Dari Pengampunan kepada Kelimpahan
eBahana.com – “Pemeliharaan,” “kelimpahan” dan “kemakmuran” adalah terminologi-terminologi yang banyak dibicarakan dalam bahasa sehari-hari di dunia saat ini. Topik “kemakmuran” dan “kelimpahan” telah mencetuskan banyak pengajaran yang terdistorsi dan tidak seimbang. Spektrumnya terentang dari pendukung-pendukung “injil kemakmuran” ekstrim hingga pandangan yang dianut banyak orang percaya bahwa “kemiskinan” adalah kebajikan dan tanda dalamnya spiritualitas.
Yang mana yang benar? Apakah ada validitas antara batasan dari dua ekstrim ini? Apakah ada pendekatan yang seimbang? Orang- orang Kristen butuh keseimbangan dalam bidang ini karena, dalam banyak contoh, telah terjadi kebingungan besar dalam komunitas Kristen. Sangat disesalkan, dari sudut pandang dunia, masalah ini juga membawa aib besar pada Gereja karena ambivalensi (dua perasaan yang bertentangan) dan ketidaktahuan kita mengenai tujuan “pemeliharaan Allah” serta penggunaan dan sering penyalahgunaan keuangan kita.
Apakah kita mengalami pergumulan mencari “keseimbangan” dalam hal penggunaan berkat-berkat Allah? Apakah kita sudah bertanya apakah kekayaan itu pencobaan duniawi atau alat yang berguna?
Apakah kemiskinan itu berkat atau kutukkan? Apakah kita memiliki pandangan kemakmuran yang terdistorsi? Apakah kita mengelola dengan benar berkat yang Allah berikan pada kita? Apakah sikap
kita terhadap uang menyenangkan Allah? Apakah menambah kekayaan sasaran hidup kita? Jika demikian, apa motivasi kita mencari kekayaan berlimpah? Apa tujuan berkat yang Allah berikan pada kita?
Mari kita mempelajari “pemeliharaan” dan “kelimpahan” Allah berdasarkan Alkitab sebagai prinsip-prinsip otoritatif.
Suatu hari kelak kita akan berdiri dihadapan Tuhan untuk memberi pertanggungjawaban mengenai pengelolaan berkat kita di bumi, setiap dari kita ingin mendengar Tuhan berkata, “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba-Ku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, Aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar.
Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu” (Matius 25:23).
Satu aspek penting dari Allah, seperti diungkapkan dalam Alkitab, adalah kelimpahan-Nya. Allah tidak miskin. Ia tidak kikir. Ia tidak terbatas. Ia adalah Allah “kelimpahan.” Kasih karunia-Nya melimpah. Kasih-Nya melimpah. Pemeliharaan-Nya melimpah. Jika kita merepresentasi Allah dengan akurat kepada dunia disekitar kita
– bagaimana Ia sesungguhnya – maka kita harus merepresentasikan- Nya sebagai Allah “kelimpahan.”
Dua ayat dari kitab Yeremia menolong kita mendapatkan apa yang Allah ingin kita mengerti mengenai kelimpahan-Nya – dan dua ayat tersebut juga menolong kita melihat kenapa kita sering jauh dari menerimanya. Dalam ayat pertama, kita belajar bahwa agar memahami kelimpahan Allah, kita harus pertama mengakui dalamnya kebutuhan kita. Dalam Yeremia 30, Allah menunjukkan
dalamnya kebutuhan Israel. Kata-kata ini ditujukan kepada umat Israel, kepada negeri mereka dan kepada kota Yerusalem: “Sungguh, beginilah firman TUHAN: Penyakitmu sangat payah, lukamu tidak tersembuhkan!
Tidak ada yang membela hakmu, tidak ada obat untuk bisul, kesembuhan tidak ada bagimu!
Semua kekasihmu melupakan engkau, mereka tidak menanyakan engkau lagi. Sungguh, Aku telah memukul engkau dengan pukulan musuh, dengan hajaran yang bengis, karena kesalahanmu banyak, dosamu berjumlah besar” (Yeremia 30:12-14).
Seperti biasa, Allah berbicara sangat jelas kepada umat-Nya. Ia berkata, “Keadaanmu tak ada harapan.” Kitab Suci berkata, “Penyakitmu sangat payah, lukamu tidak tersembuhkan!” Dan Allah menyatakan sangat jelas alasan untuk keadaan ini: “dosamu berjumlah besar.”
Dengan kata lain, akibat dosa, pada akhirnya, penderitaan, kesengsaraan, kemiskinan dan kemelaratan. Tidak ada kelimpahan dalam kehidupan dosa, dan tidak ada sumber yang mereka bisa cari untuk pertolongan karena tidak ada yang bisa menolong mereka.
Namun Allah tidak meninggalkan kita disana. Ia menawarkan pengampunan dan pemeliharaan. Dalam Yeremia 33, Allah menjanjikan pertolongan yang hanya Ia sendiri bisa berikan, setelah mengecualikan semua sumber-sumber pertolongan manusia.
Berbicara lagi kepada umat-Nya Israel, kepada negeri mereka dan kepada kota Yerusalem, Allah berkata: “Sesungguhnya, Aku akan mendatangkankan kepada mereka kesehatan dan kesembuhan, dan
Aku akan menyembuhkan mereka dan akan menyingkapkan kepada mereka kesejahteraan dan keamanan yang berlimpah-limpah.
Aku akan memulihkan keadaan Yehuda dan Israel dan akan membangun mereka seperti dahulu: Aku akan mentahirkan mereka dari segala kesalahan yang mereka lakukan dengan berdosa dan dengan memberontak terhadap Aku” (Yeremia 33:6-8).
Ini pertolongan Allah untuk keadaan yang Ia deklarasikan sebagai tidak tersembuhkan. Namun, tentu, ketika Ia berkata tidak tersembuhkan, Ia mengecualikan diri-Nya. Allah mampu menyembuhkan apa yang manusia tidak bisa sembuhkan.
Seperti biasa, diagnosa Allah masuk langsung ke akar masalah. Ia berkata “Dosamu harus diselesaikan. Ketika kau disucikan dari dosa dan pemberontakkanmu diampuni, maka Aku bisa menolongmu.” Dan Ia berkata sehubungan dengan ini, “Aku akan mendatangkankan kepada mereka kesehatan dan kesembuhan; Aku akan menyembuhkan mereka dan akan menyingkapkan kepada mereka kesejahteraan dan keamanan yang berlimpah-limpah. Dan Aku akan memulihkan keadaan….. dan akan membangun mereka seperti dahulu.”
Kita melihat disini tiga tujuan yang berhubungan dengan Allah dalam janji kelimpahan-Nya. Pertama “restorasi.” Restorasi adalah tindakkan berdaulat Allah mewakili umat-Nya – mengembalikan apa yang dirampas dosa dari mereka. Dari restorasi datang “pewahyuan”. Ketiga, dari pewahyuan datang “kelimpahan.”
Kita hidup dalam zaman ketika Allah sedang merestorasi umat-Nya – Israel dan Gereja Yesus Kristus. Dalam proses restorasi itu datang pewahyuan-Nya, dan keluar dari pewahyuan-Nya, kita bisa sekali
lagi memahami kelimpahan-Nya yang kita tidak lihat karena dosa dan pemberontakkan kita. Kita fokus sejenak pada pewahyuan-Nya, karena ini cara kita mengerti tujuan-tujuan Allah dalam semua yang Ia sediakan.
Pewahyuan ini datang hanya dari Firman Allah melalui Roh Allah. Paulus menekankan prinsip ini dalam 1 Korintus: “Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1 Korintus 2:9).
Apa yang Allah sudah persiapkan untuk umat-Nya tidak bisa dipahami melalui pancaindra alami atau penalaran alami manusia. Kemampuan-kemampuan itu dikecualikan. Maka alternatifnya dinyatakan dalam ayat berikut: “Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.
Siapa gerangan di antara manusia yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri manusia selain roh manusia sendiri yang ada di dalam dia? Demikian pulalah tidak ada orang yang tahu, apa yang terdapat di dalam diri Allah selain Roh Allah” (1 Korintus 2:10-11).
Satu-satunya cara kita bisa mengerti pikiran Allah dan tujuan-tujuan Allah adalah melalui pewahyuan Roh Allah. Lalu Paulus meneruskan dengan pernyataan dramatik: “Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita” (1 Korintus 2:12).
Kesadaran ini menuntun kita sementara kita mempelajari tema kelimpahan – fakta bahwa kita bisa mengerti apa yang Allah berikan dengan cuma-cuma pada kita, itu hanya dimengerti oleh Roh Kudus.
Paulus melanjutkan: “Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh” (1 Korintus 2:13).
Bukan hanya kebenaran dari Roh, namun kata-kata yang mengekspresikan kebenaran harus juga diberikan oleh Roh. Kita harus belajar terminologi Allah. Paulus menegaskan apa yang kita lihat sebelumnya – bahwa manusia alami, seberapapun berpendidikan atau pintar, tidak bisa mengapresiasi kebenaran- kebenaran ini. “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani” (1 Korintus 2:14).
Perlu ditekankan lagi bahwa untuk menerima pewahyuan bergantung pada Roh Allah. Selain melalui Roh Allah tidak mungkin mendapatkan pewahyuan.
Paulus mengakhiri dengan kata-kata indah: “Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain.
Sebab: “Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?” Tetapi kami memiliki pikiran Kristus” (1 Korintus 2:15-16).
Itu pernyataan dramatik. Melalui Roh Kudus kita bisa menerima pikiran Kristus. Dengan pikiran Kristus kita bisa mengapresiasi semua yang Allah sudah beri dengan cuma-cuma kepada kita. Kita bisa memahami kelimpahan-Nya. Dan kelimpahan Allah
diungkapkan dan disediakan bagi kita untuk satu tujuan tertinggi – bukan untuk kepuasan manusia, melainkan untuk kemuliaan Allah.
Dalam Yeremia 33:9, setelah janji restorasi dan kelimpahan-Nya, Allah berkata “Dan kota ini akan menjadi pokok kegirangan: ternama, terpuji dan terhormat bagi-Ku di depan segala bangsa di bumi yang telah mendengar tentang segala kebajikan yang Kulakukan kepadanya; mereka akan terkejut dan gemetar karena segala kebajikan dan segala kesejahteraan yang Kulakukan kepadanya.”
Allah sudah mempresentasi gambaran umat-Nya, negeri-Nya dan kota-Nya – tertawan, tidak ada harapan, melarat, sengsara dan hancur. Ia sudah mengatakan kepada mereka bahwa keadaannya tidak bisa disembuhkan. Lalu, keluar dari kasih karunia-Nya dan kedaulatan-Nya, Ia menjanjikan restorasi. Lalu, keluar dari restorasi, pewahyuan. Dan keluar dari pewahyuan, kelimpahan.
Lalu Ia berkata, sesungguhnya, “Ketika Aku melakukan ini, membawa kemuliaan bagi-Ku. Selesainya pekerjaan restorasi bagi- Ku akan menjadi sukacita, pujian dan kehormatan dihadapan bangsa-bangsa di bumi, yang akan mendengar semua kebaikan yang Aku lakukan bagi mereka. Dan mereka (semua bangsa-bangsa di bumi) akan takut dan gemetar karena kebaikan dan semua kekayaan yang Aku sediakan.”
Sangat mengesankan bahwa tujuan Allah merestorasi, kelimpahan untuk umat-Nya, kekayaan, demonstrasi kebaikan-Nya sehingga semua bangsa-bangsa lain di bumi takut dan gemetar melihatnya. Itu tingkat kelimpahan Allah.
Kita akan fokus pada dasar kebenaran-kebenaran spiritual yang menolong kita mengerti pemeliharan supernatural Allah untuk kita. Kita juga akan belajar bagaimana dibebaskan dari roh kemiskinan dan melihat Allah memberi kita kelimpahan untuk setiap perbuatan baik.
Lalu kita akan belajar prinsip-prinsip, langkah-langkah dan syarat- syarat untuk menerima kelimpahan Allah. Ini panduan-panduan praktikal, yang mana, jika diikuti, memberi kemurahan berkat- berkat Kerajaan Allah.
Kita akan mempelajari tujuan Allah memberi kita kelimpahan.
Sehubungan dengan restorasi Israel, Allah menyatakan, “Aku akan…mengungkapkan kepada mereka kelimpahan damai sejahtera dan kebenaran.” Allah rindu agar kita berhasil dalam setiap bagian dari kehidupan kita. Sebenarnya, Ia sudah menyediakan segala sesuatu yang kita butuhkan bahkan berlebihan. Allah adalah Allah kelimpahan. Mari kita berdoa agar Dia memberi pewahyuan kepada kita sementara kita mempelajarinya.
Sangat penting kita mengerti dengan tepat arti pemeliharaan Allah. Apa arti kekayaan materi? Apa arti cukup untuk hidup? Apa saja termasuk dalam pemeliharaan Allah?
Mari kita mulai dengan mempelajari beberapa kata dasar atau konsep sehubungan dengan ini. Semua saling berhubungan, namun tidak semua sinonim. Ada empat kata di sisi positif pemeliharaan: kekayaan, harta benda, kemakmuran, kelimpahan.
Satu perbedaan penting dalam konsep positif ini adalah ketika kita menggunakan kata kekayaan atau harta benda, kita berbicara mengenai aset finansial atau materi. Kata-kata ini mengimplikasi seseorang yang memiliki uang dalam jumlah besar, memiliki properti dan barang berharga. Namun ketika kita berbicara mengenai “kemakmuran dan kelimpahan,” implikasinya tidak semata-mata seseorang memiliki banyak uang di bank atau memiliki banyak kepemilikan materi. Janji Allah terutama adalah agar kita memiliki “kemakmuran dan kelimpahan daripada kekayaan dan harta benda.”
Ada tiga kata utama di sisi negatif: kemiskinan, keinginan dan kegagalan.
Pendeknya, ketika kita berpikir dalam term pemeliharaan Allah, ketika kita melihat konsep kehidupan dalam kelimpahan dan kemakmuran, kita tidak semata-mata berbicara mengenai orang- orang yang dunia klasifikasi sebagai sangat kaya. Sebaliknya, kita berpikir dalam term berhasil dalam apa yang setiap individual lakukan atas tugas yang diberikan padanya.
Dalam suratnya ketiga, Yohanes berkata, “Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau baik-baik dan sehat-sehat saja dalam segala sesuatu, sama seperti jiwamu baik-baik saja” (3 Yohanes 2). Betapa indahnya pernyataan kehendak Allah bagi orang percaya yang memiliki komitmen! Gayus, kepadanya surat ini ditujukan, panutan orang percaya. Jika kita pelajari suratnya, kita akan menemukan ia hidup dalam seluruh kebenaran yang Allah sediakan; dan rasul Yohanes, menulis sebagai penyambunglidah Roh Kudus, berkata padanya, “Saudaraku yang kekasih, aku berdoa, semoga engkau ‘baik-baik’ dan ‘sehat-sehat’ saja dalam segala sesuatu, sama
seperti ‘jiwamu’ baik-baik saja.” Ini mencakup semua bidang kehidupan – termasuk materi. Dalam setiap hal kehendak Allah baik!
Terjemahan kata “baik-baik” (dalam bahasa Inggris “prosper”) disini berarti secara harfiah “memiliki kemakmuran atau keberhasilan perjalanan atau mencapai apa yang kita ingin lakukan dengan sukses.” Dalam Roma 1:10, Paulus berdoa agar ia bisa “berhasil dalam perjalanan sesuai kehendak Allah” (Alkitab King James Version) untuk mengunjungi orang-orang Kristen di Roma. Kitab Suci mengungkapkan Allah menjawab doa Paulus. Perjalanannya ke Roma digambarkan dalam Kisah Para Rasul 27-28.
Kita melihat dari deskripsi “berhasil dalam perjalanan itu,” bahwa perjalanan Paulus bukan dengan kelas satu tetapi sebagai seorang tawanan yang dibelenggu rantai. Ia melewati badai besar, selama dua minggu tanpa henti, dan seluruh kapal dengan penumpangnya nyaris hilang. Namun – melalui intervensi Allah – mereka selamat dari badai dan tidak ada penumpang yang hilang. Mereka terlempar ke sebuah pulau sebagai orang buangan, dan ketika Paulus mengumpulkan ranting untuk membuat api unggun, seekor ular memagut dan tergantung di tangannya. Namun kuasa supernatural Allah melindunginya dari bahaya. Dan sesudah itu, ada gerakan besar Roh Allah di pulau itu (Malta). Ketika mereka pergi meninggalkan, penduduk-penduduk pulau memenuhi semua yang mereka butuhkan untuk sisa perjalanan mereka.
Dan pada akhirnya, Paulus sampai di Roma. Perjalanannya berhasil, namun bukan perjalanan yang nyaman. Berhasil karena ia mencapai tujuan Allah, yang jauh lebih tinggi nilainya daripada tujuan manusia.
Pada dasarnya, “kelimpahan” berarti kita memiliki semua yang kita butuhkan, dan kelebihan untuk dibagikan. Kelimpahan menunjukkan bahwa kita diangkat ke atas tingkat kebutuhan kita sendiri dan karenanya mampu menjangkau kebutuhan orang lain.
Ketika kita melihat pada empat konsep pemeliharaan, kita melihat bahwa kata-kata “kekayaan” dan “harta benda” pada dasarnya sinonim atau sama artinya, namun sangat berbeda dari “kemakmuran” yang berhubungan dengan melakukan sesuatu dengan sukses. Kita melihat lebih jauh bahwa “kelimpahan” berarti kita tidak hidup dalam kemiskinan walaupun kita mungkin tidak memiliki surplus besar atau bahkan memiliki apa-apa di rekening bank kita.
Kesadaran bahwa Allah adalah sumber semua pemeliharaan mengarahkan kita pada prinsip dasar yang ditekankan secara konsisten sepanjang Kitab Suci: “Ketaatan pada Allah membawa berkat – kelimpahan dalam segala bidang kehidupan kita.
Ketidaktaatan pada Allah membawa kutukan – kemiskinan dalam segala bidang kehidupan kita.” Jika kita ingin berjalan dalam kelimpahan yang Allah inginkan bagi kita, kita perlu mengerti syarat- syarat dasar ketaatan.
Kita memulai dengan melihat daftar komprehensif Alkitab mengenai janji berkat Allah. Ini ditemukan dalam Ulangan 28:1-14.
Kita akan melihat syarat-syarat untuk menerima berkat-berkat ini, yang secara logikal, di nyatakan dalam dua ayat, Ulangan 28:1-2: “Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.
Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.”
Dua kali Musa menggunakan frasa “taati Tuhan Allahmu.” Penting untuk dimengerti bahwa dalam Ibrani aslinya, frasa ini sedikit lebih terperinci. “Dengarkanlah suara Tuhan Allahmu.”
Musa memulai, “Jika engkau dengan tekun mendengar suara Tuhan Allahmu, hati-hati melakukan perintah-perintah-Nya.” Lalu ia mengakhiri dengan ayat 2, “Jika engkau mendengar suara Tuhan Allahmu.”
Jadi dua syarat untuk masuk kedalam perjanjian berkat Allah adalah pertama, mendengar dengan hati-hati suara Allah; dan kedua, melakukan apa yang Allah perintahkan. Sebaliknya, dalam ayat 15, yang membuka daftar kutukan: “Jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.” Disini titik dimana jalan terbagi dua. Jalan kepada semua berkat dimulai ketika kita mendengar suara Allah; jalan kepada semua kutukan dimulai ketika kita tidak mendengarkan suara Allah.
Dalam Yeremia 7 Tuhan berbicara melalui nabi untuk mengingatkan Israel apa yang Ia syaratkan mereka ketika Ia membawa mereka keluar dari Mesir. Ini yang Ia katakan: “Sungguh, pada waktu Aku membawa nenek moyangmu keluar dari tanah Mesir Aku tidak mengatakan atau memerintahkan kepada mereka sesuatu tentang korban bakaran dan korban; hanya yang berikut inilah yang telah Kuperintahkan kepada mereka: Dengarkanlah suara-Ku, maka Aku akan menjadi Allahmu dan kamu akan menjadi umat-Ku, dan ikutilah seluruh jalan yang Kuperintahkan kepadamu, supaya kamu berbahagia!” (Yeremia 7:22-23).
Ini sebenarnya syarat dasar Allah dalam seluruh zaman dan dispensasi (periode) hingga sekarang – “Taati suara-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu.” – mengimplikasikan hubungan pribadi langsung dengan Allah, karena suara adalah sesuatu yang pribadi. Kita harus bisa mendengar suara Allah sebelum kita bisa mentaatinya. Jika kita tidak mendengar suara Allah, mustahil mentaatinya.
Kita mungkin berkata, “itu sudah berubah dalam Perjanjian Baru.” Namun sebenarnya tidak. Prinsip ini masih berlaku, belum berubah. Baca apa yang Yesus Sendiri katakan dalam Yohanes 10:27 “Domba- domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku.”
“Domba-domba-Ku….murid-murid sejati-Ku,”
Yesus berkata – dan dengan itu, Ia tidak berbicara tentang denominasi atau kelompok gereja. “Domba-domba-Ku, semua murid-murid sejati-Ku.” Apa syarat pertama? “Mereka mendengar suara-Ku.” Dan kedua, ” Mereka mengikuti Aku.” Itu tidak pernah berubah sepanjang seluruh Kitab Suci.
Syarat pertama adalah mendengar dengan tekun suara Tuhan. Kedua adalah melakukan apa yang Ia katakan. Logikal menaruh syarat-syarat itu dalam urutan itu, karena jika kita tidak mendengar suara Allah kita tidak bisa bahkan memulai melakukan apa yang Ia katakan.
Mari kita kembali ke Ulangan 28 dan melihat daftar berkat untuk ketaatan. “Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:
Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang.
Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu.
Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu.
TUHAN akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu; Ia akan memberkati engkau di negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu.
Juga TUHAN akan melimpahi engkau dengan kebaikan dalam buah kandunganmu, dalam hasil ternakmu dan dalam hasil bumimu – di tanah yang dijanjikan TUHAN dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk memberikannya kepadamu.
TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman” (Ulangan 28:2-5, 8, 11-12).
Perhatikan semua frasa yang yang digunakan: “Semua yang engkau letakkan tanganmu….semua pekerjaan tanganmu.” Berkat-berkat yang datang dari mendengar dan mentaati suara Allah.
Ayat 1: “TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.” Engkau akan diangkat tinggi di atas – engkau tidak akan pernah dibawah.
Ayat 3: “Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di ladang.” Engkau akan diberkati kemanapun engkau pergi.
Ayat 4: “Diberkatilah buah kandunganmu, hasil bumimu dan hasil ternakmu, yakni anak lembu sapimu dan kandungan kambing dombamu.” Ini keberhasilan dalam setiap bidang kehidupanmu.
Ayat 5: “Diberkatilah bakulmu dan tempat adonanmu.” Pekerjaanmu menyiapkan makanan akan diberkati.
Ayat 6: “Diberkatilah engkau pada waktu masuk dan diberkatilah engkau pada waktu keluar.” Tidak ada bagian dari kehidupanmu yang tidak diberkati – apakah ketika masuk atau keluar.
Ayat 7: “TUHAN akan membiarkan musuhmu yang maju berperang melawan engkau, terpukul kalah olehmu. Bersatu jalan mereka akan menyeberangi engkau, tetapi bertujuh jalan mereka akan lari dari depanmu.” Kita harus mengingatkan Iblis mengenai itu, karena berkat-berkatnya memberi kemenangan atas musuh-musuh kita.
Ayat 8: “TUHAN akan memerintahkan berkat ke atasmu di dalam lumbungmu dan di dalam segala usahamu.” Segala sesuatu yang engkau lakukan akan diberkati.
Ayat 9: “TUHAN akan menetapkan engkau sebagai umat-Nya yang kudus.” Kekudusan salah satu berkat yang mengalir.
Ayat 10: “Maka segala bangsa di bumi akan melihat, bahwa nama TUHAN telah disebut atasmu, dan mereka akan takut kepadamu.” Berkat Tuhan akan dimanifestasi, orang-orang bisa melihat, dan membuat mereka bersikap hormat terhadap engkau.
Ayat 11 khususnya sesuai dengan tema kelimpahan Allah: “TUHAN akan melimpahi engkau dengan kebaikan.” Kemakmuran melimpah
adalah salah satu dari perjanjian berkat Tuhan. Mari kita pegang fakta itu.
Ayat 12: “TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaan-Nya yang melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati segala pekerjaanmu.” Ini berbicara tentang iklim dan cuaca. Ayat ini berlanjut: “sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman.” Jika engkau tidak perlu meminjam namun dalam posisi memberi pinjaman, itu berbicara mengenai kelimpahan finansial.
Ada ayat penting tentang meminjam dan memberi pinjaman dalam kitab Amsal: “Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi” (Amsal 22:7). Banyak orang Kristen perlu menyesuaikan iman mereka dalam bidang ini. Mereka belum melihat bahwa suatu berkat memberi pinjaman, tetapi bukan suatu berkat harus meminjam. Mereka tidak menyadarinya, namun dengan berhutang mereka diperbudak, karena peminjam budak dari pemberi pinjaman. Orang atau lembaga yang memberi pinjaman yang menentukan. Pihak yang meminjam tunduk padanya. Dan kita melihat disini bahwa berkat Allah pada umat-Nya kita harus menjadi pihak yang meminjamkan bukan yang meminjam.
Frasalogi semua ayat-ayat ini di ulang dalam Ulangan 29:9: “Sebab itu lakukanlah perkataan perjanjian ini dengan setia, supaya kamu beruntung dalam segala yang kamu lakukan.”
Berkat-berkat yang dijanjikan sesuai proporsi ketaatan yang di syaratkan. Ketaatan total membawa berkat-berkat total. Tidak ada bagian hidup kita dikecualikan. Tidak ada ruang untuk kegagalan,
untuk frustasi atau kekalahan; tidak ada ruang untuk apapun kecuali sukses.
Pada akhir dari daftar, seperti pada awal, syarat-syaratnya dinyatakan dengan jelas – dengarkan dan lakukan. “TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor, engkau akan tetap naik dan bukan turun, apabila engkau mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan pada hari ini kaulakukan dengan setia, dan apabila engkau tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri dari segala perintah yang kuberikan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain dan beribadah kepadanya” (Ulangan 28:13-14).
Ayat ke 13 dengan indah menyimpulkan ekspresi atau kerja berkat Allah dalam hidup kita. Tuhan berkata Ia akan membuatmu kepala dan bukan ekor. Engkau akan berada di atas bukan di bawah.
Kitab Suci berkata, “TUHAN akan mengangkat engkau menjadi kepala dan bukan menjadi ekor.” Apa perbedaan kepala dengan ekor? Kepala membuat keputusan-keputusan dan menentukan arah. Ekor hanya mengikuti kemanapun kepala pergi. Ketika kita menyadari itu, kita perlu bertanya pada diri sendiri: Yang mana saya dalam hidup saya saat ini? Apakah saya kepala? Apakah saya membuat keputusan-keputusan? Atau saya ekor? Apakah saya hanya dikendalikan oleh situasi dan keadaan yang atasnya saya tidak memiliki kendali? Itu sebuah keputusan.
“Allah memberi yang terbaik kepada mereka yang menyerahkan pilihan kepada-Nya.” Allah perduli pada kita dan mengerti kita dan mengasihi kita lebih daripada diri kita sendiri.
Jika kita bisa mempercayai-Nya! Kita bisa datang ke tempat dimana kita hidup dalam persekutuan intim dengan-Nya, dimana kita
mendengar suara-Nya dan melakukan apa yang Ia katakan! Sementara kita melakukan itu, berkat-berkat akan datang dengan sendirinya.
Kembali ke Ulangan 28:1-14. Kita bisa simpulkan berkat-berkat Allah dalam beberapa kata: ditinggikan, kesehatan, keberhasilan, kemakmuran, kemenangan, hak istimewa Allah.
Siapa yang tidak ingin menerima berkat-berkat pemeliharaan Allah itu? Untuk itu kita harus bersedia memenuhi syarat-syarat untuk menerimanya.
OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.