Kunci Keberhasilan Hidup – Bagian 3
eBahana.com – Sekarang, lihat kunci kelima, ditemukan dalam kitab Ibrani 6.
“Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh” (Ibrani 6:1).
Catat dari awal – sangat penting untuk melihat kebenaran ini – kita harus melakukan ini. Kita tidak diberi pilihan lain. Banyak orang percaya memiliki kesan bahwa dalam kehidupan Kristen kita bisa menyelesaikan dan berkata, “Sekarang saya sudah disana.” Namun itu tidak benar. Menjadi statik dalam kehidupan spiritual adalah pilihan yang salah. Allah mengharapkan kita bergerak maju.
Untuk mengerti kebenaran kodrat progresif hubungan kita dengan Yesus Kristus, mari kita lihat satu ayat yang mempenetrasi dari Amsal 4:18: “Tetapi jalan orang benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari.”
Frasa “jalan orang benar” secara absolut umum. Tidak berbicara mengenai beberapa orang percaya atau bahkan beberapa kelompok orang-orang percaya. Jadi, berbicara mengenai setiap orang benar.
Perhatikan juga bahwa kebenaran adalah jalan. Jalan adalah sesuatu yang kita lalui dengan bergerak. Jalan tidak pernah di rancang bagi kita untuk berdiam diri, apalagi untuk duduk. Karena kebenaran adalah satu jalan, mengimplikasi gerakan, progres dan perkembangan.
Selanjutnya, nas ini berkata “jalan” ini seperti cahaya fajar. Cahaya fajar bisa dibandingkan dengan pengalaman ketika kita pertama kali mengenal Tuhan dalam kepenuhan kemuliaan-Nya sebagai Juru Selamat dan Tuhan. Seperti matahari terbit setelah kegelapan.
Mengenal Yesus seperti cahaya fajar yang masuk kedalam hati kita.
Namun cahaya fajar bukan akhir dari tujuan Allah; melainkan awal. Ayat ini jalan seperti cahaya fajar yang bersinar lebih terang dan lebih terang sampai siang. Sementara kita berjalan dalam jalan kebenaran, sinarnya harus selalu menjadi lebih terang dalam hari kita. Setiap langkah – setiap hari – sinarnya harus lebih terang dibanding sebelumnya.
Ayat dalam Amsal 4 ini menyimpulkan dengan frasa: “sampai rembang tengah hari.”
Ini tujuan kita – tingginya tengah hari. Allah tidak puas kita berhenti lebih kurang dari kepenuhan terang tengah hari. Cahaya fajar poin permulaan kita. Jalan untuk progres. Sinarnya menjadi lebih terang dan lebih terang. Namun tidak di ijinkan ada tempat berhenti di jalan sampai kita menjangkau kepenuhan tingginya tengah hari.
Apakah kita ingat kesalahan terbesar yang dibuat orang-orang Ibrani? Seperti nenek moyang mereka, mereka sudah menjadi malas dan gagal mendengar suara Allah. Itu kenapa “Marilah kita” ini begitu diapresiasi. Orang-orang Ibrani mempercayai privilese khusus mereka dan beristirahat didalamnya; mereka sudah menjadi malas. Mereka hanya menggunakan status khusus mereka sehingga
beranggapan bahwa memang sudah seharusnya begitu. Lihat lagi apa yang penulis katakan kepada mereka:
“Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena kamu telah lamban dalam hal mendengarkan.
Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari pernyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.
Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil.
Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibrani 5:11-14).
Penulis berkata disini – dan ia berkata cukup blak-blakan – “Kamu anak-anak kecil spiritual. Namun kamu tidak memiliki hak menjadi anak-anak pada tahap ini dalam perkembangan Kristen kamu. Kamu sudah mendapat begitu banyak kesempatan selama bertahun-tahun
– kamu seharusnya sudah berkembang menjadi dewasa ditinjau dari sudut waktu.”
Dalam nas yang sama ini, penulis juga menjelaskan cara satu- satunya untuk bertumbuh menjadi dewasa. Ia berkata, “makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat.” Menurut contoh itu, bertumbuh menjadi dewasa dengan mengikuti jalan kebenaran, dimana sinarnya tumbuh lebih terang hari demi hari, melalui praktik dan melatih diri kita terus menerus. Bukan sesuatu yang bisa kita dapatkan dengan mudah karena sudah seharusnya begitu atau sesuatu yang terjadi secara otomatikal. Dibutuhkan aplikasi kita. Itu kenapa kunci kedua adalah “Baiklah kita berusaha.” Melalui praktik terus menerus, kita harus melatih diri kita untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat jika kita ingin bergerak dengan Allah.
Sangat menyedihkan ketika kita melihat banyak kelompok besar orang-orang Kristen yang tampaknya sama sekali tidak bisa membedakan antara apa yang benar-benar spiritual, benar-benar alkitabiah, dan yang hanya mempresentasikan kedagingan. Mereka tidak melihat bahwa sesuatu yang jiwani tidak memiliki efek riil yang bertahan – dan sering tidak ada dasar riil dalam Kitab Suci.
Sayangnya, banyak orang Kristen secara reguler masuk ketingkat jiwani ketimbang rohani. Mereka belum belajar membedakan yang baik dari pada yang jahat. Solusinya dengan melatih diri kita secara terus menerus dan melalui praktik. Satu-satunya alternatif yang patut disayangkan dalam praktik itu adalah “perkembangan spiritual yang tertahan” – yakni tetap dalam kondisi anak-anak ketika kita seharusnya sudah mencapai kedewasaan.
Allah sudah membuat ketentuan khusus untuk mencapai kedewasaan spiritual, dan kita perlu tahu mengenai itu. Dinyatakan dalam surat Paulus kepada orang-orang di Efesus:
“Dan Ialah (Kristus yang sudah bangkit, dan naik ke surga) yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita- pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:11-13).
Lima pelayanan utama disebut disini: rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar- pengajar. Dimulai dengan ayat 12, kita melihat tujuan pelayanan- pelayanan ini: “untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.”
Perhatikan dua tujuan itu. Pertama, orang-orang kudus diperlengkapi untuk pekerjaan pelayanan. Orang-orang kudus Allah tidak bisa secara otomatikal melakukan pekerjaan mereka. Mereka harus dipersiapkan. Lima pelayanan ini sudah diberikan untuk melatih orang-orang kudus Allah. Tujuan kedua pelayanan- pelayanan ini “untuk pembangunan tubuh Kristus.”
Visi kita berkembang sementara kita melanjutkan dalam ayat 13. Kita membaca: “sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” Apakah kita melihat kebenaran ini? Pelayanan-pelayanan ini ditempatkan didalam Tubuh Kristus untuk membawa kita kedalam kesatuan iman dan untuk membawa kita mencapai kedewasaan.
Paulus menyimpulkan ayat 13 dengan pikiran: “mencapai tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.” Agar mencapai kedewasaan ini, Yesus Kristus, sebagai kepala Gereja, sudah menyediakan lima pelayanan utama ini. Terus terang saja orang-orang kudus Allah tidak akan pernah mencapai kedewasaan tanpa adanya lima pelayanan ini.
Dalam ayat 16 pada pasal yang sama, Paulus, berbicara mengenai Kristus lagi, ia berkata: “Dari pada-Nyalah seluruh tubuh – yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota – menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih.”
Gambaran Tubuh Kristus yang diberikan oleh Paulus pada akhirnya bukan berbagai macam individual yang terpisah dan terisolasi, dimana setiap orang melakukan urusannya sendiri. Melainkan, hasilnya menjadi satu tubuh yang diikat menjadi satu – membangun dirinya sendiri dan bertumbuh. Supaya pertumbuhan itu terjadi, esensial setiap bagian dari Tubuh melakukan pekerjaannya.
Program Allah untuk mencapai kedewasaan memiliki dua syarat. Pertama, kita harus berada dibawah disiplin pelayan-pelayan yang Allah sediakan sesuai daftar Paulus: rasul-rasul, nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala dan pengajar- pengajar. Tanpa disiplin itu, tanpa pengawasan itu dan tanpa instruksi itu. Bagaimana orang-orang kudus Allah bisa mencapai kedewasaan. Yesus tidak menyediakan pelayanan-pelayanan yang tidak penting – jadi pelayanan-pelayanan itu esensial.
Syarat kedua kita harus menjadi bagian dari tubuh yang bertumbuh, bukan hanya individual-individual yang terisolasi. Dalam nas tema yang sama Efesus 4, Paulus menyatakan satu-satunya yang menyedihkan. Jika kita tidak mematuhi program Allah untuk mencapai kedewasaan, karena kita akan menjadi “anak-anak, yang di ombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan” (Efesus 4:14).
Kita melihat, jika kita tidak berada dibawah pelayanan-pelayanan ini – jika kita tidak menjadi bagian dari tubuh dan menerima disiplin alkitabiah ini – Paulus berkata satu-satunya alternatif kita akan tetap menjadi anak-anak. Kita akan “terlempar kesana kemari, ditiup kesana dan kesini oleh setiap angin pengajaran.”
Banyak orang percaya seperti itu. Setiap tahun mereka memiliki mode baru, doktrin baru dan sering guru baru untuk memberi mode – “dengan kelicikan dan tipu daya dalam rencana palsu mereka.” Sebaliknya, mereka harus berada dibawah disiplin pelayanan- pelayanan yang sah yang Yesus sudah sediakan sebagai karunia- karunia, dan menjadi bagian dari tubuh. Itu satu-satunya cara mencapai kedewasaan.
Bagaimana dengan kita? Apakah kita dibawah disiplin? Apakah kita bagian dari tubuh orang-orang percaya? Apakah kita memenuhi mandat kunci kelima ini? Apakah kita bergerak maju – menekan – untuk mencapai kedewasaan?
Kunci keenam untuk keberhasilan hidup ditemukan dalam Ibrani 10. Menarik bahwa dalam hampir semua dari dua belas kunci ini, teksnya dimulai dengan kata “karena itu.” Dengan kata lain, kita melihat pengungkapan logikal, urutan pikiran.
Kunci keenam: “Marilah kita menghadap Allah.”
“Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah.
Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:19-22).
Isi ayat ini kedengarannya mirip dengan kunci keempat, namun ada perbedaan penting. Kunci keempat: “Marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia.” Kunci keenam: “Marilah kita menghadap Allah.” Perbedaannya jelas dalam konteks Ibrani 10:19 dan sebagai tindak lanjut dalam ayat 22: “Jadi, saudara- saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus…..karena itu marilah kita menghadap Allah.” Ini memberi kesan menghadap Allah sama dengan masuk ke dalam tempat kudus.
Dalam terang kebenaran itu, lihat lagi pada dua pernyataan ini. “Marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia.” (Kunci keempat) berarti kita bisa datang untuk minta pertolongan yang kita butuhkan – untuk belas kasih dan untuk kasih karunia. Namun “Marilah kita menghadap Allah.” (kunci keenam) berarti kita menghadap Allah Sendiri. Ini kunci yang membuka jalan untuk masuk lebih jauh. Bukan hanya kita datang pada takhta kasih karunia untuk minta pertolongan, namun kita datang karena kita di undang untuk mengambil tempat kita dengan Kristus di takhta.
Dengan mengambil tempat kita dengan-Nya kita masuk kedalam Ruang Maha Kudus.
Penulis kitab Ibrani menggunakan bahasa deskriptif berdasarkan pola Tabernakel Musa. Sederhananya, tiga bidang utama meliputi Tabernakel. Pertama pelataran kemah suci, halaman terbuka yang dibatasi dengan tabir. Orang Israel siapa saja bisa masuk ke bagian ini. Lalu, dalam halaman di ujung barat terletak Tabernakel – berdiri kemah yang ditopang dengan kerangka kayu. Dalam tabir pertama kemah suci Ruang Kudus. Hanya imam-imam bisa masuk ke ruang ini. Diujung lebih jauh, melewati tabir kedua, Ruang Maha Kudus. Ruang ini hanya bisa dimasuki oleh imam besar setahun sekali – pada Hari Penebusan.
Tujuan kita adalah Ruang Maha Kudus, melewati tabir kedua.
Satu-satunya furnitur dalam Ruang Maha Kudus, yang dirancang oleh Allah adalah Tabut Perjanjian. Ini kotak yang dibuat dengan kayu akasia dan dibungkus seluruhnya dengan emas. Tabut ditutup dengan apa yang disebut Takhta Belas Kasih, atau tempat perdamaian. Dalam Tabut ada dua tablet batu Sepuluh Perintah, yang di tutupi oleh Takhta Belas Kasih. Peletakkan ini mengindikasi bahwa melalui perdamaian Kristus mewakili kita, Hukum sudah ditutup dengan belas kasih.
Pada ujung-ujung Belas Kasih ada dua kerub yang berhadapan satu sama lain. Keduanya melihat ke arah pusat Takhta Belas Kasih dengan sayapnya terbentang diatas mereka dan ujung sayap mereka menyentuh di pusat.
Takhta Belas Kasih adalah takhta Allah. Penting bagi kita untuk ingat bahwa Allah duduk di takhta belas kasih. Belas kasih-Nya meliputi Hukum. Dua kerub dengan muka mereka kedalam mengarah ke satu sama lain, ujung sayap mereka bersentuhan, merepresentasi tempat persekutuan. Jadi, Takhta Belas Kasih adalah tempat belas kasih, tempat persekutuan – namun juga takhta, takhta Allah sebagai Raja.
Tidak ada representasi dari Allah Sendiri dalam bagian furnitur – yang, tentunya, dilarang oleh Hukum untuk orang-orang Israel.
Namun Allah datang kedalam Ruang Maha Kudus dan mengambil takhta-Nya. Ia datang dalam bentuk kemuliaan “Shekinah” – visibel, hadirat Allah Mahabesar yang dapat dirasakan. Tanpa kemuliaan itu, Ruang Maha Kudus dalam kegelapan total. Tidak ada pencahayaan alami atau artifisial. Ketika “Shekinah,” hadirat kemuliaan Allah, masuk, tanda Allah mengambil tempat-Nya pada takhta.
Pernyataan keenam “Marilah kita,” maka, mengundang kita kedalam Ruang Maha Kudus. Kita disambut menghampiri Allah. Kita diundang mengambil tempat kita dengan Kristus di takhta. Nas ini dalam Ibrani 10 juga mengatakan pada kita bahwa kita datang melalui “jalan hidup dan baru.” Apa jalan hidup dan baru? Yesus.
Kita melihat perbandingan langsung kehidupan dan pelayanan Yesus – “jalan hidup dan baru” – ke Ruang Maha Kudus.
Walaupun kita diundang masuk Ruang Maha Kudus, penulis Ibrani berkata kita harus memenuhi syaratan-syarat tertentu untuk menghampiri Takhta Belas Kasih dan Takhta.
Kita menghampiri Allah dengan hati kita, bukan dengan kepala kita. Allah bukan jawaban untuk teka-teki intelektual, namun Ia menemui hati yang rindu. Harus hati yang tulus, tanpa kepura-puraan atau kemunafikan. Kita harus mengekspose diri kita pada Allah, tidak mencoba menutupi diri kita yang sebenarnya. Kita harus terbuka dan jujur pada-Nya.
Dalam pasal Ibrani selanjutnya, kita membaca “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada ‘Allah.’ Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada” (Ibrani 11:6).
Kita melihat dari nas ini bahwa kita harus datang dengan iman dalam kesetiaan Allah; dengan kata lain, kita tidak datang dengan kemampuan atau kebenaran kita, namun dengan iman absolut pada kesetiaan Allah.
“Hati nurani yang jahat” datang dari perbuatan-perbuatan salah dan berdosa yang kita lakukan di masa lalu. Melalui darah Yesus, meski demikian, kita bisa menerima jaminan bahwa semua perbuatan- perbuatan jahat itu di masa lalu sudah diampuni dan hati kita dimurnikan dari dosa. Kita bisa memiliki hati yang dipercik dari hati nurani yang jahat melalui darah Yesus.
Dalam suratnya, Yohanes mengatakan pada kita bahwa Yesus datang dengan air dan dengan darah (1 Yohanes 5:6). Dalam dua kondisi ini, kita melihat darah yang dipercik dari hati nurani yang jahat dan air yang membersihkan tubuh kita. “Air” mengacu pada baptisan Kristen. Dalam setiap tempat dalam Perjanjian Baru dijelaskan, baptisan Kristen digambarkan sebagai membagi dalam kematian, penguburan dan kebangkitan Yesus Kristus.
Ini mengkonfirmasi untuk kita bahwa “jalan hidup dan baru” adalah Yesus. Tindakkan datang dan mengambil bagian dalam kematian- Nya, penguburan-Nya dan kebangkitan-Nya. Sementara kita menghampiri Takhta Belas Kasih, kita mengidentifikasi dengan semua yang Yesus lalui dalam kematian untuk dosa kita.
Apa, jadi, arti duduk bersama Yesus? Berarti dinobatkan – membagi takhta dengan-Nya. “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita – oleh kasih karunia kamu diselamatkan – dan di dalam Kristus Yesus Ia telah membangkitkan kita juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga” (Efesus 2:4-6).
Perhatikan tiga tahap identifikasi dengan Yesus. Pertama, kita “dihidupkan.” Kedua, kita “dibangkitkan.” Dan ketiga, kita “duduk bersama-sama dengan Dia.” Dimana Yesus duduk? Di takhta.
Begitu kita melihat identifikasi kita dengan Yesus, kita diundang untuk mengikutinya sepenuhnya. Karena Ia “jalan hidup dan baru,” kita bisa dihidupkan dengan-Nya, dan kita bisa dibangkitkan dengan- Nya. Namun kita tidak perlu berhenti disana. Kita juga bisa dinobatkan dengan-Nya.
Dalam pola Tabernakel, tabir pertama merepresentasi berbagi dalam kebangkitan Yesus. Tabir kedua yang membawa ke Ruang Maha Kudus merepresentasi berbagi dalam kenaikan Yesus ke surga.
Yesus tidak hanya dibangkitkan; selanjutnya, Ia diangkat ke takhta di surga. Itu dimana Allah menginginkan kita. Allah tidak ingin kita berhenti dalam “jalan hidup dan baru” ini. Allah ingin kita sampai takhta – sampai kita berbagi takhta dengan Yesus, duduk dengan- Nya di tempat-tempat surgawi. Itu tujuan kita .
OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.