Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Apakah Allah Tidak Adil? – Bagian 5




eBahana.com – Banyak orang mengklaim bahwa ketidakadilan diakibatkan oleh direstorasinya Israel ke tanah mereka. Bahkan beberapa orang-orang Kristen yang tulus memiliki pandangan sama. Meski demikian, Alkitab empatikal bahwa Allah tidak bisa melakukan ketidakadilan. Dalam Ulangan 32:3-4, dalam kata-kata penutupnya pada Israel, Musa mendeklarasikan: “Sebab nama TUHAN akan kuserukan: Berilah hormat kepada Allah kita, Gunung Batu, yang pekerjaan-Nya sempurna, karena segala jalan-Nya adil, Allah yang setia, dengan tiada kecurangan, adil dan benar Dia.”

Dari sudut pandang duniawi, sulit membedakan pola yang Allah rajut. Sering tampak bercampur aduk dan tidak berarti. Namun ketika kita melihatnya dari perspektif surga, kita setuju dengan Musa bahwa pekerjaan-Nya sempurna, dan semua jalan-jalan-Nya adil.

Ini bukan menyangkal bahwa di tingkat manusia, tindakkan-tindakkan ketidakadilan dilakukan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam kembalinya Israel ke tanah mereka. Banyak orang sudah menderita.

Dari semua pihak yang terlibat, meski demikian, tidak ada yang menderita sebanyak orang-orang Yahudi. Setelah enam juta bangsanya musnah dalam Holokaus, sisanya yang kecil harus menghadapi lebih dari empat puluh tahun pergulatan hidup dan mati untuk bertahan hidup di negeri mereka sendiri.

Masalahnya dibawah pengaruh filsafat humanistik, masyarakat Barat masa kini menganut pandangan hubungan manusia yang sesat dan tidak seimbang. Isu ini diungkapkan dalam Matius 22:36-39, dimana seorang ahli hukum (Taurat) bertanya pada Yesus: “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”

Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.

Itulah hukum yang tetutama dan yang pertama.

Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Disini kita melihat bahwa Allah mensyaratkan kita dua dimensi kasih – satu vertikal dan satunya horizontal.

Dimensi vertikal adalah kasih untuk Allah; dimensi horizontal adalah kasih untuk sesama kita. Namun dimensi vertikal yang terutama; dimensi horizontal sekunder.

Lebih jauh, hubungan horizontal bergantung pada hibungan vertikal. Jika kita tidak mengasihi Allah diatas segalanya, kasih kita kepada sesama kita tidak sesuai dengan yang Allah syaratkan.

Hal yang sama berlaku pada keadilan. Dari perspektif alkitabiah, keadilan memiliki dua dimensi – vertikal dan horizontal.

Dimensi vertikal mendefinisikan klaim yang Allah, sebagai Pencipta miliki atas seluruh umat manusia. Dimensi horizontal mendefinisikan klaim yang manusia miliki atas sesama manusia.

Pendekatan sekular pada isu-isu Timur Tengah masa kini mengabaikan dimensi keadilan. Sayangnya, banyak orang Kristen dipengaruhi dengan cara berpikir sekular ini. Meski demikian, keadilan sejati mensyaratkan kita mengakui klaim yang Allah miliki atas semua manusia, dan hanya setelah itu kita mengakui klaim yang kita miliki atas sesama kita atau mereka atas kita.

Seperti sudah kita lihat, klaim yang Allah, sebagai Pencipta, miliki atas semua bangsa-bangsa menentukan area-area yang Ia sudah bagi untuk setiap dari mereka diami. Selama manusia menolak mengakui klaim adil Allah ini atas mereka, mereka tidak akan pernah tahu keadilan sejati atau perdamaian sejati.

Dalam Kisah Para Rasul 17:31, berbicara kepada pendengar-pendengar non-Yahudi di Athena, Paulus mendeklarasikan bahwa kebangkitan Yesus dari antara orang mati menandai-Nya sebagai Hakim dan Pemerintah yang ditetapkan Allah, kepada-Nya semua manusia harus memberi tanggung jawab: “Karena Ia [Allah] telah menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati.”

Kebangkitan Yesus Kristus satu bukti fakta terbaik sejarah manusia. Karena Allah telah membuktikan, Ia mensyaratkan agar semua manusia menyerahkan diri mereka kepada otoritas-Nya. Ini dimensi keadilan vertikal utama.

Ketika penduduk-penduduk Timur Tengah mengakui klaim Allah dan berserah kepada Yesus, jalan akan dibuka bagi mereka untuk mencapai perdamaian satu sama lain.

Negosiasi-negosiasi politik hanya bisa menghasilkan perdamaian superfisial sementara.

Catatan Holokaus, yang memiliki efek besar pada takdir Israel, juga mengangkat pertanyaan-pertanyaan penting dalam bidang-bidang lain umat manusia.

Jika Allah mengijinkan penderitaan Holokaus dialami orang-orang Yahudi, umat pilihan-Nya, akankah Ia menahan penderitaan yang sama kejamnya dari orang-orang non-Yahudi yang memiliki catatan panjang mempersekusi orang-orang Yahudi? Lagi, jika Allah mengijinkan Holokaus untuk membawa orang-orang Yahudi dari Eropa selaras dengan tujuan-Nya, apa Ia akan ijinkan dialami gereja jika mereka terus menolak memenuhi tujuan yang diungkapkan Allah kepada mereka?

Dalam Roma 2, Paulus meringkas urutan dimana Allah berurusan dengan umat manusia: “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman.

Penderitaan dan kesesakan akan menimpa setiap orang yang hidup yang berbuat jahat, pertama-tama orang Yahudi dan juga orang Yunani, tetapi kemuliaan, kehomatan dan damai sejahtera akan diperoleh semua orang yang berbuat baik, pertama-tama orang Yahudi, dan juga orang Yunani” (Roma 2:6-10).

Allah mengelola berkat dan penghakiman dalam urutan tertentu: pertama bagi orang Yahudi dan juga bagi orang non-Yahudi. Ia senang mencurahkan berkat, dan Ia lambat mengelola penghakiman. Meski demikian, ketidaktaatan terus menerus akan pada akhirnya mem-provokasi penghakiman-Nya.

Orang-orang Kristen siap mengaplikasikan prinsip ini bagi orang-orang Yahudi, namun kita perlu bertanya pada diri kita, “Bagaimana ini berlaku bagi gereja?”

Kasih Allah bagi gereja, seperti kasih-Nya bagi Israel, kekal abadi. Ia memiliki rancangan untuk gereja dengan berkat dan hak istimewa besar. Pada saat ini, meski demikian, sebagian besar gereja tidak berserah atau hidup dalam rancangan Allah.

Dalam Matius 28:19-20 dan Markus 16:15, Yesus memerintahkan murid-murid-Nya untuk pergi keseluruh dunia dan menjadikan murid-murid dari setiap bangsa. Perintah ini tidak pernah dibatalkan, tidak ditujukan pada sebagian kecil gereja; melainkan di tujukan pada seluruh gereja.

Ada banyak cara berbeda dimana orang-orang Kristen bisa melakukan peran mereka dalam melaksanakan perintah ini, namun tanggungjawab keseluruhan harus ditanggung seluruh gereja. Mencakup doa kita, keuangan kita, aktifitas kita, dan setiap prioritas dalam hidup kita.

Tidak ada orang Kristen dikecualikan.

Ketika kita berdiri dihadapan pengadilan takhta Kristus, setiap dari kita harus siap memberi jawaban pribadi pada pertanyaan, “Apa bagian yang kita perankan dalam mem-proklamasikan injil kerajaan-Nya kepada semua bangsa-bangsa?”

Namun pada saat ini, kemungkinan kurang dari 5 persen dari gereja memiliki komitmen dengan cara signifikan mem-proklamasikan injil kerajaan kepada semua bangsa-bangsa. Jika ditantang tentang ini, orang-orang Kristen akan kemungkinan mengatakan macam-macam jawaban berbeda. Berikut contohnya: “Saya tahu Allah memanggil saya untuk ke Afrika, namun saya sekarang sudah menikah, dan kita ingin memiliki keluarga….

Saya bisa memberi untuk pekerjaan ini, namun kita memiliki begitu banyak hutang – pembayaran cicilan hutang kita tinggi….

Saudara saya selalu berdoa karena ia memiliki waktu. Saya terlalu sibuk dengan pekerjaan saya…

Beberapa dari jawaban-jawaban ini terdengar seperti apa yang orang-orang Yahudi katakan untuk bisa terus tinggal di Jerman setelah Hitler naik ke tampuk kekuasaan pada 1933. Daya tarik kenyamanan dan keamanan yang menipu sudah membutakan banyak orang Kristen, seperti banyak orang Yahudi dibutakan pada indikasi jelas skema kejam Hitler dan bahkan pada peringatan-peringatan nabi-nabi mereka sendiri.

Sebagai contoh, Allah berkata mengenai mereka dalam Yeremia 16:15-16: “Sebab Aku akan membawa mereka pulang ke tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyang mereka.

Sesungguhnya, Aku mau menyuruh banyak penangkap ikan, demikianlah firman TUHAN, yang akan menangkap mereka, sesudah itu Aku mau menyuruh banyak pemburu yang akan memburu mereka dari atas segala gunung dan dari atas segala bukit dan dari celah-celah bukit batu.”

Semua ini digenapi dengan tepat pada tahun-tahun sesudah 1933. Pertama Allah menyuruh “penangkap ikan” – orang seperti Ze’ev Jabotinsky, satu dari perintis-perintis awal Yahudi di Palestina – yang memperingatkan orang-orang Yahudi di Jerman, “Tidak ada masa depan bagimu disini. Kembali ke tanahmu sendiri sementara pintu-pintu masih terbuka.”

Tapi pemimpin-pemimpin Yahudi di Jerman meremehkan peringatan-peringatan itu dan terus mengatakan mereka aman dan makmur disana. Pada waktu mereka siap mengakui fakta riil mengenai niat Hitler, pintu-pintu untuk lolos tertutup bagi sebagian besar dari mereka.

Setelah itu, dalam penggenapan peringatan profetik-Nya, Allah melepasakan “pemburu-pemburu” – Nazi – yang secara harfiah “memburu mereka dari atas segala gunung dan dari atas segala bukit dan dari celah-celah bukit batu.” Pada akhirnya, enam juta orang-orang Yahudi di Eropa musnah.

Saat ini mudah bagi orang-orang Kristen yang percaya Alkitab melihat bagaimana peringatan-peringatan Allah pada orang-orang Yahudi secara nyata digenapi. Kita perlu ingat, meski demikian, tidak ada pribadi favorit dengan hak istimewa dihadapan Allah. Prinsip-prinsip keadilan-Nya sama untuk orang-orang Kristen seperti mereka untuk orang-orang Yahudi. Allah berkata kepada Israel – melalui nabi yang sama Yeremia – “Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal” (Yeremia 31:3). Namun kasih-Nya untuk Israel tidak membuat Dia menahan penghakiman-penghakiman yang Ia sebelumnya nyatakan pada mereka melalui mulut nabi ini.

Allah mengasihi gereja juga, dengan kasih yang kekal, namun kasih-Nya tidak membatalkan perintah-perintah yang Ia sudah berikan dalam Perjanjian Baru. Apa yang Ia inginkan dari gereja adalah kerelaan taat sepenuh hati pada perintah-perintah ini. Namun jika Ia tidak menerima ketaatan ini, Ia mungkin menemukan cara lain untuk membawa gereja sejalan dengan kehendak-Nya.

Gereja pada saat ini tampaknya mengikuti jalur berbahaya sama seperti orang-orang Yahudi di Jerman ketika Hitler naik ke tampuk kekuasaan. Orang-orang Kristen yang tak terhitung jumlahnya hari ini begitu terjerat khayalan-khayalan kenyamanan dan keamanan sehingga mereka mengabaikan perintah jelas Yesus untuk memberitakan injil kerajaan-Nya kepada semua bangsa-bangsa.

Apakah mungkin Allah akan mengijinkan sesuatu setara Holokaus dialami gereja yang dengan keras kepala terus mengabaikan perintah-perintah dan peringatan-peringatan-Nya? Ini bukan hanya isu teologikal. Ini pertanyaan yang sangat riil dan mendesak, kita perlu menjawab.

Oleh LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply