Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Pemilihan dan Gereja – Bagian 6




eBahana.com – Kita sudah melihat bahwa cara-cara Allah berurusan dengan Israel adalah ekspresi kedaulatan keputusan-Nya, tidak dibuat berdasarkan perbuatan-perbuatan. Rasul Paulus khususnya menekankan bahwa Allah menolak Esau dan memilih Yakub ketika mereka masih dalam rahim untuk mendemonstrasikan bahwa dasar cara-cara-Nya berurusan dengan bangsa-bangsa adalah kedaulatan pilihan-Nya sendiri. Orang-orang Kristen non-Yahudi kadang-kadang memiliki kesulitan dalam menerima prinsip ini, khususnya ketika penekanannya diletakkan pada pilihan Allah atas orang-orang Yahudi.

Meski demikian, Perjanjian Baru mengungkapkan prinsip yang sama berlaku bagi orang-orang Kristen non-Yahudi. Bahkan berlaku bagi semua orang percaya, terlepas latar belakang kewarganegaraan atau rasnya. Setiap orang percaya sejati dalam Yesus Kristus sudah dipilih secara ilahi. Jika tidak, ia tidak bisa menjadi orang percaya.

Kita melihat ketidakseimbangan besar antara mengabaikan kedaulatan dan pilihan ilahi Allah dan terlalu menekankannya. Banyak kedangkalan dalam Kekristenan masa kini karena kita tidak menyadari asal mula keselamatan ilahi kita.

Kita menjadi orang Kristen bukan karena kita memilih Allah melainkan karena Allah memilih kita. Dalam pengajaran masa kini, kita merasa bahwa keselamatan bergantung sepenuhnya pada keputusan benar yang kita buat – ini sebenarnya sekunder. Kebenarannya keselamatan bergantung pada keputusan yang Allah sudah buat.

Keputusan apapun yang kita buat hanya respons pada keputusan yang Allah sudah buat. Lebih jauh, Ia membuat keputusan itu sebelum Ia menciptakan dunia.

Dengan kata lain, prinsip pemilihan ilahi, yang kita lihat diaplikasikan pada Israel, berlaku sama pada gereja. Allah tidak memiliki prinsip lain. Ia tidak pernah mengesahkan atau memberkati keputusan apapun atau program yang Ia Sendiri tidak prakarsai. Banyak orang Kristen akan merasa lebih aman jika mereka menyadari bahwa hidup mereka adalah hasil dari suatu rencana yang dikandung dalam kekekalan sebelum penciptaan alam semesta.

Banyak nas Perjanjian Baru mengungkapkan prinsip pemilihan ilahi ini. Pertama, dalam Yohanes 15:16, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”

Rasul-rasul tidak menjadi pengikut-pengikut Yesus karena mereka membuat keputusan yang benar. Yesus yang membuat pilihan; bukan mereka. Prinsip ini berlaku bagi semua orang percaya yang Allah panggil kedalam pelayanan-Nya. Dalam 2 Timotius 1:9, Paulus berkata bahwa “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman.”

Proses pemilihan ilahi diungkapkan lebih detail dalam Roma 8:29-30: “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

Dan mereka yang dipilih-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga yang dimuliakan-Nya.”

Nas ini mengandung urutan kata kerja di masa lalu: “Allah mengetahui sebelumnya,” “dipilih-Nya,” “dipanggil-Nya,” “dibenarkan-Nya,” “dimuliakan-Nya.” Menandai satu-satunya rute yang mengarah kepada kemuliaan Allah. Dua tahap pertama – Allah mengetahui sebelumnya dan dipilih-Nya terjadi dalam kekekalan sebelum dimulainya waktu.

Catat bahwa seluruh proses awalnya dimulai dengan “pengetahuan Allah sebelumnya.” Mulai dari kekekalan, Ia mengetahui setiap dari kita. Berdasarkan ini, Ia menentukan kita – Ia merencanakan arah hidup yang kita harus ambil.

Kita sangat bersyukur untuk ini. Hanya dalam kekekalan kita akan tahu malapetaka-malapetaka apa yang akan menimpa kita seandainya kita memutuskan mengarahkan hidup kita sendiri. Bahkan lebih penting, kekekalan akan mengungkapkan buah-buah yang dihasilkan, karena kita mengikuti rencana Allah dan mentaati arahnya.

Surat 1 Petrus memberi pengarahan lebih lanjut mengenai proses ini. Penting untuk mengetahui bahwa surat ini dialamatkan kepada “orang-orang pendatang, yang tersebar” (1 Petrus 1:1). Kata tersebar dalam Yunani “diaspora” yang secara reguler digunakan untuk mengacu secara spesifik pada orang-orang Yahudi yang hidup diluar tanah Israel. Jadi surat-surat ini termasuk, Ibrani, Yakobus, dan 2 Petrus dialamatkan terutama kepada orang-orang percaya Yahudi. Meski demikian, kebenaran yang dipresentasi berlaku sama bagi semua orang percaya.

“Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang, yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia, yaitu orang-orang yang dipilih sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita” (1 Petrus 1:1-2).

Petrus mengungkapkan satu tahap tambahan dari proses yang terjadi dalam kekekalan: Allah memilih kita. Jika kita mengkombinasi kata-kata Petrus ini dengan kata-kata Paulus dalam Roma 8:29-30, kita menemukan tiga tahap dalam kekekalan, sebelum waktu dimulai: Allah mengetahui kita sebelumnya; Ia memilih kita; Ia mempredestinasi kita.

Pewahyuan pengetahuan Allah sebelumnya ini diperlukan untuk melengkapi pilihan-Nya. Tanpa ini, kita bisa menyimpulkan pilihan Allah sewenang-wenang. Namun tidak demikian faktanya. Pilihan-Nya untuk setiap individual keluar dari pengetahuan-Nya sebelumnya. Ia tahu dengan tepat apa yang Ia bisa buat untuk setiap orang.

Seringkali, seseorang yang dipanggil oleh Allah untuk tugas khusus merasa kurang cakap – seperti Musa, Gideon, Yeremia, dan banyak lainnya. Mereka selalu merespons, “Allah, saya tidak bisa melakukan itu!”

Meski demikian, Allah sudah memberi jawaban-Nya dalam Kitab Suci, dengan mengatakan, “Aku tahu kamu sebelum terjadinya penciptaan. Pilihan-Ku dan panggilan-Ku berdasarkan pengetahuan-Ku tentang kamu. Aku tahu apa yang Aku bisa buat lebih baik daripada dirimu sendiri, dan Aku sudah mempersiapkan arah hidupmu” (Mazmur 139:13-16).

Orang-orang mungkin bereaksi dengan cara berbeda terhadap Firman Allah. Kita memiliki tanggungjawab besar. Keprihatinan terbesar kita adalah memenuhi rencana Allah yang dikerjakan dalam kekekalan. Kita melihat kata-kata Yesus dalam Yohanes 4:34: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”

Dilain pihak, perlu kita sadari rasa tanggung jawab kita diimbangi dengan jaminan dari 1 Tesalonika 5:24: “Ia yang memanggil kamu adalah setia, Ia juga akan menggenapinya.”

Pemazmur Daud juga memberi nasihat untuk kita: “Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak” (Mazmur 37:5).

Dalam Efesus 1, Paulus menekankan bahwa, sebagai orang-orang Kristen, kita sudah dipilih Allah dari dalam kekekalan.

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga.

Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya” (ayat 3-5).

Paulus melanjutkan dalam ayat 11: “…’di dalam Kristus,’ karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan – kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya.”

Catat urutan kata kerja dalam ayat-ayat ini di masa lalu: Ia memilih kita, Ia mempredestinasi kita, kita sudah dipredestinasi. Semua ini “sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendak-Nya.” Tidak disebut pilihan manusia atau upah manusia.

Sepanjang jalan, dari kekekalan ke dalam waktu, inisiatifnya keluar dari Allah.

Tujuan akhirnya untuk dicapai “supaya kita kudus dan tak bercacat dihadapan-Nya.” Bagaimana kita bercita-cita mencapai ini dengan usaha kita sendiri?

Satu dari musuh besar kekudusan sejati adalah aktifitas agamawi. Kunci untuk keberhasilan Kristen bukan usaha; melainkan persatuan. Yesus berkata, “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa” (Yohanes 15:5). Ranting-ranting tidak berupaya menghasilkan buang anggur. Ranting hanya bisa menghasilkan buah anggur karena ada penyerap cairan yang naik melalui batang kedalam ranting-ranting sementara matahari bersinar atasnya. Dalam perumpamaan itu, kita memiliki gambaran indah tiga pribadi Trinitas. Allah Bapa: pemelihara tanaman anggur; Yesus pokok anggur yang merambat; dan Roh Kudus adalah pemberi nutrisi pada kehidupan.

Kunci pada keberhasilan adalah tinggal dalam Yesus, bahagia dengan pengetahuan bahwa Allah akan melakukan dalam hidup kita apa yang Ia sudah tahbiskan. Ini kekudusan Perjanjian Baru sejati.

Analisa singkat doktrin pilihan Allah ini dalam Perjanjian Baru mengungkapkan satu poin penting yang sering diabaikan: dasar Allah berurusan dengan gereja sama dengan dasar Allah berurusan dengan Israel. Dalam setiap kasus, Allah yang mengetahui sebelumnya, Allah yang memilih, Allah yang mempredestinasi.

Orang-orang Kristen yang menolak ajaran bahwa Israel sudah dipilih permanen oleh Allah sebenarnya meremehkan dasar hubungan mereka sendiri dengan Allah. Dalam analisa terakhir, Israel dan gereja keduanya sama – sama bergantung pada kemurahan cuma-cuma Allah yang tidak layak diterima, diekspresikan dalam pilihan-Nya dan panggilan-Nya. Kata-kata Paulus dalam Roma 11:28 berlaku bagi orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen: “Sebab Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya.”

Oleh LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply