Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

PENCURAHAN KASIH ILAHI




eBahana.com – Kita akan mengkhususkan pembahasan kita pada satu hasil final penting tertinggi yang dihasilkan dalam orang percaya melalui baptisan dalam Roh Kudus. Digambarkan oleh Paulus dibagian akhir Kitab Roma. “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5).

Kita perlu memahami signifikansi frasa, “kasih Allah.” Paulus tidak berbicara disini mengenai kasih manusia atau bahkan kasih untuk Allah. Ia berbicara mengenai kasih Allah – kasih Allah sendiri – yang Roh Kudus curahkan dalam hati orang percaya. Kasih Allah ini, diimpartasi oleh Roh Kudus, lebih tinggi diatas kasih manusia seperti setinggi surga diatas bumi.

Dalam kehidupan kita, kita mengalami banyak jenis kasih yang berbeda. Sebagai contoh, ada kasih gairah atau nafsu sex. Ada kasih antara suami istri. Ada kasih orang tua kepada anak-anak dan anak- anak kepada orang tua. Ada kasih antara teman.

Semua bentuk kasih, dalam tingkatan yang berbeda, ditemukan dalam semua bagian umat manusia, bahkan dimana injil Kristus belum pernah diberitakan. Dalam bahasa Yunani yang memiliki kosakata kaya, ada bermacam-macam kata untuk menggambarkan perbedaan bentuk kasih. Terutama ada satu kata yang digunakan untuk kasih ilahi – asal mula dan kodratnya. Dengan kata benda, “agape”; kata kerja, “agapao.”

“Agape” menunjukkan kasih sempurna Pribadi-Pribadi dari Trinitas – Bapa, Anak, dan Roh. Menunjukkan kasih Allah terhadap manusia yang menyebabkan Allah Bapa memberikan Anak-Nya, dan Kristus Anak memberikan hidup-Nya, agar manusia bisa ditebus dari dosa dan akibat-akibatnya. Menunjukkan kasih Allah melalui Roh Kudus- Nya mengimpartasi kedalam hati mereka yang percaya dalam Kristus.

Ini memampukan kita untuk mengerti kata-kata rasul dalam 1 Yohanes. “Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah.

Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:7-8).

Bahasa Yunani yang digunakan Yohanes “agape” dan “agapao.” Yohanes mengajarkan bahwa ada satu jenis kasih, “agape,” yang tak seorangpun bisa alami kecuali ia sudah lahir baru dari Allah. Jenis kasih ini hanya berasal dari Allah.

Siapapun yang memanifestasi jenis kasih ini memiliki pengenalan akan Allah melalui kelahiran baru. Sebaliknya, seseorang yang belum pernah atau memanifestasi kasih ini belum mengenal Allah, karena seseorang yang mengenal Allah, diubah dan ditransformasi oleh kasih ilahi, sehingga ia sendiri bisa memanifestasikannya kepada orang lain.

Seperti Yohanes mengindikasikan, manifestasi “agape” – kasih ilahi – dimulai dalam pengalaman manusia melalui kelahiran baru. Ini harmonis dengan kata-kata Petrus. “Karena kamu telah menyucikan dirimu oleh ketaatan kepada kebenaran, sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu.

Karena kamu telah ‘dilahirkan kembali’ bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal” (1 Petrus 1:22-23).

Dimana Petrus berkata, “hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu,” kata kerja “kasih” yang ia gunakan disini adalah kasih ilahi – “agapao”. Ia menghubungkan kemampuan orang-orang Kristen memanifestasi kasih ilahi dengan fakta mereka sudah dilahirkan kembali dari benih Firman Allah yang tidak dapat binasa. Yaitu, potensialitas kasih ilahi yang dikandung dalam benih ilahi Firman Allah yang ditanam dalam hati mereka ketika lahir baru.

Namun, Allah ingin agar pengalaman kasih ilahi, yang diterima ketika lahir baru, bertambah dan berkembang melalui baptisan dalam Roh Kudus. Untuk alasan ini, Paulus berkata: “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5).

Sekali lagi, Paulus menggunakan kata kasih ilahi – “agape.” Sedangkan kata kerja yang ia gabung dengan “agape” – “telah dicurahkan” – dalam “perfect tense” (aksi yang sedang berlangsung). Penggunaan “perfect tense” mengindikasikan dalam bahasa Yunani, finalitas dan kelengkapan. Artinya dalam satu tindakan baptisan orang percaya dalam Roh Kudus ini, Allah telah mengosongkan kedalam hati orang percaya seluruh kepenuhan kasih ilahi. Tidak ada yang ditahan; semua dicurahkan. Setelah itu orang percaya tidak perlu mencari lebih lagi kasih Allah; ia hanya perlu menerima, untuk menikmati dan untuk memanifestasi yang ia sudah terima didalam hatinya.

Bagi orang percaya yang dibaptis Roh masih meminta lebih kasih Allah ibarat seseorang yang hidup di pinggir sungai besar masih mencari suplai air dari sumber lain. Orang tersebut sudah memiliki suplai air tak terbatas lebih dari yang ia perlukan. Ia hanya perlu menggunakan suplai air yang sudah disediakan baginya.

Dengan cara serupa, Yesus berkata orang percaya yang dipenuhi Roh sudah memiliki dalam dirinya bukan hanya satu sungai, melainkan “aliran-aliran air kehidupan” – aliran-aliran kasih karunia dan kasih ilahi – tak terbatas lebih dari kebutuhan dalam kehidupan orang percaya (Yohanes 7:38-39).

Dalam suratnya kepada orang-orang Romawi, Paulus mendefinisikan kodrat kasih ilahi, yang dicurahkan dalam hati orang percaya oleh Roh Kudus. “Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar – tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati – . Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (5:6-8).

Paulus menunjukkan bahkan kasih alamiah, selain kasih karunia Allah, bisa mendorong seseorang untuk mati bagi temannya, jika teman itu orang baik dan benar – seperti kasih alamiah, bisa membuat seorang ibu memberi hidupnya untuk anaknya. Paulus lalu menunjukkan kasih ilahi supernatural Allah berdasarkan fakta Kristus mati bagi orang-orang berdosa yang tidak memiliki klaim bahkan atas kasih alamiah.

Untuk menggambarkan kondisi mereka yang mana Kristus bersedia mati, Paulus menggunakan tiga frasa: “tanpa kekuatan…orang durhaka…orang berdosa.” Ini berarti mereka yang untuknya Kristus mati, dikatakan mereka tidak bisa menolong diri mereka sendiri, terasing dari Allah, dan dalam pemberontakkan melawan Allah.
Dalam kematian-Nya untuk orang-orang seperti ini Kristus memanifestasi “agape” – kasih ilahi – dalam kepenuhan yang sempurna.

Yohanes mendefinisikan kasih ilahi dengan cara serupa. “Dalam hal inilah kasih Allah (agape) dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya” (1 Yohanes 4:9)

Kasih ilahi tidak tergantung pada apapun sehingga mereka layak dikasihi, juga tidak menunggu menerima sebelum membalas memberi. Sebaliknya, memberi dahulu secara cuma-cuma kepada mereka yang tidak dikasihi, tidak berharga, dan bahkan dalam pemberontakkan. Yesus mengekspresikan kasih ilahi ini dalam doa- Nya bagi mereka yang menyalibkan-Nya. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34).

Kasih ilahi yang sama diekspresikan dalam doa kematian martir Stefanus untuk mereka yang melemparinya dengan batu. “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!” (Kisah Para Rasul 7:60).

Kasih yang sama lagi di ekspresikan dalam kata-kata seseorang yang menyaksikan kematian Stefanus – Saulus dari Tarsus, kemudian menjadi rasul Paulus. Mengenai saudara-saudara Yahudinya sendiri, yang secara konsisten menolak dan memperkusinya, Paulus berkata: “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta.
Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati.

Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara- saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani” (Roma 9:1-3).

Begitu besar Paulus mendambakan keselamatan bagi saudara- saudara sebangsanya yang memperkusinya sehingga ia bersedia kehilangan semua berkat-berkat keselamatan bagi dirinya dan kembali berada dibawah kutukan dosa tak terampuni dengan semua akibat-akibatnya, jika ini bisa membawa saudara-saudaranya pada Kristus.

Paulus mengakui dan menyadari bahwa pengalaman kasih ini dimungkinkan hanya melalui hadirat Roh Kudus didalam hati, karena ia berkata “…suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus.”

Kita sudah mengatakan diantara berbagai tujuan Allah memberi karunia Roh Kudus, pencurahan kasih ilahi dalam hati orang percaya menempati tempat unik yang penting. Alasannya adalah, tanpa kasih ilahi dalam hati orang percaya, semua hasil lainnya yang bisa dihasilkan melalui baptisan dalam Roh Kudus kehilangan signifikansi sejatinya dan gagal mencapai tujuan sejatinya.

Paulus menggunakan contoh-contoh jelas untuk menekankan pentingnya kasih agape yang unik ini. “Sekalipun aku dapat berkata- kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.

Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna” (1 Korintus 13:1-2).

Dengan kerendahan hati, Paulus menempatkan dirinya dalam diri orang percaya yang melakukan karunia-karunia spiritual namun kekurangan kasih ilahi. Dalam 1 Korintus ia mendaftar sembilan karunia Roh Kudus. Sekarang ia membayangkan dirinya menjadi seseorang yang melakukan berbagai karunia-karunia ini, namun kekurangan kasih.

Pertama ia mempertimbangkan kemungkinan melakukan karunia berbahasa roh pada tataran tinggi supernatural – bukan hanya bahasa yang tidak dimengerti manusia namun bahkan bahasa malaikat-malaikat – Ia berkata jika ia melakukan ini tanpa kasih ilahi, ia sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.

Lalu ia mempertimbangkan kemungkinan melakukan karunia- karunia spiritual lainnya – seperti bernubuat, atau mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan atau memiliki iman. Namun ia berkata jika ia melakukan semua karunia ini tanpa kasih ilahi, ia sama sekali tidak berguna.

Kata-kata Paulus ini memberi jawaban pada satu pertanyaan yang ditanya dalam banyak lingkungan hari ini: apakah mungkin menyalahgunakan karunia bahasa roh?

Jawaban pada pertanyaan ini jelas: iya, dimungkinkan menyalahgunakan bahasa roh. Penggunaan bahasa roh diluar kasih ilahi adalah penyalahgunaan, karena menjadikan orang percaya yang melakukannya tidak lebih baik daripada gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing, dan ini sudah pasti bukan tujuan Allah memberi karunia itu.

Ini berlaku sama dengan karunia-karunia lain yang Paulus sebut dalam ayat berikutnya – bernubuat, mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan memiliki iman. Untuk menggunakan salah satu dari karunia-karunia ini diluar kasih ilahi meleset dari seluruh tujuan Allah.

Namun, pengalaman membuktikan bahwa ada bahaya khusus dalam penyalahgunaan tiga karunia spiritual yang bekerja melalui ucapan – yaitu, lidah, interpretasi, dan bernubuat. Ini dikonfirmasi dengan fakta Paulus mengkhususkan sebagian besar bagian pasal berikutnya – 1 Korintus 14 – untuk memberi peraturan-peraturan mengendalikan dan mengatur penggunaan tiga karunia khusus ini. Jika tidak ada kemungkinan orang-orang percaya menyalahgunakan karunia-karunia ini, ia tidak perlu memberi peraturan-peraturan untuk mengendalikannya. Fakta peraturan-peraturan diberikan membuktikan bahwa peraturan-peraturan ini dibutuhkan.

Namun, dalam menginterpretasi pengajaran Paulus dalam 1 Korintus 13:1, perlu memberi perhatian pada kata-kata yang ia gunakan. Ia berkata: “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing.”

Perhatikan frasa “aku sama dengan.” Kata-kata ini mengindikasikan satu perubahan. Orang percaya disini digambarkan sekarang tidak dalam kondisi spiritual yang sama seperti ketika ia pada mulanya dibaptis dalam Roh Kudus.

Pada waktu itu, ia memiliki jaminan dosa-dosanya diampuni dan hatinya disucikan melalui iman dalam Kristus. Ia bersedia menyerahkan dirinya, sepenuh hati, kepada kendali Roh Kudus. Dalam kondisi ini, manifestasi awal berbicara dengan bahasa lidah mengindikasikan Roh Kudus datang mendiami orang percaya tersebut dan mengambil kendali hidupanya.

Namun, dengan berjalannya waktu, orang percaya yang digambarkan oleh Paulus disini masih menunjukkan manifestasi diluar namun – karena kecerobohan atau ketidaktaatan – tidak menjaga kondisi kesucian dan penyerahan yang sama didalam hatinya kepada Roh Kudus. Sehingga proses berbicara dengan bahasa lidahnya telah merosot dan turun derajat (degenerasi) menjadi hanya manifestasi fisikal diluar dan tidak sesuai dengan realitas spiritual didalam hatinya.

Untuk melihat pengalaman ini dalam perspektifnya yang benar, kita harus meletakkan berdampingan dua fakta yang dikonfirmasi oleh Kitab Suci dan oleh pengalaman.

Pertama, pada waktu dibaptis dalam Roh Kudus, seorang percaya harus memenuhi dua syarat: hatinya harus dimurnikan melalui iman dalam Kristus, dan ia harus bersedia menyerahkan kendali anggota- anggota fisikalnya – khususnya, lidah – kepada Roh Kudus.

Kedua, fakta bahwa orang percaya disucikan dan berserah pada waktu dibaptis dalam Roh Kudus bukan jaminan otomatis ia akan selalu tetap dalam kondisi itu, walaupun ia masih bisa terus berbicara dengan bahasa lidah.

Pada titik ini banyak orang kemungkinan berseru: “Tentunya jika orang tersebut mulai menyalahgunakan karunia Allah, Allah akan mengambil semua karunia dari dirinya!”

Pendapat ini tidak didukung logika atau Kitab Suci. Dari sudut pandang logika, jika satu karunia, sekali diberikan, bisa setelah itu diambil sesuai kehendak pemberi, maka itu bukan karunia asli dari mulanya. Pinjaman bersyarat, namun bukan karunia cuma-cuma.
Karunia cuma-cuma, sekali diberikan, diluar kendali pemberi dan dibawah kontrol pribadi yang menerimanya – apakah digunakan, disalahgunakan, atau tidak digunakan sama sekali. Kitab Suci mengkonfirmasi: “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya” (Roma 11:29).

Kata “tidak menyesali” yang digunakan disini dari Allah, dan bukan dari manusia, mengindikasikan sekali Allah memberi karunia, Ia tidak pernah mengambil karunia itu kembali. Tanggung jawab penggunaan karunia itu dengan benar tidak berada pada Allah, sebagai pemberi, namun pada orang yang menerima, termasuk karunia-karunia Roh lainnya.

Kesimpulannya harus dipertimbangkan dengan hati-hati oleh mereka yang mencari atau yang menerima baptisan dalam Roh Kudus dengan manifestasi berbicara dengan bahasa lidah. Menurut Kitab Suci, tidak dimungkinkan menerima baptisan awal ini tanpa manifestasi diluar. Namun dimungkinkan, setelah itu, menunjukkan manifestasi diluar tanpa memiliki kepenuhan Roh didalam hati.

Hanya ada satu tes kitab suci untuk kepenuhan Roh Kudus yang berkelanjutan, dan tes itu adalah kasih. Ukuran kita dipenuhi dengan Roh Kudus, sama dengan ukuran kita dipenuhi dengan kasih ilahi. Kita tidak lebih dipenuhi dengan Roh Kudus daripada kita dipenuhi dengan kasih ilahi. Yohanes mengaplikasikan tes ini dengan cara jelas sederhana.

“Tidak ada seorang pun yang pernah melihat Allah. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita, dan kasih-Nya sempurna di dalam kita.

Demikianlah kita ketahui, bahwa kita tetap berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita: Ia telah mengaruniakan kita mendapat bagian dalam Roh-Nya….

Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita” (1 Yohanes 4:12-13, 16).

Demikian pula, Paulus menetapkan pada kasih tempat terhormat yang unik diantara semua karunia dan kasih karunia. “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1 Korintus 13:13).

Dari semua pekerjaan Roh yang mendiami seseorang, yang terbesar dan paling abadi adalah pencurahan kasih ilahi dalam hati orang percaya.

Kita sudah membahas delapan hasil penting yang Allah ingin hasilkan dalam hidup setiap orang percaya melalui baptisan Roh Kudus. Pertama kuasa untuk bersaksi. Kedua, memuliakan Kristus. Ketiga, pintu ke alam supernatural. Keempat, doa penuh kuasa Roh. Kelima, pewahyuan Kitab Suci. Keenam, pimpinan sehari-hari.
Ketujuh, impartasi kehidupan dan kesehatan pada tubuh orang percaya. Kedelapan, pencurahan kasih ilahi dalam hati orang percaya.

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply