Israel yang lahir dibunuh (Kel. 1:1-22). Raja yang tidak mengenal Yusup adalah Raamses II. Menurut catatan sejarah, Raamses II membangun kotanya di delta, di tepi sungai Nil dan menamainya Rumah Raamses atau Raamses. Di manakah letaknya? Setelah penelitian geologis dilakukan, diketahui ada anak sungai Nil yang kini sudah mengering. Di pinggiran anak sungai itu, tepatnya di Qantir sekitar 45 km dari Tanis, ditemukan kaki dari sebuah patung dan di dekat dasar dari prasasti tersebut ada bagian dari Kuil Raamses II.
Menurut Keluaran 1:1-22, Firaun kejam kepada Israel. Ada dua penyebab. Ketakutan Firaun berdasarkan fakta dan asumsi. Faktanya, jumlah orang Israel lebih besar, bahkan memenuhi Mesir. Asumsinya, jika terjadi peperangan, Israel berpihak kepada musuh Mesir. Akibatnya, Firaun menindas dan membantai. Penindasan berupa kerja paksa yang memahitkan Israel. Kota Pitom dan Raamses harus didirikan. Batu bata dan pekerjaan di ladang harus dikerjakan. Pembantaian berupa pembunuhan bayi laki-laki Israel yang lahir.
Di tengah kesulitan, mukjizat Tuhan tampak. Mukjizat yang tergolong unik karena penindasan yang bertujuan menghambat justru mempertambah jumlah orang Israel. Akibatnya, Israel ditakuti. Meski sudah dipesan supaya dibunuh, sebelum bidan datang, bayi-bayi Israel sudah dilahirkan. Kemudian, perintah diubah Firaun. Cobaan lebih berat. Kalau sebelumnya, bidan yang disuruh, sekarang semua orang Mesir dilibatkan supaya bayi laki-laki yang baru dilahirkan dilemparkan ke Sungai Nil. Alkitab tidak mencatat mukjizat yang mencegah upaya ini. Mungkin ada. Jadi, upaya Firaun terganjal mukjizat.
Kebijakan Firaun sangat memojokkan bayi laki-laki. Namun, ia lupa dua perkara. Pertama, laki-laki berpotensi dijadikan budak. Kedua, perempuan berpotensi melahirkan bayi laki-laki. Karena takut, ia hanya ingat bahwa laki-laki bepotensi untuk melawan sehingga melupakan potensi-potensi lainnya. Misal, Musa memimpin pembebasan.
Selain mukjizat, ternyata Sifra dan Pua berpihak kepada Israel. Mereka takut kepada Tuhan, tidak menaati perintah Firaun, dan membiarkan bayi laki-laki Israel hidup. Mereka adalah “tangan” Tuhan untuk menyelamatkan Israel. Karena itu, Allah membuat mereka berumah tangga.
Karena rintihan mereka, Dia mengangkat Musa untuk membebaskan umat-Nya (Kel. 3:1-4). Namun, raja Mesir tidak membiarkan orang Israel pergi. Karena itu, Allah sendiri yang akan menghadapinya (Kel. 3:19-20). Ketika menghadapi, dengan perbuatan-Nya yang ajaib, sepuluh tulah diturunkan. Saat diturunkan, kita dapat melihatnya secara implisit dan eksplisit-komparatif. Implisit; meskipun Israel tidak disebut secara eksplisit, fakta ini menunjukkan bahwa Mesir saja yang ditimpa tulah. Contohnya, air menjadi darah, katak, nyamuk, barah, belalang (Kel. 7:24,8:3,17,9:8-12,10:6,). Eksplisit-komparatif; secara eksplisit, Israel disebut tetapi dalam kondisi aman sejahtera. Sementara, Mesir ditimpa tulah. Contohnya, lalat pikat, sampar ternak, hujan es, gelap gulita, anak sulung mati (Kel. 8:22-24, 9:3-4,25-26, 10:23, 11:4-7). Di sini, ada perbandingan yang mencolok.
Dari semua tulah itu, ada progresivitas hukuman yang mematikan mulai dari gangguan (air menjadi dari darah, katak, nyamuk, gelap gulita), kerugian (lalat pikat, sampar, barah, belalang, hujan es), hingga kematian (anak sulung mati). Dengan progresivitas itu, Allah ingin memperlihatkan kekuatan-Nya supaya nama-Nya dimasyhurkan di seluruh bumi (Kel. 9:16, 10:2).
Sebenarnya, tidak hanya kepada orang Mesir dan Israel saja Allah hendak menunjukkan kekuatan-Nya, Dia juga sedang menunjukkan superioritas-Nya kepada semua dewa Mesir. Dengan semua tulah itu, mereka tidak berdaya menghadapi-Nya. Ketika tulah itu turun, tidak satu pun para dewa mereka, yang membela orang Mesir, bahkan tidak melakukan tindakan apapun. Berbeda dengan Allah, meskipun pada satu negara, yang sama, tetapi berbeda lokasi orang Israel bebas tulah.
Misal, air menjadi darah ditujukan kepada Hapi, Khnum, Tauret (dewi Kuda Nil), dan Osiris, yang dipercaya bahwa Sungai Nil adalah urat nadinya. Katak ditujukan kepada Heqt (dewa kesuburan, yang digambarkan seperti katak). Nyamuk ditujukan kepada Kheper (dewa kumbang dan lalat) dan Ptah, yang dipercaya orang Mesir sebagai pencipta alam semesta. Barah ditujukan Thoth, Isis (semuanya dewa kesembuhan), dan Imhotep, (dewa obat-obatan).
Dari catatan arkeologis, yang mengingatkan kekejaman Firaun kepada Israel dan sepuluh tulah tersebut, akhirnya mereka keluar. Dalam bahasa Indonesia kitabnya disebut Keluaran. Dalam bahasa Inggris disebut Exodus. Dalam bahasa Jawa disebut Pangentasan. Entas artinya mengangkat (dari suatu tempat ke tempat lain), menyadarkan; memperbaiki nasib (KBBI). Dua ragam bahasa sebelumnya menunjukkan mobilitas horizontal dari Tanah Perbudakan (Mesir) ke Tanah Perjanjian (Israel). Ragam terakhir menunjukkan mobilitas vertikal dari budak menjadi orang merdeka.
Meski sudah lepas dari penindasan Firaun, masalah mereka hadapi ketika menyeberang Laut Merah. Ketika Firaun dan pasukannya mengejar orang Israel, mereka sangat ketakutan dan mengalami situasi dilematis. “Maju kena, Mundur kena”. Di depan, mereka melihat lautan. Di belakang, mereka melihat pasukan Firaun, yang mengejar mereka. Melihat situasi seperti ini, tampaknya, mereka tidak begitu siap menghadapi sehingga kecemasan dan ketidakberdayaan membaur menjadi satu.
Namun, mereka melakukan tindakan yang kontradiktif. Setelah berseru-seru kepada TUHAN, di hadapan Musa, mereka bersungut-sungut. “Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir?” Ketika peristiwa semakin mencekam, Allah memerintah Musa supaya mengangkat tongkat dan membelah laut agar umat-Nya dapat menyeberangi laut dan menghindarkan mereka dari kejaran Firaun. Peristiwa ajaib pun terjadi. Air terbelah sehingga mereka dapat berjalan di tempat kering (Kel. 14).
Andaikan, saat itu mereka tetap tenang, tentu seruan mereka merupakan ungkapan doa yang tulus. Ketika hendak membelah laut, Malaikat Allah dan tiang awan berpindah dari depan orang Israel ke belakang mereka sehingga Firaun tidak dapat mendekat. Lalu, Musa mengulurkan tangannya ke atas laut. Semalam-malaman, TUHAN membelah laut dengan angin timur yang keras sehingga orang Israel berjalan dapat berjalan di tengah-tengah laut yang kering. Setelah orang Israel menyeberang, menjelang pagi, Allah memerintah Musa supaya mengembalikan air laut itu. Tampak jelas di sini bahwa peperangan ini adalah peperangan antara Allah dengan tentara Mesir. Tidak satu pun dari pasukan Israel yang terluka. Namun, tentara Mesir, yang mengejar orang Israel, tenggelam di tengah laut.
Hukum Fisika. Ketika Alkitab mencatat keajaiban Allah, yang membelah laut, menurut para ilmuwan dari National Centre for Atmosphere Research di Colorado Amerika Serikat, yang ditulis Daily Mail, Rabu 22 September 2010, menyatakan bahwa air laut yang tersibak itu karena gerakan angin. Angin itu berkecepatan 63 mph dan terus bertiup selama 12 jam. Carl Drews berpendapat bahwa menurut hukum fisika, laut terbelah memang masuk akal. Hukum itu adalah dinamika fluida.
Dari sini ada perbedaan sudut pandang tentang peristiwa itu. Sudut pandang itu adalah mukjizat dan ilmiah. Namun, dengan sudut pandang ilmiah, peristiwa itu menjadi biasa saja dan menganggap rendah karena tidak ada kekuatan ilahi yang membuat peristiwa itu bisa terjadi. Kalau itu terjadi karena fenomena alam semata, mengapa alam tampak mendukung saat orang Israel mengalami peristiwa yang dilematis? Apakah alam mempunyai perasaan sehingga mempunyai belas kasih saat mereka sedang terjepit? Tampaknya mustahil!
Karena itu, kita jangan memakai sudut pandang ilmiah saja. Namun, tolong perhatikan juga ketika Allah memerintah Musa. Setelah mendengar perintah-Nya dan tangan Musa diangkat, laut pun akhirnya terbelah. Peristiwa alam ini tidak terjadi secara kebetulan. Ada unsur kesengajaan yang terjadi. Faktor kesengajaan ini tidak bisa lepas dari tangan Tuhan yang ingin melepaskan orang Israel dari kejaran prajurit Firaun. Dengan kata lain fenomena ini bukan peristiwa kebetulan.
Kalau begitu, kerja para ilmuwan semata-mata hanya merupakan penjelasan ilmiah tentang hukum fisika, yang dipakai Tuhan. Dengan kata lain, kerja Allah bisa dipahami melalui kerja mereka.
Catatan Arkeologis. Pada 1978, Ron Wyatt dan kedua putranya menemukan dan memfoto banyak karang bertatahkan bagian kereta Firaun. Beberapa penyelaman sejak saat itu telah mengungkapkan bahwa banyak bukti yang tak terbantahkan. Salah satunya mereka menemukan kereta beroda delapan. Menurut pengakuannya, Wyatt bersama para krunya juga menemukan beberapa tulang manusia dan tulang kuda di tempat yang sama. Temuan mereka ini merupakan saksi bisu dari keajaiban terbelahnya Laut Merah.
Pasca penyeberangan tersebut orang Israel dipelihara Tuhan dengan turunnya manna. Kaum nenek moyang mereka atau mereka sendiri tidak mengenalnya. Dengan kata lain, saat itu saja manna diberikan. Sebelumnya, manna belum diberikan. Warnanya putih seperti ketumbar. Kelihatannya seperti damar bedolah. Rasanya seperti kue madu (Kel. 16:31, Bil. 11:7, Ul. 8:3). Manna turun dari langit (surga) bersamaan dengan turunnya embun pada waktu malam ke tempat perkemahan ketika mereka masih di padang gurun (Bil. 11:9, Maz. 78:24, Yoh. 6:31).
Mereka makan manna selama 40 tahun. Mereka berhenti makan manna setelah sampai di perbatasan Kanaan. Setelah itu, mereka makan hasil makan dari hasil tuaian di tanah Kanaan (Kel. 16:35, Yos. 5:12). Barangkali, bisa dimengerti karena selama 40 tahun mereka sedang menyusuri padang gurun sehingga tidak sempat menanam dan menuai. Jadi, tentang makanan jasmani, selama perjalanan mereka benar-benar dicukupi Tuhan.
Namun, tahukah Anda bahwa manna adalah makanan malaikat? Setiap orang telah makan roti malaikat. Informasi ini jarang kita ketahui. Padahal, Asaf telah mengingatkan. Saat itu, dalam kegeraman-Nya, Allah telah menurunkan manna kepada mereka. “setiap orang telah makan roti malaikat, Ia mengirimkan perbekalan kepada mereka berlimpah-limpah” (Maz. 78:25). Bagaimanapun juga, Dia tetap mengasihi mereka. Jika ditafsirkan, pertama, selama 40 tahun para malaikat berpuasa atau jatah makan mereka dikurangi karena manna telah diberikan kepada orang Israel. Kedua, Allah lebih mendahulukan umat pilihan-Nya (manusia) daripada malaikat. Jadi manna turun merupakan bukti kebaikan dan kesabaran Tuhan.
Selain itu, dalam perjalanan ke Kanaan pakaian di tubuh mereka tetap terawat. Kaki mereka tidak menjadi bengkak. Dengan demikian, mereka benar-benar dipelihara Tuhan dalam segala aspek. Hanya saja, perlu diingat bahwa maksud perjalanan yang memakan 40 tahun itu sebenarnya hendak merendahkan dan menguji hati sehingga dapat terlihat kesungguhan mereka dalam menaati firman Tuhan. Lagipula, Allah ingin memberi pengajaran bahwa manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari firman TUHAN (Ul. 8:2-4) (ryp)