Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Berdamai dengan Alam Berarti Berdamai dengan Pencipta-Nya




eBahana.com – Bumi telah memasuki babak baru yang menggelisahkan. Pemanasan global yang kini menjadi isu bersama yang menghentakkan sehingga kita dalam posisi penuh tanya. Apakah betul manusia diberi kuasa atas bumi?

Alam yang sekian tahun dikelola dan seperti “terkendali” di tangan manusia kini bergerak liar. Hujan, badai, erosi, longsor yang tidak terduga seperti mempertanyakan ulang hubungan manusia dengan alam. Apakah perintah Allah dalam Kej. 1:28b, “penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,” masih berlaku?

Semuanya Baik
Seharusnya orang Kristen pahami bahwa ketika menciptakan alam semesta, Allah melihat semuanya baik. Itulah kata kunci dari segala keluhan manusia. Dalam perkembangannya teologi Kristen menginterpretasikan dengan keliru. Kata kuasai dikonotasikan bebas untuk mengeksploitasi alam. Akibatnya melewati ambang batas ekosistem dan rusak.

Tentang hal ini, ada dua hal yang perlu dimengerti. Zaman dahulu, kosa kata yang bisa diterjemahkan ke arah
pelestarian belum ada. Yang kedua, dalam suasana yang masih utuh dan berlimpah terjadi kepicikan manusia yang kurang perduli.

Sebetulnya, dalam Kej. 2:17, ketika Allah melarang manusia memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, Dia telah meletakkan dasar-dasar ilmu Ekologi. Bahwa ada sesuatu yang tidak boleh dilanggar. Kalau dilanggar ada akibatnya. Ternyata manusia melanggar dan kita semua merasakan akibatnya.

Musuh Berbahaya
Beberapa bulan belakangan ini banjir merendam sebagian wilayah Indonesia. Meski tidak sedahsyat beberapa tahun yang lalu. Ini harus disadari sebagai konsekuensi pelanggaran manusia.

Mayoritas wilayah Indonesia berada dalam daerah tangkapan hujan. Seharusnya air yang turun dari atas, jatuh
ke pohon. Energi kinetisnya yang turun dari atas melambat. Kemudian mengalir lewat batang dan turun masuk ke akar. Akar membantu menginfiltrasi air masuk ke dalam tanah. Infiltrasi itu masuk ke dalam perut bumi. Nah, seharusnya inilah yang terjadi.

Akan tetapi, karena penebangan liar oleh manusia, tanah menjadi gundul. Air hujan yang turun mengalir di atas tanah. Karena debu-debu menutup pori-pori tanah. Sehingga penyerapan tidak terjadi. Dengan kecenderungan mencari tempat yang rendah terjadilah banjir.

Proses hujan berlangsung begitu terus. Longsor, erosi, dan lain sebagainya yang ditimbulkan alam disebabkan oleh tangan manusia yang tidak mau melestarikan alam.

Alam adalah sekutu manusia. Ditemani akan bersahabat, dijahati akan menjadi musuh. Bukan hanya berhenti sampai menjadi musuh, namun menjadi musuh yang berbahaya. Maka manusia harus berdamai dengan alam.

Akal Budi
Ketika manusia hidup dalam Tuhan, menuruti Alkitab sebagai aturan-Nya, akal budi yang dari Tuhan akan
mengantarkan manusia untuk bijaksana memanfaatkan alam. Contohnya adalah Yusuf (Kej. 41).

Putra kesayangan Yakub ini menghindarkan Mesir dan dunia pada masa itu dari kelaparan. Tujuh tahun
masa berlimpah, Yusuf membangun gudang dan mengisinya dengan gandum di banyak tempat. Ketika musim
kemarau tiba dan mencekik manusia, Yusuf sudah punya solusinya.

Kembali ke awal penciptaan. Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik. (Kej. 1:31b). Jangan melanggar! Terkait dengan konteks kita sekarang berdamai dengan alam harus kita lakukan. Berdamai dengan alam berarti juga berdamai dengan pencipta-Nya. Tuhan mau kita berdamai dengan alam, kita harus menghormati alam.

Karena alam pun ciptaan-Nya. Alam ditaklukkan bukan untuk dihancurkan. Tetapi juga dikelola untuk manusia. Dan manusia bukan hanya kita, melainkan masih ada anak, cucu, dan keturunan kita. Seharusnya manusia bertanggung jawab mengelola yang Tuhan kuasakan kepada kita.

Oleh Pdt. Dr. Ir. John Foeh adalah Ketua II Majelis Sinode Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB).



Leave a Reply