Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Kebebasan Terkendali




eBahana.com – Kita akan melanjutkan dari kehidupan individual orang percaya kepada kehidupan umum dan penyembahan jemaat Kristen secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang kita coba jawab adalah sebagai berikut:

Pertama, apa perbedaan yang dihasilkan baptisan dalam Roh Kudus dalam kehidupan dan pengalaman jemaat secara keseluruhan?

Kedua, apa ciri-ciri utama yang membedakan jemaat dimana semua atau sebagian besar anggotanya sudah menerima baptisan dalam Roh Kudus dan melakukan kuasa yang diterima?

Ketiga, bagaimana jemaat itu dibedakan dari jemaat lain dimana tidak ada anggotanya yang sudah menerima pengalaman ini?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita akan mempelajari dua cara dimana jemaat orang-orang yang dibaptis Roh dibedakan dari jemaat yang anggota-anggotanya belum menerima baptisan dalam Roh Kudus.

Pertama, kemerdekaan dan pemerintah. Kedua, partisipasi total jemaat. “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan” (2 Korintus 3:17).

Paulus menunjukkan dua fakta hadirat dan pengaruh Roh Kudus dalam jemaat. Pertama Roh Kudus adalah Tuhan. Dalam Perjanjian Baru kata Tuhan sesuai -dengan penggunaan dan artinya dalam Perjanjian Lama dengan nama Jehovah. Dalam penggunaan ini nama atau gelar untuk satu Allah sejati, tidak pernah diberikan kepada makhluk lebih rendah manapun.

Gelar ini milik dan hak setiap dari tiga Pribadi Trinitas. Allah Bapa adalah Tuhan, Allah Anak adalah Tuhan, dan Allah Roh Kudus adalah Tuhan. Ketika Paulus berkata, “Tuhan adalah Roh,” ia menekankan kedaulatan tertinggi Roh Kudus dalam gereja.

Fakta kedua yang ditunjukkan Paulus dimana ketuhanan Roh Kudus dalam gereja diakui, hasilnya dalam jemaat adalah “kemerdekaan” atau “kelepasan.” Orang mengungkapkan signifikansi sejati bagian kedua dari ayat ini dengan sedikit perubahan. Sebagai ganti mengatakan, “Dimana Roh Tuhan, ada kemerdekaan,” kita bisa mengatakan alternatifnya, “Dimana Roh adalah Tuhan, ada kemerdekaan.” Ukuran kemerdekaan sejati dialami jemaat sesuai dengan ukuran anggota-anggotanya mengakui dan berserah pada ketuhanan Roh Kudus.

Kita bisa simpulkan ciri utama membedakan jemaat yang dibaptis Roh dengan meletakkan dua kata berdampingan. Dua kata ini adalah “kemerdekaan” dan “pemerintah.”

Sekilas tampak tidak konsisten menaruh dua kata ini berdampingan. Orang cenderung menolak, “Jika kita memiliki kemerdekaan, kita tidak berada dibawah pemerintah. Dan jika kita dibawah pemerintah, kita tidak memiliki kemerdekaan.” Orang-orang sering merasa kemerdekaan dan pemerintah berlawanan satu sama lain.

Sebagai contoh: dalam beberapa jemaat, ketika seorang anggota diminta memimpin doa dan mengajukan permohonan-permohonan doa kepada Allah, ada orang-orang lain yang berdoa dengan bahasa lidah begitu keras sehingga mustahil bagi jemaat lainnya untuk mendengar apa yang dikatakan pemimpin doa. Maksudnya mustahil bagi jemaat untuk mengatakan “Amin” dengan pengertian atau iman pada doa yang mereka tidak bisa dengar. Dalam hal ini, melalui penyalahgunaan bahasa lidah, seluruh jemaat kehilangan berkat dan keefektifan petisi dan permohonan untuk orang lain.

Atau lagi, pengkotbah sedang mempresentasikan pesan Kitab Suci untuk menunjukkan kepada mereka yang belum diselamatkan perlunya jalan keselamatan. Sementara pengkotbah mendekati klimaks dari pesannya, seseorang dalam jemaat meledak keras dengan ucapan bahasa lidah pada waktu yang salah. Akibatnya, mengacaukan perhatian seluruh jemaat pada pesan keselamatan. Orang-orang belum percaya yang hadir kesal atau takut oleh apa yang tampaknya ledakan emosional. Kekuatan pesan keselamatan yang dipersiapkan dengan hati-hati hilang.

Jika orang tersebut ditegur, sering ia memberi jawaban: “Saya tidak bisa berbuat apa-apa! Roh Kudus yang membuat saya melakukannya. Saya harus mentaati Roh Kudus.” Namun, jawaban ini tidak bisa diterima karena bertolak belakang dengan pengajaran Kitab Suci. “Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama ” (1 Korintus 12:7).

Kita bisa mengatakan: “manifestasi Roh selalu diberikan untuk tujuan berguna, praktikal, bijaksana.”

Jadi jika manifestasi diarahkan untuk memenuhi tujuan yang diberikan, akan selalu harmonis dengan rencana dan tujuan ibadah semua dan akan memberi kontribusi positif untuk mencapai tujuan itu. Tidak akan sia-sia atau mengacaukan atau tidak pada tempatnya.

“Karunia nabi takluk kepada nabi-nabi. Sebab Allah tidak menghendaki kekacauan, tetapi damai sejahtera” (1 Korintus 14:32-33).

Dengan kata lain, bukti spiritual apapun yang diarahkan dan dikendalikan oleh Allah akan menghasilkan kedamaian dan harmoni, bukan kebingungan dan kekacauan.

Siapa saja bertanggungjawab atas bukti yang mengarah kepada kebingungan atau kekacauan tidak bisa berdalih, “Saya tidak bisa berbuat apa-apa! Roh Kudus yang membuat saya melakukannya.” Paulus menyingkirkan pembelaan ini dengan mengatakan, “Roh-roh nabi-nabi tunduk pada nabi-nabi.” Dengan kata lain, Roh Kudus tidak pernah menolak keinginan individual orang percaya dan memaksanya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya sendiri.

Bahkan ketika seorang percaya melakukan karunia spiritual, rohnya dan kehendaknya masih tetap dibawah kendalinya. Ia bebas melakukan karunia itu atau tidak melakukannya. Tanggung jawab untuk melakukannya ada padanya. Seperti kita sudah katakan sebelumnya dalam pembelajaran ini, Roh Kudus tidak pernah memainkan peran sebagai diktator dalam kehidupan seorang percaya.

Ini satu dari ciri-ciri utama yang membedakan manifestasi asli Roh Kudus dari fenomena spiritisme atau kerasukan setan. Dalam banyak fase spiritisme atau kerasukan setan orang yang memainkan peran sebagai Medium atau spiritualis diharuskan menyerahkan seluruh kendali atas seluruh kehendak dan kepribadiannya kepada roh yang ingin memilikinya atau bekerja melaluinya. Sangat sering orang tersebut diharuskan mengatakan atau melakukan hal-hal yang kehendak bebasnya sendiri tidak akan pernah setuju mengatakan dan melakukannya.

Dalam beberapa fase spiritisme orang yang berada dibawah kendali roh kehilangan semua pengertian atau kesadaran apa yang ia katakan atau lakukan. Pada akhir pengalaman itu, orang yang dirasuk bisa kembali pada dirinya lagi, tanpa mengerti atau ingat apa-apa yang terjadi. Dengan cara ini, kehendak dan pengertian orang yang dirasuk setan diambilalih.

Allah Roh Kudus tidak pernah bertindak dengan cara ini terhadap orang percaya sejati dalam Kristus. Diantara yang paling berharga dari semua anugerah yang Allah berikan pada manusia adalah kehendak dan kepribadian. Sebagai akibatnya, Allah tidak pernah merebut kehendak atau kepribadian orang percaya. Ia akan bekerja melalui mereka jika Ia diijinkan melakukannya, namun Ia tidak akan pernah mengambilalih mereka. Satan menjadikan budak-budak: Allah menjadikan anak-anak.

Kita melihat, maka, betapa salah dan tidak alkitabiah bagi orang-orang percaya yang dibaptis Roh mengatakan mengenai manifestasi spiritual: “Saya tidak dapat berbuat apa-apa! Roh Kudus yang menyuruh saya melakukannya.” Mengatakan ini sama dengan merepresentasi Roh Allah yang mendiaminya sebagai penganiaya dan orang percaya sebagai budak dalam belenggu. Orang-orang percaya yang berbicara seperti ini belum mengerti privilese atau hak istimewa dan tanggung jawab mereka sebagai anak-anak Allah. “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!”

Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah” (Roma 8:15-16).

Maka kita melihat satu prinsip penting yang tetap berlaku dalam semua urusan manusia apakah politik atau spiritual: kemerdekaan sejati mustahil tanpa pemerintah yang baik. Kemerdekaan yang ingin menyingkirkan pemerintah atau semua kendali hanya berakhir dengan anarki dan kebingungan. Hasil finalnya bentuk baru perbudakan, jauh lebih kejam daripada bentuk pemerintah sebelumnya yang disingkirkan.

Kita melihat ini terjadi dari waktu ke waktu dalam sejarah politik umat manusia, dan prinsip yang sama berlaku juga dalam kehidupan spiritual gereja Kristen. Kemerdekaan spiritual sejati dimungkinkan hanya dimana ada pemerintah spiritual. Pemerintah yang Allah tunjuk bagi gereja adalah Roh Kudus.

Kita kembali pada pernyataan Paulus dalam 2 Korintus 3:17: “Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.”

Jika kita ingin menikmati kemerdekaan Roh, kita harus pertama secara suka rela mengakui ketuhanan Roh. Dua kerja Roh Kudus ini tidak pernah bisa dipisahkan satu sama lain.

Kita harus juga camkan dipikiran fakta penting lainnya mengenai Roh Kudus yang kita sudah bangun sebelumnya dalam pembelajaran ini. Roh Kudus adalah penulis dan penterjemah Kitab Suci. Ini artinya Roh Kudus tidak akan pernah mengarahkan seorang percaya mengatakan atau melakukan apapun yang bertentangan dengan Kitab Suci. Jika Roh Kudus melakukan ini, Ia tidak logikal dan tidak konsisten dengan diri-Nya, dan kita tahu ini mustahil. “Demi Allah yang setia, janji kami kepada kamu bukanlah serentak “ya” dan “tidak”.

Karena Yesus Kristus, Anak Allah, yang telah kami beritakan ditengah-tengah kamu, yaitu olehku dan oleh Silwanus dan Timotius, bukanlah “ya” dan “tidak”, tetapi sebaliknya di dalam Dia hanya ada “ya” (2 Korintus 1:18-19).

Paulus berkata Allah tidak pernah tidak konsisten dengan diri-Nya. Mengenai doktrin atau praktik, Allah tidak pernah berkata iya pada satu waktu dan tidak pada waktu lain. Ia tidak pernah berubah menjadi tidak kemudian. Ia tidak pernah bisa berubah atau tidak konsisten dengan diri-Nya.

Ini berlaku pada hubungan antara pengajaran Kitab Suci disatu pihak dan ucapan-ucapan dan manifestasi-manifestasi Roh Kudus dilain pihak. Roh Kudus, diri-Nya penulis Kitab Suci, selalu sepakat dengan Kitab Suci. Tidak pernah ada kemungkinan iya atau tidak.
Dimanapun Alkitab berkata tidak, Roh Kudus berkata tidak. Tidak ada ucapan atau manifestasi yang diinspirasi dan dikendalikan oleh Roh Kudus akan pernah berlawanan dengan pengajaran dan contoh Kitab Suci.

Namun, seperti kita sudah tekankan, Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya bukan diktator. Ia tidak memaksa orang percaya untuk bertindak selalu dengan cara alkitabiah. Roh Kudus melayani sebagai penterjemah dan penasihat. Ia menterjemahkan Kitab Suci; Ia menawarkan pengarahan dan nasihat. Namun orang percaya masih tetap bebas menerima atau menolak nasihat Roh Kudus -untuk mentaati atau untuk tidak mentaati.

Tanggung jawab besar diletakan diatas setiap orang percaya yang dibaptis Roh. Setiap orang percaya bertanggung jawab mengetahui dirinya secara pribadi dengan pikiran Roh Kudus sesuai yang diwahyukan dalam Kitab Suci dan mengarahkan tingkah lakunya sehubungan dengan melakukan karunia-karunia spiritual atau manifestasi-manifestasi agar mengharmonisasinya dengan prinsip-prinsip dan contoh-contoh Kitab Suci.

Jika karena kemalasan, sikap acuh tak acuh, atau ketidaktaatan orang yang dibaptis Roh gagal melakukan ini dan, akibatnya, melakukan karunia-karunia spiritual atau manifestasi-manifestasi dengan cara tidak alkitabiah, tanggung jawab untuk ini ada pada orang percaya sendiri, bukan pada Roh Kudus.

Sehubungan dengan ini, tanggung jawab khusus ada atas setiap pelayan yang dipanggil oleh Allah untuk memimpin penyembahan dan pelayanan jemaat yang dibaptis Roh. Bukan hanya orang tersebut harus mengarahkan pelayanan spiritualnya sendiri sejalan dengan pengajaran Kitab Suci, namun ia harus juga membiarkan dirinya menjadi, dalam tangan Allah instrumen untuk mengarahkan penyembahan dan pelayanan seluruh jemaat sesuai dengan prinsip-prinsip alkitabiah yang sama.

Untuk melakukan ini dengan sukses membutuhkan kualifikasi tingkat tinggi:

pertama, pengetahuan praktikal menyeluruh Kitab Suci, dan hikmat, otoritas, dan keberanian. Dimana kualifikasi ini tidak ada dalam kepemimpinan, jemaat yang ingin melakukan karunia-karunia dan manifestasi-manifestasi spiritual seperti kapal di laut di tengah badai angin dan karang-karang berbahaya dengan kapten yang tidak terlatih dan tidak berpengalaman memimpin. Tidak heran jika akhirnya kandas.

Ada dua hal yang menghalangi penerimaan kesaksian seluruh injil. Pertama adalah kegagalan melakukan kendali yang benar atas manifestasi karunia-karunia spiritual di muka umum, khususnya karunia bahasa-bahasa lidah; kedua adalah perselisihan dan perpecahan diantara orang-orang percaya yang dibaptis Roh.
Keduanya bisa anggota-anggota dari jemaat yang sama atau antara satu jemaat dan jemaat lain. Asal usul kesalahannya satu: kegagalan untuk mengakui ketuhanan Roh Kudus.

Kita dalam posisi menawarkan definisi kemerdekaan spiritual sejati. Kemerdekaan spiritual adalah mengakui ketuhanan Roh Kudus dalam gereja. Dimana Roh adalah Tuhan, disitu ada kemerdekaan.

Begitu banyak orang percaya yang dibaptis Roh memiliki konsep kemerdekaan mereka sendiri. Beberapa membayangkan kemerdekaan dengan cara berteriak. Jika mereka bisa berteriak keras dan cukup lama, mereka berpikir, dengan kerja keras sendiri mereka akan mendapatkan kemerdekaan. Namun Roh Kudus tidak pernah bekerja keras; Ia turun atau mengalir dari dalam hati. Dalam kasus apa saja manifestasi-manifestasi-Nya bebas dan spontan, tidak pernah dengan susah payah dan melelahkan.

Orang-orang percaya yang dibaptis Roh lainnya meletakan semua penekanan mereka pada ekspresi atau manifestasi, seperti bernyanyi atau bertepuk tangan atau menari. Dalam banyak kasus alasan untuk ini adalah Allah pernah sekali memberkati mereka dengan cara itu dan mereka lalu percaya bahwa berkat Allah akan selalu datang dengan cara yang sama ini dan tidak pernah dengan cara lain. Allah memberkati mereka sekali ketika mereka berteriak, maka mereka selalu ingin berteriak. Atau Allah memberkati mereka sekali ketika mereka menari, maka mereka selalu ingin menari.

Mereka menjadi begitu terbatas dalam pandangan mereka dan konsep Roh Kudus sehingga mereka tidak pernah bisa memahami Allah memberkati dengan cara lain. Cukup sering mereka bahkan memandang rendah orang-orang percaya lain yang tidak bergabung dengan mereka dalam berteriak atau menari atau bertepuk tangan. Mereka mengatakan orang-orang percaya lain ini tidak benar-benar “bebas dalam Roh.”

Mari kita berhati-hati menambah apa yang tidak perlu dan tidak alkitabiah dalam berteriak atau menari atau bertepuk tangan.
Alkitab memberi contoh-contoh jelas semua hal dalam penyembahan umat Allah. Namun sudah pasti tidak alkitabiah mengatakan bentuk-bentuk ekspresi ini sebagai kemerdekaan spiritual sejati.

Seseorang yang percaya ia harus selalu menyembah Allah dengan berteriak atau menari atau bertepuk tangan tidak lagi menikmati kemerdekaan spiritual sejati; sebaliknya ia sudah berada dibawah belenggu agamawi yang dibuat sendiri. Orang seperti itu berada dalam belenggu seperti Kristen agamawi dipihak yang berlawanan yang tidak tahu cara lain untuk menyembah Allah selain dengan kata-kata dan bentuk-bentuk liturgi yang dicetak.

Kunci indah kepada kemerdekaan spiritual sejati ditemukan dalam kata-kata Salomo. “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.

Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam; ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun; ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; ada waktu untuk membuang batu; ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk; ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang; ada waktu untuk merobek,

ada waktu untuk menjahit; ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara; ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai” (Pengkhotbah 3:1-8).

Salomo disini menyebut dua puluh delapan bentuk aktivitas, disatukan dalam empat belas pasang yang berlawanan. Dalam setiap pasang yang berlawanan benar pada satu waktu melakukan yang satu dan pada waktu yang lain melakukan lainnya. Kita tidak pernah bisa mengatakan selalu benar melakukan yang satu atau selalu salah melakukan yang lainnya. Apakah setiap itu benar atau salah ditentukan oleh waktu atau musim.

Banyak dari pasangan yang berlawanan ini berhubungan dengan kehidupan dan penyembahan jemaat, seperti menanam atau mencabut; membunuh atau menyembuhkan; merombak atau membangun; menangis atau tertawa; kesedihan atau menari; berkumpul atau berpisah; berdiam diri atau berbicara.

Tidak ada dari ini secara absolut benar atau secara absolut salah. Benar jika dilakukan pada waktu yang tepat dan salah jika dilakukan pada waktu yang salah.

Lalu bagaimana kita tahu harus apa, atau kapan? Jawabannya ini adalah peran berdaulat Roh Kudus sebagai Tuhan dalam gereja. Ia mengungkapkan dan mengarahkan apa yang harus dilakukan, dan kapan. Jemaat yang diarahkan oleh Roh Kudus akan melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat. Ini sumber semua kemerdekaan sejati, harmoni dan persatuan. Selain ini, hanya ada belenggu, perselisihan dan perpecahan.

Kita perlu membahas satu ciri lebih jauh yang menandai kehidupan dan penyembahan jemaat dimana anggota-anggotanya sudah dibaptis dalam Roh Kudus dan memiliki kemerdekaan untuk melakukan kuasa ini.

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply