Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Keseimbangan




2 korintus 8 :13-15

Tidak dapat dipungkiri, masalah memberi ini pada akhirnya memang adalah masalah sikap. Attitude. Bahkan menyangkut tipe kepribadian seseorang. Ada tipe orang yang bangga, bahagia, lega kalau bisa memberi banyak! Sebaliknya, ada orang yang justru bangga, bahagia, merasa berhasil, kalau bisa memberi sesedikit mungkin. “Wah, untung betul lho, saya akhirnya berhasil hanya bayar dikit sekali!”DA seorang yang mengeluh karena setiap hari menerima puluhan surat permintaan sumbangan. Ketika dia mengeluh, temannya memberi komentar: “Saya sich bukan tidak memakhlumi mengapa kamu menggerutu. Dari satu sudut apa yang kamu alami itu memang menjengkelkan. Tetapi kalau kamu melihat dari sudut yang lainnya, kamu tentu malah bersyukur! Sebab, cobalah kamu pikir, mana yang harus lebih bersyukur: orang yang dimintai sumbangan, atau orang yang terpaksa minta sumbangan? Siapa yang lebih beruntung? Siapa yang mestinya bersyukur? Orang yang punya banyak, karena itu ia dimintai sumbangan? Atau orang yang kekurangan, karena itu terpaksa meminta sumbangan?

Sikap yang berbeda-beda muncul karena pemahaman yang berbeda-beda pula mengenai apa “memberi” itu. Kalau memberi itu dianggap ‘ongkos’ atau ‘biaya,’ maka ia memang harus ditekan menjadi sekecil-kecilnya. Tetapi kalau memberi dipahami sebagai ‘investasi,’ maka hanya kalau kita rela menginvestasikan besar, kita akan dapat menghasilkan besar pula.

Sekarang, memberi kepada Tuhan, apakah ‘ongkos’ (alias uang hilang), atau ‘investasi’ (dalam arti uang bakal kembali plus dengan keuntungannya?) Menurut kita yang mana? Jawaban Firman Tuhan jelas dan tegas: tidak kedua-duanya!

Mengapa? Karena Tuhan itu bukan partner atau mitra bisnis kita. Dengan demikian tidak boleh kita perlakukan begitu. Jangan kita menjalin hubungan dengan Tuhan, seolah-olah seperti melakukan transaksi bisnis. Memang kalau ada dua orang dagang melakukan transaksi bisnis, kedua-duanya mengharapkan keuntungan. Kalau kita dengan Tuhan, apa yang Tuhan harapkan dari kita sebagai keuntungan? Tidak ada, Ia Maha Kaya! Ia tidak perlu apapun dari siapapun!

Jadi, mengapa kita memberi?Pertama: Alasan yang sah adalah 2 Kor 8:9.”Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.”  Bayangkan kalau itu dilakukan oleh seseorang kaya bagi kita. Ia yang kaya rela menjadi miskin, supaya oleh karena kemiskinannya itu kita jadi kaya. Tidak mungkin, bukan? Oleh Alkitab kita diberitahu, bahwa yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia, justru sudah dilakukan oleh Tuhan kita Yesus Kristus! Ia maha kaya rela menjadi maha miskin karena kita.

Apa reaksi kita? Haleluya! Baik, tetapi mestinya belum cukup hanya Haleluya. Kita mesti bersyukur! Berterima kasih! Mari kita nyatakan syukur kita itu dengan sejelas-jelasnya dan sebaik-baiknya! Jangan hanya ingat kalau ada orang yang menyakiti kita! Jangan hanya ingat kalau ada orang yang berhutang kepada kita! Yang harus kita ingat sebenarnya justru kalau ada orang yang berbuat baik pada kita! Kalau kita punya hutang pada orang lain ya bayarlah! Jangan dikemplang!

Jadi, mengapa kita memberi kepada Tuhan?  Karena sebagai ungkapan terima kasih. Rasa syukur yang tulus dan iklas. Karena Tuhan tak pernah kekurangan apapun. Tuhan tidak butuh pertolongan kita. Karena Allah justru sudah memberi semuanya pada kita, maka pemberian kita kepadaNya sebenarnya hanya ungkapan terima kasih, sehingga besar dan bentuknya itu juga sangat ditentukan oleh hati kita. Tidak ada persembahan yang terlalu besar, tetapi juga tidak ada persembahan yang terlalu kecil. Besar atau kecil Tuhan tidak silau dan atau menampik (2 Kor 8:12).  Jika pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu bukan mengada-ada. Itu yang dikehendaki oleh Tuhan.

Kedua, alasannya disamping rasa syukur, memberi adalah karena itulah yang seharusnya! Apa maksudnya? Yaitu dalam hidup ini: kita menerima dan memberi. Take and Give! Tidak ada seorangpun dari kita yang mampu hidup tanpa tergantung dari pemberian atau pekerjaan orang lain.  

Karena kita hidup dari pemberian dan pekerjaan orang lain, maka sungguh amat wajarlah kalau kita hidup dengan memberi dan bekerja bagi orang lain juga. Dan itu juga yang diamanatkan oleh ayat-ayat dalam 2 Kor 8:13-14.

Ayat 13: “Sebab kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan, tetapi supaya ada keseimbangan.”  Untuk mencapai keseimbangan ini, tidak berarti yang kaya lalu diperas habis-habisan supaya yang miskin enak-enakan. Tidak! Tidak boleh ada yang hanya memberi, sedang yang lain hanya menerima. Untuk keseimbangan ini, semua harus memberi untuk semua! Yang kaya memberi banyak, yang miskin memberi sedikit. Tentu! Tetapi semua memberi. Semua harus memberi. Dan semua bisa memberi.

Karena itu sebenarnya ‘persepuluhan’ itu amat adil. Sebab  yang punya 10 juta kewajibannya 1 (satu) juta. Yang hanya punya 10.000 kewajibannya hanya 1.000. Jangan berat hati dalam memberi, lalu tawar menawar dengan Tuhan.

Ayat 14: “Maka hendaklah sekarang ini kelebihan kamu mencukupkan kekurangan mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu, supaya ada keseimbangan.”  Ini amat indah dan amat penting untuk kita hayati dalam kehidupan kita berjemaat dan bermasyarakat. Semua harus memberi untuk semua dan semua harus menerima dari semua.

Artinya, semua bisa memberi dan semua bisa menerima. Orang itu saling membutuhkan. Orang miskin membutuhkan orang kaya itu jelas. Tetapi orang kaya juga butuh orang miskin. Secara hakiki, orang itu bisa kaya karena mengambil dari orang miskin. Tuhan itu memberi semua orang sama.  

Oleh sebab itu, perbedaan boleh dan sah-sah saja. Yang tidak boleh adalah kesenjangan dan ketidakadilan serta ketidakpedulian. Mari kita mulai peduli dengan sesama, dengan gereja dan dengan Tuhan. Barangkali masih banyak orang yang butuh uluran tangan kita, masih banyak kebutuhan gereja yang mengharap keterlibatan kita dalam hal memberi persembahan. Kalau ada yang belum mulai kini adalah saat yang tepat untuk memulai. Bagi yang sudah berkomitmen dan memberi dapat terus ditingkatkan kepeduliannya  untuk yang lain. Amin.

Oleh Pdt. Y. Sugondo, M.Th.