KEUNIKAN IMAN
eBahana.com – Kita sudah membahas definisi iman yang diberikan dalam Ibrani 11:1. Penulis melanjutkan gambaran yang diperankan oleh iman dalam pendekatan manusia menghampiri Allah. “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6).
Perhatikan dua frasa: “tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah,” dan “ia harus percaya bahwa Allah ada.” Kita melihat disini bahwa iman adalah kondisi yang harus ada – tidak boleh tidak – untuk menghampiri Allah agar berkenan kepada- Nya.
Aspek negatif dari kebenaran ini adalah “Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa”(Roma 14:23). Ini berarti apapun yang seorang lakukan kapan pun waktunya, jika tidak berdasarkan iman, diperhitungkan oleh Allah sebagai dosa. Ini bahkan berlaku dalam aktifitas-aktifitas agamawi, seperti kehadiran kebaktian gereja, berdoa, menyanyi pujian, atau melakukan amal. Jika perbuatan-perbuatan ini tidak dilakukan berdasarkan iman yang tulus terhadap Allah, sama sekali tidak dapat diterima-Nya.
Kecuali perbuatan-perbuatan itu didahului dengan pertobatan yang benar dan kecuali dimotivasi dengan iman yang benar, semua tidak ada artinya, hanya “kesia-siaan,” dan tidak dapat diterima Allah.
Mungkin pernyataan paling inklusif mengenai hubungan antara iman dan kebenaran ditemukan dalam Habakuk 2:4. “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”
Dua kata dalam bahasa Inggris “keadilan” dan “kebenaran” adalah dua cara alternatif menterjemahkan satu kata yang sama dalam teks aslinya. Ini berlaku juga untuk Ibrani Perjanjian Lama dan Yunani Perjanjian Baru. Dalam kedua bahasa diatas hanya ada satu akar kata, sebagai kata sifat, bisa di terjemahkan dengan “keadilan,” atau dengan “kebenaran,” dan, sebagai kata benda, bisa diterjemahkan dengan “keadilan” atau dengan “kebenaran.” Terjemahan manapun yang digunakan, tidak ada perbedaan dalam arti aslinya.
Jadi, dalam menterjemahkan Habakuk 2:4 kita bisa katakan “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya” atau “Orang yang adil itu akan hidup oleh percayanya.”
Pernyataan Habakuk dikutip tiga kali dalam Perjanjian Baru: dalam Roma 1:17, dalam Galatia 3:11, dan dalam Ibrani 10:38. Dalam setiap dari tiga nas Alkitab Versi New King James ini diterjemahkan, “Orang yang adil itu akan hidup oleh percayanya.” Sulit mendapatkan kalimat apa pun, “sependek” dan “sesederhana” ini yang telah menghasilkan dampak begitu besar dalam sejarah umat manusia.
Dalam Alkitab Versi New King James seluruh kalimat terdiri hanya dari tujuh kata. Namun kalimat ini memberi dasar, otoritas alkitabiah kepada pesan injil yang dikotbahkan oleh gereja apostolik (para rasul Kristus). Proklamasi pesan sederhana ini oleh minoritas kecil yang direndahkan, merubah arah sejarah dunia. Dalam tiga abad membuat Kaisar Romawi sendiri bertekuk lutut, pemimpin paling berkuasa, paling jauh jangkauannya, dan imperium paling kuat yang dunia pernah lihat.
Sekitar dua belas abad kemudian kalimat yang sama ini, oleh Roh Kudus menggerakkan hati dan pikiran Martin Luther, memberi pengungkit alkitabiah yang mencopot kuasa kepausan Roma dan, melalui Reformasi Protestan, sekali lagi merubah arah sejarah – pertama di Eropa dan kemudian, melalui jangkauannya, ke seluruh dunia.
Tidak diragukan lagi bahwa hari ini, kalimat sederhana ini masih, ketika dimengerti dan diaplikasikan dengan iman, mengandung didalamnya kuasa merevolusionerkan kehidupan orang-orang atau arah bangsa-bangsa dan emporium-emporium.
Walau begitu pendek dan begitu sederhana, lingkup kalimat ini, “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya,” besar sekali. Kata “hidup” mencakup hampir setiap kondisi yang dapat dipikirkan. Mencakup semua bidang kepribadian manusia dan pengalaman dalam setiap aspek yang dapat dipikirkan – spiritual, mental, fisikal, material. Mencakup aktifitas seluas mungkin – seperti bernafas, berpikir, berbicara, makan, tidur, bekerja dan lain-lain.
Kitab Suci mengajarkan bahwa, siapa pun agar dapat dibenarkan oleh Allah, semua aktifitas didalam orang tersebut harus di motivasi dan di kontrol oleh satu prinsip besar – iman.
Paulus mengaplikasikan prinsip ini bahkan pada perbuatan umum seperti makan, karena ia berkata: “Tetapi barangsiapa yang bimbang, kalau ia makan, ia telah dihukum, karena ia tidak melakukannya berdasarkan iman” (Roma 14:23).
Ini menunjukkan bahwa Allah hanya menerima hidup yang dibenarkan, bahkan perbuatan umum seperti makan makanan harus berdasarkan iman.
Mari kita, karenanya memikirkan sebentar: Apa artinya “makan dengan iman”? Apa yang diimplikasikan oleh ini?
Pertama, diimplikasikan bahwa Allah adalah Satu yang sudah menyediakan kita dengan makanan yang kita makan. Jadi, pemeliharaan makanan bergizi untuk tubuh kita adalah sebuah contoh dari prinsip yang dinyatakan dalam Yakobus 1:16-17. “Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah sesat! Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada- Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.”
Juga penggenapan janji yang terdapat dalam Filipi 4:19. “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.”
Kedua, karena kita mengakui bahwa Allah adalah Satu-satunya yang menyediakan makanan kita, maka sudah seharusnya kita berhenti sebentar sebelum makan untuk mengucap syukur kepada-Nya. Dengan cara ini, kita memenuhi perintah yang terdapat dalam Kolose 3:17. “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.”
Dengan cara ini, juga, kita mendapat jaminan berkat Allah atas makanan yang kita makan, agar kita menerima gizi dan faedah darinya. Paulus menjelaskan “Karena semua yang diciptakan Allah itu baik dan suatu pun tidak ada yang haram, diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh firman Allah dan oleh doa” (1 Timotius 4:4-5).
Jadi, melalui iman dan doa kita, makanan yang kita makan diberkati dan dikuduskan.
Ketiga, makan dengan beriman mengimplikasikan kita mengakui kesehatan dan kekuatan yang kita terima melalui makanan kita adalah milik Allah dan harus digunakan untuk melayani-Nya dan untuk kemuliaan-Nya. “Tetapi tubuh bukanlah untuk percabulan (bukan untuk perbuatan tidak bermoral, kenajisan, kebodohan atau merusak), melainkan untuk Tuhan, dan Tuhan untuk tubuh” (1 Korintus 6:13).
Karena tubuh kita dengan iman dan dengan hidup kudus diserahkan kepada Tuhan, tanggung jawab untuk memeliharanya dan menopangnya juga milik Tuhan, dan kita memiliki hak jawaban doa Paulus: “Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita” (1 Tesalonika 5:23).
Semua ini – dan masih banyak didalamnya – adalah implikasi dan kerja dari prinsip “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya,” seperti digunakan hanya untuk satu aspek sederhana hidup kita – makan. Dan ketika kita menganalisa apa yang di implikasikan dengan frasa “makan dengan iman,” kita dipaksa kepada kesimpulan bahwa mayoritas orang-orang, bahkan mereka yang hidup dalam Kekristenan, tidak “makan dengan iman.” Dalam pemeliharaan, menyediakan, dan makan makanan mereka sehari-hari, tidak ada pikiran apa pun yang di berikan kepada Allah.
Salomo memberi kita gambaran manusia kedagingan yang tidak memberi ruang buat Allah dalam hidupnya sehari-hari. “Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan” (Pengkhotbah 5:16).
Deskripsi ini masih berlaku hari ini seperti ketika Salomo menulisnya. Tidak makan dalam iman adalah makan dalam “kegelapan,” dan tiga akibat yang pada umumnya terjadi adalah “kesedihan…penderitaan dan kekesalan.”
Ada tindakan sederhana lain, lazim dan penting untuk kita semua, dimana prinsip iman bisa memiliki pengaruh yang menentukan: tidur. Dalam Mazmur 127:2 pemazmur berkata: “Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah – sebab Ia (Allah) memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.”
Dengan gelisah mengejar kekayaan dan kesenangan terus menerus, berjuta-juta orang hari ini kehilangan kemampuan menikmati makanan atau tidur. Siapa yang bisa menghitung obat pereda nyeri, pil pencernaan, dan pil obat tidur yang di konsumsi setiap hari dan sering dengan efek begitu kecil? Namun bagi anak-anak Allah yang percaya, bagi mereka yang hidupnya berdasarkan iman pada Allah, tidur diperoleh sebagai karunia kasih Allah, pemeliharaan belas kasih-Nya setiap hari, “sebab Ia (Allah) memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur.”
Seseorang berkata, “Uang bisa membeli obat, namun bukan kesehatan; tempat tidur, namun bukan tidur.” Bukan hanya sangat mahal, namun juga sangat mencederai tubuh kita menyingkirkan Allah dari hidup kita sehari-hari.
Pemazmur Daud seorang yang hidupnya melalui banyak kesulitan dan bahaya, namun di tengah itu semua imannya pada Allah menopang dia dan memberinya jaminan tidur nyenyak tanpa gangguan. Dengarkan kesaksian Daud sendiri apa yang doa dan iman bisa lakukan baginya.
“Dengan nyaring aku berseru kepada TUHAN, dan Ia menjawab aku dari gunung-Nya yang kudus. Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun, sebab TUHAN menopang aku” (Mazmur 3:5-6).
“Dengan tenteram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur, sebab hanya Engkaulah, ya TUHAN, yang membiarkan aku diam dengan aman” (Mazmur 4:9).
Jaminan berkat ketenangan, tidur tanpa gangguan setiap hari yang sama ini, masih ada bagi mereka yang berada dalam semua pemeliharaan dan kasih karunia Allah yang terdapat dalam frasa sederhana itu: “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”
Kita sudah berbicara mengenai tindakan-tindakan lazim sederhana seperti makan dan tidur dan yang iman perankan didalamnya. Tetapi masalah dunia modern kita lebih besar dan lebih kompleks daripada hal-hal sederhana seperti makan dan tidur. Solusi apa yang iman dapat berikan pada masalah nasional dan internasional kita hari ini?
Betul kita diperhadapkan dengan masalah sosial, ekonomi, politik yang besar dan rumit. Kita harus mengakui ini. Tetapi mari kita mengambil kebenaran satu langkah lebih jauh: tidak ada pikiran manusia dan tidak ada hikmat manusia yang bisa mengerti semua masalah ini seluruhnya, jauh lebih sedikit solusi yang ada untuk menyelesaikannya. Jika kita bergantung hanya pada hikmat manusia untuk solusi, maka tampaknya tidak ada harapan.
Tetapi iman selalu bersatu dengan kerendahan hati. Iman yang benar menyebabkan manusia mengakui keterbatasan- keterbatasannya sendiri. Iman yang benar membedakan antara hal-hal yang berada dalam bidang wewenang manusia dan hal- hal yang berada dalam bidang wewenang Allah.
Hubungan bagian manusia dan bagian Allah dalam kehidupan iman dinyatakan sebagai berikut: “Kita melakukan hal yang sederhana; Allah melakukan hal yang rumit. Kita melakukan hal yang kecil; Allah melakukan hal yang besar. Kita melakukan hal yang mungkin; Allah melakukan hal yang mustahil.”
Rencana sederhana Allah untuk kehidupan, “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya,” masih masuk akal hari ini.
Biarlah manusia melakukan bagiannya – biarlah manusia dengan iman dan ketaatan mencari tuntunan dan berkat Allah dalam tindakan sederhana kehidupan sehari-hari, dalam hubungan keluarga dan komunitas. Akan datang kelegaan dan kelepasan dari ketegangan, fisikal, mental, dan kerusakan moral kehidupan modern. Dan dalam wilayah-wilayah besar dunia modern diluar kontrol dan pemahaman manusia, Allah akan bertindak merespons iman manusia dan akan mengatasi urusan-urusan bangsa-bangsa dengan cara yang menakjubkan kita karena begitu efektif.
Prinsip sederhana ini, “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya,” yang sudah merubah arah sejarah manusia, hari ini masih mengandung kuasa untuk merevolusionerkan kehidupan dan takdir bangsa modern manapun yang mengaplikasikannya.
Ini masih jawaban Allah bagi masalah-masalah manusia, pemeliharaan Allah bagi kebutuhan-kebutuhan manusia: “Orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.”
Dari semua kemampuan dan kapasitas manusia, hanya ada satu dimana ia bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya hari ini – satu kemampuan manusia yang secara potensial lebih besar daripada semua keberhasilan ilmiah dan material – dan itu iman manusia kepada Allah.
Agar bisa memahami kemungkinan-kemungkinan terpendam iman manusia pada Allah, perlu melihat dua pernyataan yang disampaikan Tuhan Yesus Kristus selama pelayanan-Nya di bumi. “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Matius 19:26).
“Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya” (Markus 9:23).
Diletakkan berdampingan dua pernyataan ini: “bagi Allah segala sesuatu mungkin,” dan “tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.” Berarti melalui iman kemungkinan-kemungkinan Allah jadi milik kita. Iman adalah saluran dimana kemahakuasaan Allah tersedia bagi manusia. Batas apa yang iman bisa terima adalah batas apa yang hanya Allah Sendiri bisa lakukan.
Kita sudah membahas hingga kini mengenai iman sebagai pengalaman hati manusia yang merevolusionerkan perilaku manusia dan memberi prinsip yang mana mengarahkan seluruh arah kehidupan manusia. Namun, penting untuk ditambahkan bahwa iman bukan hanya sesuatu yang subjektif, sesuatu yang pribadi, dan personal dalam hati setiap orang percaya. Iman lebih dari itu.
Iman mendasari fakta-fakta objektif yang pasti. Apa fakta-fakta ini? Dimungkinkan memberi jawaban yang sangat luas untuk pertanyaan ini. Dilain pihak, dimungkinkan juga untuk membatasi jawaban kita didalam batas-batas yang cukup sempit.
Dalam arti luas, seluruh Alkitab adalah dasar iman. Setiap pernyataan-pernyataan dan setiap janji-janji dalam Alkitab adalah objek potensial dari iman. Seperti kita sudah katakan, iman datang melalui pendengaran Firman Allah, dan iman karenanya berdasarkan pada segala sesuatu yang terkandung dalam Firman Allah. Bagi orang Kristen percaya tidak ada didalam pernyataan-pernyataan dan janji-janji Allah diluar lingkup imannya. Ini jelas dinyatakan oleh Paulus. “Sebab Kristus adalah “ya” bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan “Amin” untuk memuliakan Allah” (2 Korintus 1:20).
Kita bisa letakkan berdampingan dengan ini Roma 8:32. “Ia yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?.”
Semua hal yang Allah miliki – semua berkat-berkat-Nya, semua janji-janji-Nya disediakan dengan bebas bagi setiap orang yang menerimanya dengan iman melalui penebusan kematian dan kebangkitan Kristus.
Ada kecenderungan hari ini mendasari interpretasi Kitab Suci pada sistim dispensasi begitu rupa bahwa hanya proporsi kecil berkat-berkat dan janji-janji Allah disediakan bagi orang-orang Kristen.
Menurut interpretasi sistim ini, banyak berkat-berkat dan janji- janji yang paling dipilih Allah terdegradasi pada periode-periode di masa lalu, seperti Perjanjian Musa atau gereja apostolik (para rasul Kristus) atau pada periode-periode di masa depan seperti milenium (zaman seribu tahun) atau dispensasi penggenapan waktu.
Namun, ini tidak cocok dengan pernyataan Paulus dalam 2 Korintus 1:20 yang kita akan perbesar seperti berikut: Semua janji Allah (bukan sebagian janji-janji Allah, tetapi semua janji- janji Allah) dalam Dia (Kristus) adalah (bukan di masa lalu dan masa depan, tetapi sekarang) “ya” dan oleh Dia kita mengatakan “Amin” (bukan hanya Ya, tetapi sepakat dua kali – Ya dan Amin), untuk memuliakan Allah melalui kita (bukan melalui berbagai kelompok tertentu, namun melalui kita yang menerima kata-kata ini hari ini).
Konteksnya jelas “kita” termasuk semua orang-orang Kristen yang percaya dengan benar. Dalam kehidupan orang Kristen percaya, tidak ada kebutuhan diluar lingkup janji-janji Allah. “Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus” (Filipi 4:19).
Untuk setiap kebutuhan yang timbul dalam kehidupan orang Kristen siapa saja, ada dalam Firman Allah janji-jani yang memenuhi keperluan itu dan yang bisa di klaim melalui iman dalam Kristus.
Kapanpun timbul kebutuhan dalam kehidupan seorang Kristen, karenanya, ada tiga langkah yang ia harus ambil.
Pertama, ia harus minta Roh Kudus mengarahkannya ke janji- janji khusus (dalam Kitab Suci) sesuai situasinya untuk memenuhi keperluannya. Kedua, ia harus dengan taat memenuhi syarat- syarat khusus dalam hidupnya yang terkait pada janji-janji itu.
Ketiga, ia harus secara positif berharap mengalami bekerjanya janji-janji itu.
Ini iman dalam tindakan, dan iman jenis ini “kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita” (1 Yohanes 5:4). Rahasia kenenangan ini terletak dalam mengetahui dan mengaplikasikan janji-janji Firman Allah.
Petrus menyatakan kebenaran sama dengan sangat kuat. “Karena kuasa ilahi-Nya telah menganugerahkan kepada kita segala sesuatu yang berguna untuk hidup saleh oleh pengenalan kita akan Dia, yang telah memanggil kita oleh kuasa-Nya yang mulia dan ajaib. Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada kita janji-janji yang berharga dan yang sangat besar,” (2 Petrus 1:3-4).
Disini pesan Petrus sepakat dengan Paulus. Dia mengatakan pada kita bahwa Allah sudah menyediakan kita dengan semua yang kita perlukan untuk hidup dan untuk hidup saleh dan pemeliharaan ini disediakan melalui Kristus dengan mengklaim janji-janji Allah.
Dalam Perjanjian Lama, dibawah Yosua, Allah membawa umat- Nya kedalam tanah perjanjian. Dalam Perjanjian Baru, dibawah Yesus, Allah membawa umat-Nya kedalam tanah janji-janji.
Paralel ini dibuat lebih tepat dengan fakta bahwa Yosua dan Yesus adalah dua nama yang sama dengan bentuk berbeda.
Dalam Perjanjian Lama Allah menunjukkan Yosua prinsip iman aktif, personal untuk mengambil untuk diri sendiri. “Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu” (Yosua 1:3).
Dalam Perjanjian Baru prinsip ini tetap sama. Allah berkata, “Setiap janji yang kita ambil untuk diri kita sendiri, Dia sudah berikan pada kita.”
Namun, ada satu peringatan: sebagian besar janji-janji Allah, dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru bersyarat. Ada syarat- syarat yang harus dipenuhi sebelum janji-janji tersebut bisa di klaim. Sebagai contoh: “Serahkanlah hidupmu kepada TUHAN dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak” (Mazmur 37:5).
Janji disini adalah “Ia akan bertindak” dan “mengerjakan jalan orang yang percaya.” Dua kondisi yang dinyatakan pertama: “serahkanlah hidupmu” dan “percayalah kepada-Nya.” Kata serahkanlah menunjukkan tindakan pasti; kata percaya menunjukkan sikap terus menerus.
Jadi, syarat-syarat yang terkait dengan janji-janji Allah bisa di interpretasikan sebagai sikap percaya secara terus menerus. Ketika dua syarat ini sudah dipenuhi, seorang percaya baru bisa mengklaim janji-janji berikutnya, “Ia akan bertindak,” dalam cara apapun yang sesuai dengan situasi atau masalah khusus dirinya.
Jenis iman aktif, mengambil untuk diri kita, kunci menuju hidup Kristen berkemenangan. Berdasarkan pada janji-janji Firman Allah, dengan mengikuti tiga langkah: pertama, menemukan janji yang tepat; kedua, memenuhi semua syarat yang dituntut; ketiga, mengklaim penggenapan janji.
Berdasarkan syarat-syarat ini, lingkup iman Kristen menjadi sebesar janji-janji Allah.
Oleh Loka Manya Prawiro.