Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Impartasi Berkat, Otoritas dan Kesembuhan




eBahana.com – Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa doktrin-doktrin tertentu lebih penting daripada yang lain dan karenanya, harus dipelajari lebih dulu. Alkitab memberi daftar enam dasar, atau doktrin fondasional. “Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal” (Ibrani 6:1-2).

Enam fondasi doktrin Kristus dalam daftar diatas adalah: pertama, pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia; kedua, kepercayaan (iman) kepada Allah; ketiga, (doktrin) pelbagai pembaptisan; keempat, penumpangan tangan; kelima, kebangkitan orang-orang mati; keenam, hukuman kekal.

Kita sekarang meneruskan dengan doktrin “penumpangan tangan”; urutan keempat dari enam fondasi doktrin Kekristenan.

Jika diserahkan kepada pengertian manusia untuk menentukan enam dasar doktrin iman Kristen, kemungkinan “penumpangan tangan” tidak akan pernah menjadi bagian doktrin fondasional. Meski demikian tafsir Kitab Suci sendiri meletakkan doktrin ini diantara fondasi besar doktrin-doktrin Kekristenan.

Apa yang kita mengerti dengan frasa, “penumpangan tangan”? “Penumpangan tangan” adalah tindakkan dimana seseorang meletakkan tangannya di atas orang lain dengan tujuan spiritual. Biasanya tindakkan ini disertai dengan doa atau dengan ucapan nubuatan, atau keduanya.

Diluar lingkungan agama, tindakkan penumpangan tangan bukan sesuatu yang asing dalam perilaku manusia normal. Sebagai contoh, di beberapa bagian dunia, ketika dua orang teman bertemu, normal bagi mereka meletakkan tangan diatas pundak masing-masing.
Tindakkan ini merupakan pengakuan pertemanan dan kegembiraan bertemu satu sama lain. Atau lagi, ketika seorang anak mengeluh sakit kepala atau demam, alamiah – hampir secara insting – bagi ibunya meletakkan tangannya pada dahi anaknya untuk menenangkan atau membelainya.

Di dalam lingkungan agama, praktik penumpangan tangan bisa diartikan sebagai perpanjangan atau adaptasi dasar perilaku alamiah manusia. Sebagai tindakkan agamawi, penumpangan tangan biasanya mengsignifikasi satu dari tiga kemungkinan.

Pertama, orang yang meletakkan tangan menyalurkan berkat atau otoritas spiritual kepada orang yang ke atasnya tangan diletakkan. Kedua, orang yang meletakkan tangan mengakui di depan umum berkat dan otoritas spiritual yang diterima dari Allah oleh orang yang keatasnya tangan diletakkan. Ketiga, orang yang meletakkan tangan didepan umum membuat komitment dengan Allah untuk tugas atau pelayanan khusus bagi orang yang ke atasnya tangan diletakkan.

Kadang-kadang, tiga tujuan ini bisa dilakukan sekaligus dalam satu tindakkan penumpangan tangan.

Praktik penumpangan tangan ada dalam catatan awal umat Allah. Sebagai contoh, perhatikan bagaimana Yusuf membawa dua anaknya Efraim dan Manasye kepada bapanya, Yakub, dan bagaimana Yakub memberkati mereka. “Tetapi Israel mengulurkan tangan kanannya dan meletakkannya di atas kepala Efraim, walaupun ia yang bungsu, dan tangan kirinya di atas kepala Manasye – jadi tangannya menyilang, walaupun Manasye yang sulung” (Kejadian 48:14).

Pertamanya, Yusuf berpikir bapanya membuat kesalahan, dan ia mencoba merubah letak tangan bapanya dengan meletakkan tangan kanannya ke atas kepala Manasye, anak pertama, dan tangan kirinya ke atas kepala Efraim, yang lebih muda. Meski demikian, Yakub sadar akan pimpinan ilahi dengan meletakkan tangan kanannya ke atas Efraim dan tangan kirinya ke atas Manasye. Dengan kedua tangannya masih dalam posisi menyilang, ia meneruskan memberkati kedua anak itu, pertama memberi berkat lebih besar kepada Efraim dan lebih sedikit kepada Manasye.

Nas ini menunjukkan praktik lazim pemberkatan Yakub disalurkan kepada dua cucunya dengan menumpangkan tangan ke atas kepala mereka, dan berkat lebih besar disalurkan melalui tangan kanan Yakub dan lebih sedikit melalui tangan kirinya.

Ketika Musa sampai pada akhir pelayanannya di bumi, ia minta kepada Tuhan untuk menunjuk seorang pemimpin baru bagi Israel yang siap mengambil alih jabatannya. “Lalu TUHAN berfirman kepada Musa: “Ambillah Yosua bin Nun, seorang yang penuh roh, letakkanlah tanganmu atasnya, suruhlah ia berdiri di depan imam Eleazar dan di depan segenap umat, lalu berikanlah kepadanya perintahmu di depan mata mereka itu dan berilah dia sebagian dari kewibawaanmu, supaya segenap umat Israel mendengarkan dia” (Bilangan 27:18-20).

Musa menjalankan perintah Tuhan: “Maka Musa melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya. Ia memanggil Yosua dan menyuruh dia berdiri di depan segenap umat itu, lalu ia meletakkan tangannya atas Yosua dan memberikan kepadanya perintahnya, seperti yang difirmankan TUHAN dengan perantaraan Musa” (Bilangan 27:22-23).

Tindakkan Musa menghasilkan hasil dasyat dalam Yosua. “Dan Yosua bin Nun penuh dengan roh kebijaksanaan, sebab Musa telah meletakkan tangannya ke atasnya. Sebab itu orang Israel mendengarkan dia dan melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa” (Ulangan 34:9).

Dari nas-nas ini kita melihat tindakkan Musa menumpangkan tangannya ke atas Yosua memiliki signifikansi besar bagi Yosua secara pribadi dan bagi seluruh jemaah Israel secara kolektif.
Melalui tindakkan pentahbisan ilahi ini, Musa mencapai dua tujuan utamanya: pertama, ia menyalurkan kepada Yosua hikmat spiritual dan kehormatan yang ia sendiri terima dari Allah; kedua, ia secara umum mengakui dihadapan seluruh jemaah Israel penunjukkan Allah atas Yosua sebagai pemimpin yang akan menggantikannya.

Tindakkan signifikan lain penumpangan tangan terjadi ketika Yoas, Raja Israel memberi penghormatan terakhir kepada nabi Elisa, yang berbaring di atas tempat tidur kematiannya. Pembicaraan berikut terjadi antara Yoas dan Elisa. “Berkatalah Elisa kepadanya: “Ambillah busur dan anak-anak panah!” Lalu diambillah busur dan anak-anak panah.

Berkatalah ia kepada raja Israel: “Tariklah busurmu!” Lalu ia menarik busurnya, tetapi Elisa menaruh tangannya di atas tangan raja, serta berkata: “Bukalah jendela yang di sebelah timur!” Dan ketika dibukanya, berkatalah Elisa: “Panahlah!” Lalu dipanahnya.
Kemudian berkatalah Elisa: “Itulah anak panah kemenangan dari pada TUHAN, anak panah kemenangan terhadap Aram. Engkau akan mengalahkan Aram di Afek sampai habis lenyap” (2 Raja-Raja 13:15- 17).

Memanah anak panah ke arah timur melalui jendela simbol kemenangan yang Yoas akan peroleh atas orang-orang Syria. Dengan tindakkan ini, karenanya, Elisa mengkakui penunjukkan Allah atas Yoas sebagai pemimpin yang akan membawa kebebasan bagi Israel.

Penunjukkan ilahi atas Yoas ini efektif melalui penumpangan tangan Elisa ke atas Yoas seperti ia memegang busur dan memanah anak panahnya, adalah simbol kemenangan dan kebebasan. Melalui penumpangan tangan Elisa, ia menyalurkan ke Yoas hikmat dan otoritas ilahi yang diperlukan untuk memperlengkapinya sebagai pembebas umat Allah.

Insiden ini karenanya paralel dengan penumpangan tangan Musa atas Yosua. Dalam setiap kasus penumpangan tangan terjadi pengakuan atas seorang pemimpin yang Allah tunjuk untuk tujuan khusus. Dalam setiap kasus tindakkan ini juga terjadi penyaluran kepada pemimpin itu hikmat dan otoritas ilahi yang diperlukan untuk menjalankan tugas yang ditentukan Allah. Menarik untuk diperhatikan bahwa, dalam kedua kasus, Yosua dan Yoas ditunjuk sebagai pemimpin militer.

Mari kita kembali ke Perjanjian Baru untuk melihat bagian ordonansi atau ketetapan apa yang penumpangan tangan perankan. Kita akan menemukan lima tujuan yang berbeda dimana penumpangan tangan digunakan, menurut aturan atau ajaran dan contoh-contoh Perjanjian Baru.

Pertama, untuk pelayanan kesembuhan orang sakit; kedua, untuk menolong mereka yang ingin mengalami baptisan dalam Roh Kudus; ketiga, untuk mengimpartasi karunia-karunia spiritual; kelima, untuk mengutus rasul-rasul; kelima, untuk mentahbiskan diaken dan penatua dalam gereja lokal.

Pertama dari lima tujuan ini diasosiasikan dengan pelayanan kesembuhan fisikal. Yesus mengotorisasi amanat final-Nya kepada murid-murid-Nya (Markus 16:17-18). Dalam ayat-ayat ini Yesus menunjuk lima tanda supernatural yang menyertai pemberitaan injil dan yang bisa di klaim oleh semua orang percaya melalui iman dalam nama Yesus. Tanda supernatural kelima yang ditetapkan oleh Yesus adalah “…demi nama-Ku…mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh” (Markus 16:17-18).

Disini penumpangan tangan dalam nama Yesus adalah cara kesembuhan fisikal untuk melayani mereka yang sakit.

Kemudian dalam Perjanjian Baru ditetapkan ordonansi lain yang agak berbeda. “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan.

Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni” (Yakobus 5:14-15).

Ordonansi yang ditetapkan disini adalah mengurapi orang sakit dengan minyak dalam nama Tuhan.

Kedua ordonansi ini serupa, efektif hanya melalui iman dalam nama Tuhan, yaitu, dalam nama Yesus. Dalam kasus pengurapan dengan minyak, dikatakan secara spesifik tindakkan ini harus disertai doa.
Dalam nas mengenai penumpangan tangan atas orang sakit dalam Injil Markus, tidak disebut spesifik mengenai doa. Meski demikian, dalam banyak kasus alamiah berdoa untuk orang sakit, sambil melakukan penumpangan tangan atasnya.

Lagi, ketika mengurapi orang sakit dengan minyak, sering tampak alamiah – secara instingtif – menumpangkan tangan atas mereka pada waktu yang sama. Dengan cara ini dua ordonansi dikombinasikan jadi satu. Meski demikian, ini tidak perlu seperti itu. Secara sempurna alkitabiah menumpangkan tangan atas orang sakit tanpa mengurapi mereka dengan minyak. Begitupula, alkitabiah mengurapi orang sakit dengan minyak tanpa menumpangkan tangan atas mereka.

Pertanyaannya: apakah ada perbedaan dalam penggunaan atau tujuan antara dua ordonansi ini – yaitu, menumpangkan tangan dan mengurapi orang sakit dengan minyak? Ada waktu-waktu atau situasi ketika lebih tepat menggunakan satu ordonansi dibanding satu lainnya? Dan jika begitu, apa prinsip-prinsip alkitabiah yang menuntun penggunaannya?

Nas dalam surat Yakobus mengenai urapan dengan minyak dimulai: “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat” (Yakobus 5:14).

Karena surat Yakobus di alamatkan terutama kepada penganut Kristen (meskipun orang-orang Yahudi), frasa “di antara kamu” tampaknya mengacu kepada orang-orang percaya. Ini sesuai juga dengan perintah berikutnya: “baiklah ia memanggil para penatua jemaat.”

Orang yang bukan penganut iman Kristen dan tidak diasosiasikan dengan gereja Kristen tidak termasuk dalam frasa “di antara kamu,” orang tersebut juga tidak tahu siapa para penatua jemaat untuk dipanggil. Karenanya, ordonansi pengurapan dengan minyak ini di tujukan terutama bagi mereka yang sudah menganut iman dalam Kristus dan diasosiasikan dengan gereja Kristen.

Di interpretasi dengan cara ini, ordonansi ini mengandung dua ajaran praktikal penting bagi setiap penganut Kristen. Pertama, Allah mengharapkan setiap orang Kristen yang sakit mencari-Nya terlebih dahulu, untuk kesembuhan melalui iman dan dengan cara- cara spiritual. Ini tidak berarti tidak alkitabiah bagi seorang Kristen yang sakit mencari nasihat atau pertolongan dari dokter medis.

Namun berlawanan dengan Kitab Suci bagi siapapun penganut Kristen yang sakit mencari pertolongan medis tanpa sebelumnya mencari pertolongan ilahi dari Allah Sendiri, melalui pemimpin- pemimpin gereja yang ditetapkan.

Hari ini mayoritas penganut Kristen yang jatuh sakit secara otomatis memanggil dokter mereka tanpa berpikir mencari pertolongan dari Allah atau dari pemimpin-pemimpin gereja. Semua orang Kristen yang melakukan ini bersalah dalam ketidaktaatan terhadap ordonansi Allah seperti ditetapkan dalam Perjanjian Baru. Karena Kitab Suci berkata dengan jelas, “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat ”
Dihadapakan pada ini, siapapun orang Kristen yang jatuh sakit dan memanggil dokter, tanpa memanggil para penatua gereja, bersalah dalam ketidaktaatan.

Implikasi dari tindakkan ini cukup jelas jika kita berhenti mempertimbangkannya. Ini berarti mengatakan kepada Allah: “Allah, saya tidak membutuhkan-Mu. Saya tidak benar-benar percaya Engkau bisa menolong saya atau menyembuhkan saya. Saya puas menerima yang terbaik yang manusia bisa lakukan bagi saya tanpa mencari Engkau untuk tuntunan atau pertolongan.” Sikap seperti ini di antara penganut Kristen salah satu alasan kenapa begitu banyak penyakit terjadi di antara mereka.

Banyak orang Kristen hari ini mengesampingkan klaim-klaim Allah menyembuhkan tubuh dan menutup pintu rumah mereka dan gereja terhadap Kristus sebagai tabib agung.

Pelajaran penting kedua yang terkandung dalam nas surat Yakobus ini adalah Allah mengharapkan semua orang Kristen mengasosiasikan diri mereka dengan gereja, dan para penatua gereja bersedia melayani dalam iman, sesuai Kitab Suci, bagi kebutuhan fisikal anggota gereja mereka.

Frasa “baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan” (Yakobus 5:14) membawa implikasi:

Pertama, setiap orang Kristen diasosiasikan dengan gereja begitu rupa sehingga para penatua mengenalnya dan mereka dikenalnya; kedua, para penatua bersedia melayani kesembuhan fisikal bagi anggota mereka dalam iman, sesuai ordonansi-ordonansi yang ditetapkan oleh Allah bagi gereja.

Sehubungan dengan ordonansi mengurapi orang sakit dengan minyak, ada dua poin lebih jauh yang perlu diperjelas. Pertama, tidak dikatakan minyak digunakan karena mengandung sifat menyembuhkan alamiah. Seperti dalam banyak nas-nas lain Kitab Suci, minyak adalah gambaran Roh Kudus.

Maka, mengoles minyak atas orang sakit merepresentasi klaim iman mewakili orang tersebut yang mana Roh Allah akan melayani kehidupan dan kesembuhan ilahi pada tubuhnya yang sakit. Klaim ini berdasarkan atas janji jelas Allah. “Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh- Nya, yang diam di dalam kamu” (Roma 8:11).

Disini frasa “menghidupkan juga tubuhmu yang fana” berarti mengimpartasi kehidupan dan kuasa ilahi kepada tubuh fisikal fana orang percaya yang Roh-Nya diam di dalamnya. Wakil otoritatif besar Allah yang mengimpartasi kehidupan ilahi ini adalah Pribadi ketiga, Roh Kudus.

Poin kedua yang harus dibangun adalah mengurapi orang percaya dengan minyak, sesuai Perjanjian Baru, tidak pernah di tujukan sebagai persiapan untuk kematian namun, sebaliknya, sebagai cara mengimpartasi kepada orang percaya kebalikkan dari kematian – yaitu, kehidupan ilahi dan kesehatan dan kekuatan ilahi.

Maka, mengurapi dengan minyak sebagai persiapan untuk kematian adalah membalikan arti sesungguhnya ordonansi ini. Mengabaikan peringatan Allah untuk tidak menaruh “terang menjadi kegelapan, dan manis menjadi pahit” – menaruh kegelapan dan pahit kematian dan penyakit menggantikan terang dan manis kehidupan dan kesehatan (Yesaya 5:20).

Kita bisa simpulkan ordonansi mengurapi dengan minyak ini dengan mengatakan bahwa ini tindakkan ketetapan iman dimana impartasi kehidupan ilahi dan kesehatan ilahi melalui Roh Kudus di klaim untuk tubuh orang Kristen yang sakit.

Jika kita kembali kepada ordonansi penumpangan tangan atas orang sakit, seperti di kemukakan dalam Markus 16, kita akan melihat konteksnya menunjukkan ordonansi ini ditujukan menjadi bagian pemberitaan injil kepada orang-orang yang belum percaya dan kegunaan utamanya bagi mereka yang belum percaya atau yang baru saja menerima iman.

Kita membuat kesimpulan ini berdasarkan fakta, seperti tanda- tanda supernatural lain yang ditahbiskan oleh Yesus, mematuhi perintah-Nya untuk mengevangelisasi seluruh dunia. “Ia berkata kepada mereka: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.

Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.

Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya” (Markus 16:15-17).

Yesus menyebutkan satu demi satu lima tanda supernatural, berakhir dengan menyembuhkan orang sakit melalui penumpangan tangan. Ini mengindikasikan bahwa setiap dari tanda supernatural ini, termasuk menyembuhkan orang sakit, ditujukan oleh Allah untuk memberi kesaksian pada kebenaran ilahi dan otoritas pesan injil di tempat-tempat dimana pesan ini sebelumnya belum pernah di dengar atau dipercayai.

Ini sejalan dengan akhir catatan aktifitas evangelistik murid-murid dalam Injil Markus. “Mereka pun pergilah memberitakan Injil ke segala penjuru, dan Tuhan turut bekerja dan meneguhkan firman itu dengan tanda-tanda yang menyertainya” (Markus 16:20).

Ini mengindikasikan bahwa tujuan utama tanda-tanda supernatural termasuk menyembuhkan orang sakit melalui penumpangan tangan
– adalah untuk mengkonfirmasi kebenaran pesan injil di antara orang-orang yang belum menerimanya sebelumnya.

Jelas, karenanya, melayani orang sakit melalui penumpangan tangan dalam nama Yesus terutama ditujukan bukan untuk orang-orang Kristen yang sudah menjadi anggota gereja namun untuk mereka yang belum percaya, atau untuk mereka yang baru menerima iman.

Dengan cara apa kesembuhan akan terjadi sebagai hasil dari penumpangan tangan?

Kitab Suci tidak memberi jawaban detail atas pertanyaan ini. Yesus hanya berkata, “mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.” Di tempat frasa “orang itu akan sembuh,” kita bisa menterjemahkan alternatifnya, “orang itu akan menjadi sehat,” atau “orang itu akan sehat.”

Dengan kata-kata Yesus ini dua hal berada dalam kedaulatan Allah: pertama, cara dimana kesembuhan akan di manifestasi; kedua, jangka waktu proses kesembuhan akan terjadi.

Berdampingan dengan ini kita bisa meletakkan kata-kata Paulus. “Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang” (1 Korintus 12:6).

Dalam penumpangan tangan ada yang Paulus sebut “berbagai-bagai perbuatan ajaib”; yaitu, proses kesembuhan tidak selalu bekerja dengan cara yang sama setiap kali.

Dalam satu kasus penumpangan tangan bisa menjadi saluran melaluinya karunia supernatural kesembuhan bekerja. Dalam kasus seperti itu orang yang menumpangkan tangan melalui tindakkan ini menyalurkan kesembuhan supernatural atau kuasa Allah atas tubuh

orang yang tangannya diletakkan. Sangat sering orang yang sakit benar-benar merasakan dalam tubuhnya kuasa supernatural Allah.

Pada waktu lain, tidak ada sensasi kuasa sama sekali, namun penumpangan tangan tindakkan iman dan ketaatan kepada Firman Allah. Meski demikian, jika ada iman sejati, kesembuhan akan terjadi, walaupun tidak ada pengalaman dramatik atau supernatural.

Kristus tidak menspesifikasi kapan jangka waktu proses kesembuhan akan terjadi.

Kadang-kadang kesembuhan total diterima secara instan, begitu tangan diletakkan atas orang yang sakit. Pada waktu lain, kesembuhan terjadi dalam proses bertahap.

Dalam kasus terakhir ini yang paling terpenting orang yang mencari kesembuhan terus menerapkan iman aktif sampai proses kesembuhan selesai.

Cukup sering orang sakit yang dilayani dengan penumpangan tangan menerima pelepasan namun belum mengalami kesembuhan total.
Alasan untuk ini biasanya orang yang sakit tidak menerapkan iman aktif dalam kurun waktu cukup lama sampai proses kesembuhan selesai. Ketika iman orang tersebut berhenti aktif, proses kesembuhannya pun berhenti.

Untuk alasan ini penting memberi instruksi alkitabiah kepada mereka yang mencari kesembuhan melalui penumpangan tangan dan memperingati mereka sebelumnya perlunya bertahan dalam iman aktif sampai proses kesembuhan selesai.

Pengalaman meyakinkan dalam setiap kasus melalui iman sejati, penumpangan tangan atas orang sakit dalam nama Yesus, memulai kerja proses kesembuhan. Namun, jika orang yang sakit kehilangan iman, kesembuhannya bisa hilang atau tidak sempurna.

Ada dua cara dimana orang sakit bisa menerapkan iman aktif setelah penumpangan tangan atasnya untuk kesembuhan. Pertama dengan terus menerus mengucap syukur kepada Allah untuk sebagian kesembuhan yang sudah diterima. Cara lainnya dengan menjaga secara konsisten kesaksian iman dalam kebenaran Firman Allah – bahkan dalam menghadapi gejala-gejala negatif.

Pada titik ini, ada keseimbangan antara iman dan kenyataan. Jika orang terus menerus mengalami gejala-gejala penyakit bahkan setelah penumpangan tangan, tidak realistik bersikap seolah-olah gejala-gejala itu tidak ada atau mengklaim bahwa kesembuhan sudah terjadi. Lebih benar mengakui gejala-gejala itu namun tetap fokus pada Firman Allah.

Orang seperti itu mungkin mengatakan, “Saya menyadari bahwa saya masih memiliki gejala-gejala penyakit, namun saya percaya penyembuhan Allah sudah dilepaskan dalam tubuh saya melalui ketaatan saya pada Firman-Nya, dan saya mempercai Dia akan menyelesaikan apa yang Ia mulai.”

Perlu juga bagi orang yang sakit meminta di doakan tak berkeputusan.

Ada ribuan orang, hidup dan sehat hari ini, karena menerima kesembuhan melalui cara-cara alkitabiah ini.

 

Oleh Loka Manya Prawiro.



Leave a Reply