Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Mendapat Janji-janji Allah




eBahana.com – Sementara kita membuka hati dan pikiran kita pada pewahyuan- pewahyuan kehendak Allah untuk memberkati kita dengan kelimpahan, dan sementara kita berpijak pada prinsip-prinsip alkitabiah yang Ia sudah letakkan untuk kita, kita siap menerima janji-janji Allah dengan rasa syukur.

Disini kita kembali pada pengelola (pengurus) warisan kita untuk pimpinan-Nya. Seperti dengan banyak aspek janji-janji Allah, orang percaya wajib sensitif pada pengarahan Roh Kudus dalam mendapatkan apa yang Allah sudah sediakan dengan melimpah.

Kadang-kadang ada isu waktu. Kadang-kadang ada isu-isu karakter yang Allah ingin tangani. Jadi sementara kita hidup dengan keyakinan pada pemeliharaan yang Allah janjikan secara umum, tidak menghilangkan kewajiban kita untuk mendengar Allah secara spesifik untuk setiap situasi yang kita hadapi. Begitu penting mengikuti pimpinan Roh Kudus, menghindari kepongahan dan merasa bisa berdiri sendiri. Dengan pemikiran itu, berikut adalah tiga langkah untuk mendapatkan janji-janji kelimpahan Allah.

Langkah pertama: ijinkan Allah memilih janji-Nya untuk kita. “Pertama, ijinkan Roh Kudus mengarahkan kita pada janji yang tepat.” Bukan terserah kita untuk memilih janji yang kita mau. Mungkin menggunakan “Kotak Janji,” sudah lazim di gereja. Kotak kecil yang dipenuhi dengan janji-janji Kitab Suci yang tertulis di kartu, dan menyerahkannya pada orang-orang untuk mereka pilih satu. Allah sering kali bekerja dengan cara itu – namun hanya jika dipimpin Roh Kudus.

Roh Kuduslah yang menunjukkan janji sesuai kehendak Allah yang relevan dengan situasi yang sedang kita hadapi. Ketika Roh Kudus mengarahkan kita pada satu janji, Ia juga mengimpartasi pada kita iman sesuai janji itu. Pada akhirnya inisiatifnya ada pada Allah dan bukan pada kita. Kita tidak bisa menuntut Allah. Kita tidak bisa memerintah Allah. Namun dengan sensitif pada Roh Kudus, kita menemukan kehendak Allah bagi kita dalam situasi apa pun yang di ungkapkan dalam janji-janji-Nya.

Ada seorang Kristen yang memerlukan kesembuhan dari Allah beberapa kali dalam pengalaman Kristennya. Menarik untuk disimak sementara ia melihat kebelakang bagaimana Roh Kudus mengarahkannya pada janji khusus Kitab Suci untuk setiap situasi khusus yang ia hadapi. Jika ia mencoba menggunakan janji Kitab Suci yang sama dalam situasi yang berbeda, tidak akan terjadi apa- apa karena itu bukan yang Roh Kudus arahkan.

Kita tidak bisa mengecilkan atau membatasi Allah menjadi sebuah formula. Allah adalah Roh. Kita tidak bisa menaruh Roh dalam kotak atau mengecilkan Roh menjadi “rumus matematika” – itu bukan bagaimana Ia bekerja. Namun jika kita berhubungan dengan Roh Kudus sebagai satu Pribadi, bersahabat dengan-Nya dan menjadi intim dengan-Nya, Ia akan mengarahkan kita pada warisan kita dalam janji-janji-Nya.

Ini apa yang Yesus katakan mengenai pelayanan Roh Kudus – dan perhatikan Ia tidak menyebut Roh Kudus dengan “kata benda.” Ia menyebut-Nya “Dia.” Dia adalah satu Pribadi. Ini sangat penting agar kita mengerti warisan kita.

Yesus berkata: “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.

Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.

Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku” (Yohanes 16:13-15).

Berdasarkan itu, Roh Kudus adalah pengurus atau pengelola seluruh warisan kita. Semua milik Bapa milik Yesus. Namun apa yang menjadi milik Bapa dan Yesus di urus dan di kelola atau di impartasi kepada kita oleh Roh Kudus. Ia mengambil apa yang menjadi milik Yesus dan memberitahukan pada kita. Sementara kita menerima dari Roh Kudus, kita benar-benar menjadi ahli waris seluruh warisan-Nya.

Inisiatifnya ada pada Roh Kudus. Ia yang menuntun kita ke dalam seluruh kebenaran. Jika kita memisahkan diri dari Roh Kudus, kita memisahkan diri kita dari kebenaran. Kita tidak memiliki kemampuan masuk ke dalam kebenaran riil Allah selain melalui pimpinan Roh Kudus. Roh Kudus dalam situasi apa pun, mengetahui rencana Allah untuk kehidupan kita dan mengetahui Firman Allah dengan sempurna, mengarahkan kita pada bagian Firman Allah yang akan merealisasikan rencana Allah dalam kehidupan kita.

Ayat lain yang mengatakan dengan singkat hal yang sama: “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Roma 8:14).

Konsep itu berlangsung saat ini (continuous present tense): mereka yang terus menerus di pimpin oleh Roh Allah, adalah anak-anak Allah. Ini bukan hubungan sekali untuk selama-lamanya, melainkan hubungan yang terus menerus dengan Roh Kudus. Sementara kita secara reguler dan secara terus menerus dipimpin Roh Kudus, kita hidup sebagai anak-anak Allah. Kita menjadi anak-anak Allah melalui kelahiran baru – dilahirkan kembali dari Roh. Namun kita hidup sebagai anak-anak dewasa Allah ketika kita secara reguler dipimpin Roh Kudus.

Langkah kedua: mempelajari syarat-Nya. Langkah kedua mendapatkan janji-janji Allah adalah “ketika Roh Kudus memimpin kita kepada janji dalam Firman Allah, mempelajari dan memenuhi syarat-syarat-Nya. Sebagian besar janji-janji Allah bersyarat. Dalam banyak kasus, janji-janji Allah dimulai dengan kata seperti “jika.” Allah berkata, “Jika kita melakukan ini, Ia akan melakukan itu.” Kekanak-kanakan dan tidak dewasa mencoba mengklaim janji Allah tanpa mempelajari dan memenuhi syarat-Nya. Kita tidak bisa mengabaikan kata “jika.” Kita tidak bisa mengikat Allah melakukan sesuatu yang Ia janji lakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu, jika kita tidak terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat-Nya.

Contoh yang sangat bagus, firman-Nya: “Jika kamu sungguh- sungguh mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan apa yang benar di mata-Nya, dan memasang telingamu kepada perintah-perintah-Nya dan tetap mengikuti segala ketetapan-Nya, maka Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit mana pun, yang telah Kutimpakan kepada orang Mesir; sebab Aku TUHANlah yang menyembuhkan engkau” (Keluaran 15:26).

Ini janji besar! Allah berkata, “Aku tidak akan menimpakan kepadamu penyakit mana pun… sebab Aku TUHANlah yang menyembuhkan engkau.” Tetapi kita tidak bisa mengklaim itu tanpa memperhatikan kata “jika.” Ada empat syarat: “Jika” kita sungguh- sungguh mendengarkan suara-Nya. “Jika” kita melakukan apa yang benar di mata-Nya. “Jika” kita memasang telinga kita kepada perintah-perintah-Nya. “Jika” kita tetap mengikuti segala ketetapan- Nya.

Berdasarkan empat syarat itu, Allah berkata, “Aku TUHANlah yang menyembuhkan engkau.” Jangan mengklaim Tuhan sebagai tabib penyembuh dan mengambil jalan pintas syarat-syarat-Nya.

Tentunya ada beberapa janji-janji Allah yang tidak bersyarat. Satu contoh Kisah Para Rasul 2:17: “Akan terjadi pada hari-hari terakhir – demikianlah firman Allah – bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia.” Ini janji tidak bersyarat Allah sehubungan dengan periode waktu tertentu. Begitupula, janji Allah merestorasi Israel tidak bersyarat. Jadi ada beberapa janji dimana Allah berkata, “Aku akan melakukan ini tanpa syarat.” Namun sebagian besar janji- janji Allah bersyarat dan kita perlu mempelajari apa janji-janji itu.

Langkah ketiga: percaya dan bertindak. Langkah ketiga mendapatkan janji-janji Allah adalah dengan “mempertahankan sikap iman dan bertindak dengan tepat.” Harus ada keduanya – sikap dan tindakkan. Kita harus mengambil sikap percaya dan lalu bertindak sesuai dengan apa yang kita percaya. Kitab Suci berkata,”Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yakobus 2:26).

Dua ayat dari Ibrani yang menekankan ini. Pertama: “agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah” (Ibrani 6:12).

Perhatikan, tidak cukup hanya memiliki iman. Kita harus memiliki iman dan kesabaran. Ketika kita sudah menemukan janji-Nya, dan ketika kita sudah memenuhi syarat-syarat-Nya, kita harus mempercayainya sampai janji-Nya direalisasikan. Sering ada jangka waktu antara kita memenuhi syarat-syarat-Nya dan janji-Nya direalisasikan. Itu ujian apakah kita benar-benar memiliki iman.

Ayat kedua: “Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu” (Ibrani 10:36). Prinsip yang sama disini – ada jeda waktu. Kita melakukan kehendak Allah, kita memenuhi syarat- syarat-Nya, dan lalu kita bertahan. Jangan menyerah. Pada waktunya, dalam kedaulatan Allah, janji-Nya akan direalisasikan seluruhnya. Sangat penting untuk mempertahankan sikap iman dan bertindak dengan tepat.

Mari kita ambil contoh dan melihat bagaimana tiga langkah ini bisa diambil. Kita akan gunakan ini sebagai model untuk setiap janji yang kita terima untuk keperluan khusus kita.

Seandainya Roh Kudus mengingatkan kita ayat-ayat berikut dan ketika kita membacanya ayat-ayat ini tampak loncat dari halaman kearah kita. Atau mungkin pendeta kita berbicara mengenai ayat- ayat ini dan kita tahu dalam hati kita Allah mengarahkannya kepada kita.

“Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!

Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!” (Mazmur 34:9-10).

“Sebab TUHAN Allah adalah matahari dan perisai; kasih dan kemuliaan Ia berikan; Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela” (Mazmur 84:12).

Dengan cara apa pun kita menerimanya, kita tahu Roh Kudus sedang berbicara kepada kita, dan maka kita mengambil langkah pertama untuk mendapatkan pemeliharaan Allah ini: “kita mengijinkan-Nya memilih janji-Nya”

Perhatikan pernyataan di akhir Mazmur 34:10, “Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia.” Lagi, di akhir Mazmur 84:11 “Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.” Kedua janji Allah menyediakan segala sesuatu yang baik sesuai keperluan kita.

Sebelum kita mengklaim janji-janji indah ini, kita perlu mengambil langkah logikal kedua: “kita harus mempelajari syarat-syarat-Nya.” Banyak orang tersesat karena mengabaikan langkah ini. Mereka berkata, “Oh itu janji indah. Saya menginginkan itu.” Namun mereka tidak berhenti sejenak untuk mempelajari syarat-syarat-Nya.

Sebagian besar janji-janji Allah bersyarat. Allah berkata, “jika engkau melakukan ini, Aku akan melakukan itu.”

Maka kita perlu melakukan sedikit analisa alkitabiah. Kita perlu menemukan syarat-syarat-Nya yang berhubungan dengan janji-janji- Nya, camkan ini di pikiran bahwa janji-janji-Nya hanya diberikan kepada mereka yang memenuhi syarat-syarat-Nya. Dalam dua nas ini, kita mendapatkan semuanya ada tiga syarat sederhana yang dinyatakan jelas dalam ayat-ayat ini.

Syarat pertama adalah “takut akan Tuhan; kedua, carilah Tuhan; dan ketiga, hidup tidak bercela.” Jika kita memenuhi tiga syarat ini, Kitab Suci berkata Allah tidak menahan kebaikan dari kita. Tidakkah ini menggairahkan?

Mazmur 34:10 berkata, “Takutlah akan TUHAN, hai orang-orang-Nya yang kudus, sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!.” Tidak cukup hanya berkata sebab tidak berkekurangan tanpa kita menyadari fakta bahwa janji ini di aplikasikan hanya bagi mereka yang takut akan Tuhan.

Mazmur 34:11 berkata: “Singa-singa muda merana kelaparan, tetapi orang-orang yang mencari TUHAN, tidak kekurangan sesuatu pun yang baik.” Kekanak-kanakan hanya mengatakan, “Tidakkah indah!

Saya tidak akan kekurangan sesuatu pun yang baik!.” Kita tidak bisa meniadakan syarat, “mencari Tuhan.” Janji hanya diberikan kepada mereka yang mencari Tuhan.

Lalu, dalam Mazmur 84:11, bagian kedua dari ayat berkata; “Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.” Lagi, kekanak-kanakan mengatakan, “saya mendapatkan Tuhan tidak akan menahan kebaikan apa pun dari saya!” Kita tidak bisa mengatakan itu. Namun kita “bisa” mengatakan, “Saya mendapatkan jika saya hidup tidak bercela, Tuhan tidak akan menahan kebaikan apa pun dari saya.”

Pengkotbah yang mengatakan pada kita bahwa kita tidak kekurangan sesuatu pun yang baik tanpa memenuhi syarat yang Allah telah letakkan dalam Firman-Nya tidak memberi pelayanan yang baik pada kita. Keyakinan sesat seperti itu mengakibatkan kita memiliki kesan segala sesuatu baik. Lalu kita menyadari, setelah beberapa lama, segala sesuatu jauh dari baik. Karenanya jangan menyalahkan Allah. Kita mungkin menyalahkan pengkotbahnya, namun kita harus menerima tanggung jawab kita sendiri. Kita mencoba mengklaim janji Allah tanpa mempelajari dan memenuhi syarat-syarat-Nya.

Selanjutnya, sementara kita memenuhi syarat-syarat-Nya, kita mengambil langkah ketiga, “mempertahankan sikap iman kita bahwa Allah akan memenuhi janji ini untuk kita.” Kita perlu berterima kasih pada-Nya bahwa Ia memberi hasil yang kita inginkan. Kita perlu bertahan dengan sikap mempercayai, dan menunggu dengan sabar.

Janji dari ayat-ayat ini dinyatakan dengan bahasa serupa dalam dua nas berikut. Dalam Mazmur 34:10 dikatakan, “sebab tidak berkekurangan orang yang takut akan Dia!.” Dalam Mazmur 84:11 dikatakan, “Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela.” Inti dari janji ini adalah “Kita tidak akan kekurangan sesuatu pun yang baik.”

Ini janji indah, dan satu yang Allah senang berikan bagi umat-Nya dalam banyak cara berbeda yang dijanjikan melalui banyak ayat- ayat berbeda untuk menghadapi banyak keadaan berbeda pula.

Pemeliharaan Allah tersedia. Roh Kudus menuntun kita kedalam janji-janji-Nya. Lebih jauh, kita bisa yakin bahwa ketika kita mematuhi langkah-langkah ini, kita akan menerima jawaban sesuai kehendak Allah.

Namun kenapa, ketika kita melihat sekeliling kita, kita melihat masih begitu banyak orang berada dalam kekurangan mereka? Jika mereka sudah menerima Firman Allah, sudah mencoba memenuhi syarat-syarat-Nya, dan sudah melakukan yang terbaik bertindak dalam iman, kenapa tidak menghasilkan sesuai harapan?

Pada umumnya, jawabannya terletak dalam salah persepsi mengenai apa yang baik. Dengan kata lain, ada dua cara di mana sesuatu bisa baik. Banyak orang Kristen tidak percaya ini, dan akibatnya mereka menjadi frustasi, dan mereka berpikir ada yang salah atau mereka berpikir janji itu mereka terima namun bukan untuk mereka.

Kita perlu melakukan analisa lebih jauh dalam alam logik.

Mari kita lanjutkan eksplorasi janji Allah – tidak kekurangan sesuatu pun yang baik – dari Mazmur 34 dan 84. Sejauh ini contoh spesifik dari Kitab Suci digunakan sebagai model mengambil tiga langkah untuk merealisasi janji-Nya, yang juga berhubungan dengan janji kelimpahan. Orang-orang Kristen, sering merasa mereka serakah atau sia-sia mencari janji kelimpahan. Apakah kita benar-benar bisa mengharapkan – bahkan berdoa – untuk tidak kekurangan sesuatu pun yang baik?

Kata kuncinya dalam janji-janji Allah ini “baik.” Ia tidak menahan “kebaikan” dari mereka yang memenuhi syarat-syarat-Nya. Sebelum kita memutuskan hal baik yang kita inginkan, kita perlu bertanya pada diri dua pertanyaan lebih jauh.

Pertama, apakah hal itu sendiri baik? Menggunakan terminologi filolofis, apakah hal itu baik secara absolut? Tidak berubah-ubah dalam situasi. Sesuatu yang secara absolut baik selalu baik.

Kedua, kita perlu bertanya: apakah hal itu baik bagi kita untuk situasi khusus kita? Menggunakan terminologi filosofis sekali lagi, apakah hal itu secara relatif baik? Berubah-ubah dalam setiap situasi. Hal yang baik dengan sendirinya bisa tidak baik bagi kita untuk kebutuhan khusus kita. Dengan kata lain, bisa baik secara absolut namun secara relatif tidak baik.

Perbedaan ini memiliki hubungan langsung dan praktikal dengan bagaimana Allah berurusan dengan kita. Kita semua akan mendapatkan, cepat atau lambat, ada waktu-waktu ketika kita minta Allah sesuatu yang kita yakin baik, namun Allah menahannya dari kita. Dengan kata lain, Allah tidak secara otomatik menyerahkan hal yang secara absolut baik setiap kali kita minta.

Sebaliknya, pertama Ia menentukan apakah hal itu secara relatif baik. Apakah baik untuk kita dalam situasi khusus kita? Kadang- kadang Allah menahan dari kita hal yang secara absolut baik karena secara relatif tidak baik. Yakni, tidak baik untuk kita dalam situasi khusus kita pada waktu tertentu.

Kadang-kadang kita mendapatkan diri kita dalam situasi dimana kita minta Allah sesuatu yang baik namun kita tidak menerimanya. Allah tidak berkata, “tidak baik.” Ia berkata sebaliknya, “tidak baik untuk kita sekarang dengan karakter kita, situasi kita, kelemahan- kelemahan kita, masalah-masalah kita, kesalahpahaman- kesalahpahaman kita.” Allah mungkin menahan hal yang secara absolut baik namun secara relatif tidak baik.

Ketika kita melihat kebenaran itu, akan menyelesaikan banyak dari masalah-masalah doa kita yang tidak dijawab. Allah menjawab dengan cara berbeda dari apa yang kita harapkan. Kadang-kadang kita lupa bahkan “tidak” adalah sebuah jawaban.

Dengan pemikiran mengenai perbedaan yang sudah kita bangun antara hal yang baik secara absolut baik dan baik secara relatif, mari kita mempelajari konsep-konsep yang kita ringkas sebelumnya sehubungan dengan pemeliharaan Allah: kekayaan, harta benda, kemakmuran, kelimpahan. Bagaimana Kitab Suci menilai semua itu? Apakah semua itu sendiri buruk? Atau baik – secara absolut baik?

Kita tidak membahas sekarang apakah semua itu secara relatif baik dalam situasi tertentu, namun kita fokus pada kodrat esensial absolutnya. Apakah semua baik secara absolut? Kita tidak akan mencari melalui hikmat manusia atau organisasi-organisasi agamawi atau perpustakaan-perpustakaan untuk jawabannya, melainkan kita akan mencari melalui Firman Allah.

Apa yang Firman Allah katakan? Jawabnya dengan jelas: Iya. Semua hal ini secara esensial baik. Banyak dari kita telah tumbuh dewasa dengan kesan bahwa kekayaan adalah kejahatan. Sikap yang sama ditanamkan pada kita sejak anak-anak mengenai obat-obat yang disyaratkan untuk kita minum.

Pertanyaan yang kita ingin ajukan: apakah kemiskinan baik atau jelek? Apakah kekayaan baik atau jelek? Daripada memperoleh jawaban kita berdasarkan pada respons emosional atau tradisi agamawi, kita butuh jawaban yang logikal, objektif dan alkitabiah. Jawabannya akan memiliki efek pasti, tegas dan menentukan cara yang kita ikuti, pada tiga langkah untuk mendapatkan janji-janji Allah dengan kesimpulannya.

Jika kekayaan jelek, kita harus memisahkan diri kita darinya. Kita tidak boleh dengan cara apa pun terlibat dalam aktifitas apa pun atau proses yang menghasilkan kekayaan. Meski demikian, Kitab Suci dengan jelas dan konsisten memberi jawaban sebaliknya:

“Kekayaan dan harta benda secara esensial baik secara absolut.” Ada banyak ayat-ayat yang kita bisa lihat untuk mendukung kesimpulan ini, namun kita cukup dengan beberapa saja.

Ayat pertama adalah Wahyu 5:11-12. Dalam nas ini malaikat- malaikat dan makhluk-makhluk hidup dan semua penghuni surga berbicara. Mereka berseru dengan suara bulat konsensus seluruh surga. Penilaian mereka absolut dan tidak berubah.

“Maka aku melihat dan mendengar suara banyak malaikat sekeliling takhta, makhluk-makhluk dan tua-tua itu; jumlah mereka berlaksa- laksa, katanya dengan suara nyaring: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian!” (Wahyu 5:11-12).

Setiap dari tujuh hal itu dalam ayat 12 secara esensial baik, dan melalui hak kekekalan semua milik Tuhan Yesus Kristus. Kedua yang disebut disitu adalah kekayaan atau harta benda. Mari kita lihat yang lain: kuasa, hikmat, kekuatan, kehormatan, kemuliaan dan puji-pujian. Tidakkah disebut kekayaan itu baik. Semua tujuh hal ini secara esensial baik secara absolut.

Dilain pihak, semua – atau hampir semua – bisa disalahgunakan. Sudah pasti, kuasa bisa disalahgunakan, dan sangat sering.

Begitupula, kekuatan adalah baik, namun ada banyak orang yang menyalahgunakannya membahayakan orang lain, memaksakan kehendak mereka secara tidak adil dan tidak benar. Namun itu tidak berarti bahwa kekuatan jelek. Hanya saja sesuatu yang baik bisa disalahgunakan.

Sama dengan hikmat. Hikmat secara esensial baik namun ada orang- orang yang menggunakan hikmat untuk tujuan-tujuan fasik mereka – untuk membohongi, untuk menipu dan untuk mendapatkan hal-hal untuk diri mereka yang tidak berhak. Ini tidak berarti hikmat tidak baik. Salomo contoh seorang yang memiliki hikmat besar dan menyalahgunakannya, karena ia berakhir dengan perzinahan.

Fakta bahwa sesuatu secara absolut baik dengan sendirinya tidak berarti tidak bisa disalahgunakan. Namun sangat bodoh kita menolak sesuatu hanya karena bisa disalahgunakan. Dan ini satu dari taktik favorit Satan – membuat kita menolak sesuatu yang baik karena kita sudah melihatnya disalahgunakan.

Contohnya karena karunia-karunia Roh disalahgunakan, tidak berarti kita tidak menggunakannya. Itu tidak logikal. Jika itu alasan kita untuk tidak menerima pemeliharaan Allah, maka tidak akan ada sisa yang baik untuk kita, karena si jahat bisa selalu menemukan orang-orang untuk menyalahgunakan hal apa pun yang baik.

Namun banyak orang-orang Kristen dipengaruhi oleh alasan ini sampai titik dimana mereka tidak lagi mendapatkan apa yang baik dan apa yang menjadi hak milik mereka hanya karena seseorang sudah menyalahgunakannya. Kita tidak bisa menerima alasan itu. Tidak masalah jika seluruh dunia menyalahgunakan kekayaan! Jika baik, kita boleh memilikinya. Begitupula hikmat atau kuasa atau kekuatan atau kehormatan atau kemuliaan atau berkat.

Satu faktor penting dalam menilai apakah sesuatu baik atau jelek adalah dengan menentukan sumbernya. Untuk nas kedua Kitab Suci kita, kita kembali pada 1 Tawarikh 29. Ini bagian doa penyembahan dan dedikasi yang Daud doakan pada Tuhan pada saat ia mempersiapkan pembangunan Bait. Apa yang ia katakan disini adalah kata-kata paling mulia dalam Alkitab.

“Ya TUHAN, punya-Mulah kebesaran dan kekayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada dilangit dan dibumi! Ya TUHAN, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala.

Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan; dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya” (1 Tawarikh 29:11-12).

Banya atribut mulia dan indah bersumber disana bagi Tuhan: kebesaran, kemuliaan, keagungan, kemegahan. Dan lagi, kekuatan dan kuasa. Namun ditengah dari doa indah itu, Daud berkata pada Tuhan, “Kekayaan dan kehormatan datang dari pada-Mu.” Kekayaan dan kehormatan adalah dua hal istimewa yang datang dari Allah.

“Allah sumber utama kekayaan dan kehormatan.” Apa pun yang bersumber dari Allah pasti baik dengan sendirinya.

Orang-orang yang berasal dari latar belakang agamawi tertentu, satu dari pergumulan terbesarnya adalah menerima fakta bahwa kelimpahan secara esensial baik. Tidak jahat. Tidak berdosa.

Ada banyak nas lain dalam Kitab Tawarikh untuk mengkonfirmasi kebenaran itu. Kita akan melihat teks paralel ketiga dalam Kitab Ulangan dimana Musa berbicara kepada Israel. Ia berkata bahwa Tuhan akan membawa mereka masuk kedalam tanah yang melimpah dan kaya. Ketika mereka masuk ke sana dan mendapatkan semua yang melimpah, mereka harus hati-hati untuk tidak lupa dari mana kelimpahan itu berasal. Itu benar-benar pelajaran penting. Ini yang Musa katakan:

“Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan- Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini” (Ulangan 8:18).

Siapa yang memberi kita kemampuan untuk menghasilkan harta benda? Banyak orang menyalahgunakan kuasa itu, namun tetap berasal dari Allah. Kenapa Allah memberi kepada umat-Nya? “Untuk meneguhkan perjanjian-Nya.” Bagian dari komitmen perjanjian Allah kepada umat-Nya. Karenanya mari kita fokus pada perjanjian kesetiaan Allah, daripada pada ketidaksetiaan orang-orang yang sering menyalahgunakan kuasa yang Allah beri mereka.

Sesuai Kitab Suci, kemampuan untuk menghasilkan harta benda adalah karunia dari Allah. Allah memberinya kepada umat-Nya, bukan karena mereka layak mendapatkannya, melainkan karena itu bagian dari perjanjian-Nya. Dalam perjanjian-Nya Ia menjanjikan semua berkat, semua hal-hal baik, kepada mereka yang akan membuat dan menepati perjanjian dengan-Nya. Sehingga, dalam kesetiaan kekal-Nya, meski kita mungkin tidak sebijaksana dan selayak seharusnya, Allah memberi kemampuan untuk menghasilkan harta benda agar Ia meneguhkan perjanjian-Nya. Ini bagian komitmen perjanjian-Nya.

Harta benda bukan semata-mata hasil dari pendidikan. Sebagian besar orang yang paling tidak mungkin jadi kaya menghasilkan harta benda. Sudah pasti ada beberapa prinsip yang diaplikasikan. Meski demikian, kemampuan mendapatkan harta benda tidak dijelaskan dengan murni dalam alam natural. Karena pada akhirnya, sumbernya adalah Allah.

Maka kelimpahan – apakah kekayaan atau kehormatan atau kekuatan – secara esensial baik. Bagian dari pemeliharaan Allah yang sudah rencanakan bagi umat-Nya. Berkat yang mengalir sesuai kebutuhan kita – sementara kita mengijinkan Roh Kudus menuntun kita, sementara kita mempelajari dan memenuhi semua yang Ia syaratkan, dan sementara kita tetap setia dalam sikap dan tindakkan. Tiga langkah ini mengarahkan kita kepada berkat kelimpahan.

Langkah-langkah ini, seperti kita sudah ringkas, membutuhkan janji spesifik alkitabiah untuk kebutuhan khusus kita. Namun ada syarat- syarat umum juga yang, begitu dimengerti, bisa menolong kita hidup dalam kelimpahan.

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply