Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Antara Kutuk, Salib, dan Kasih Karunia




eBahana.com – Tidak realistik hidup dalam berkat dan bersikap seolah-olah tidak ada kutuk – karena kutuk itu sangat riil. Faktanya Alkitab menyatakan jelas. Kebanyakan orang tidak sepenuhnya mengerti, bahwa kutuk bisa memengaruhi hidup kita. Kutuk terjadi karena ada penyebabnya. Ini dinyatakan dalam Amsal 26:2: “Seperti burung pipit mengirap dan burung layang-layang terbang, demikianlah kutuk tanpa alasan tidak akan kena.” Jadi kutuk kena pada kita karena ada alasannya. Kutuk datang karena ada penyebabnya.
Penyebab kutuk dinyatakan dalam kitab Ulangan 28:15 “Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau.”

Sekali lagi, terjemahan frasa, “taatilah Tuhan” arti sebenarnya sama dengan “mendengarkan suara Tuhan.” Jadi alasan kenapa kutuk datang ada dua: jika engkau tidak mendengarkan suara Tuhan dan jika engkau tidak mentaati apa yang Ia perintahkan. Dengan kata lain, kutuk datang untuk alasan yang berlawanan dengan datangnya berkat. Berkat datang melalui mendengarkan dan mentaati. Kutuk datang melalui tidak mendengarkan dan tidak mentaati. Ini sangat logikal dan sangat praktikal.

Mari kita lihat kutuk karena ketidaktaatan. Kita sudah melihat poin dasar meninggalkan Allah dengan tidak mendengarkan suara-Nya.

Jika kita telusuri sejarah klan dan suku atau bangsa yang sudah meninggalkan Allah, kutuk selalu dimulai disana. Mereka berhenti mendengarkan suara Allah. Sering awalnya halus tak kentara dan sulit di diteksi. Mereka, secara eksternal, masih kelihatan bisa menyesuaikan diri pada perintah-perintah Allah untuk jangka waktu panjang, setelah mereka sebenarnya sudah berhenti mendengarkan Allah. Namun jika ditelusuri masalah mereka ke sumbernya, dimulai ketika mereka sudah tidak lagi mendengarkan suara Allah.

Daftar seluruh kutuk sangat panjang, totalnya 53 ayat. Kita perlu membaca seluruhnya untuk kepentingan diri kita sendiri. Jika kita membaca seluruh daftar kutuk, kita akan menemukan kemungkinan kita sedang mengalami kutukan ketika kita seharusnya sudah menikmati berkat. Fakta ini mungkin bisa merubah seluruh hidup dan gaya hidup kita.

Mari kita belajar beberapa bidang mengenai kutuk.

Salah satu bidang adalah “mental dan emosional,” Dikatakan dalam Ulangan 28:20: “TUHAN akan mendatangkan kutuk, huru-hara (kebingungan) dan penghajaran (frustasi) ke antaramu dalam segala usaha yang kaukerjakan.” Dua kutukan kebingungan dan frustasi.
Segala sesuatu yang engkau lakukan menjadi salah.

Ulangan 28:28: “TUHAN akan menghajar engkau dengan kegilaan….dan kehilangan akal.” Juga, ayat 34: “Engkau akan menjadi gila karena apa yang dilihat matamu.” Menjadi gila adalah kutukan. Kehilangan akal (kebingungan) adalah kutukan.

Ulangan 28:65: “TUHAN akan memberikan di sana kepadamu hati yang gelisah, mata yang penuh rindu dan jiwa yang merana.” Kutuk itu adalah kecemasan, keletihan dan putus asa atau hilang harapan.

Kita melihat begitu banyak orang diseluruh kota besar, berjalan keliling, tunduk dibawah kutukan dan tidak tahu kenapa ada kutukan.

Bidang lain adalah fisikal, daftarnya panjang dan komprehensif.

Ulangan 28:21: “TUHAN akan melekatkan penyakit sampar kepadamu.” Perhatikan bahwa sampar melekat; tidak bisa digoyangkan.

Ulangan 28:22: “TUHAN akan menghajar engkau dengan batuk kering, demam, dengan kepialu (sakit kepala), sakit radang. Tiga kutuk: batuk kering, demam dan sakit radang.

Ulangan 28:27: “TUHAN akan menghajar engkau dengan barah (bisul) Mesir, dengan borok, dengan kedal (penyakit kulit) dan kudis, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh.” Kutuk itu adalah barah, borok, kedal dan kudis.

Ulangan 28:35: “TUHAN akan menghajar engkau dengan barah jahat, yang dari padanya engkau tidak dapat sembuh, pada lutut dan pahamu, bahkan dari telapak kakimu sampai kepada batu kepalamu.”barah (bisul) merupakan kutuk.

Ulangan 28:59: “TUHAN akan menimpakan pukulan-pukulan yang ajaib kepadamu, dan kepada keturunanmu, yakni pukulan-pukulan yang keras lagi lama dan penyakit-penyakit yang jahat lagi lama.” Gambaran mengerikan dan buruk sekali. Semua itu kutukan – wabah luar biasa, penyakit-penyakit kronis.

Ulangan 28:60: “Ia mendatangkan pula wabah Mesir, yang kautakuti itu kepadamu, sehingga semuanya itu melekat padamu.”

Ulangan 28:61: “Juga berbagai-bagai penyakit dan pukulan, yang tidak tertulis dalam kitab Taurat ini, akan ditimbulkan TUHAN menimpa engkau, sampai engkau punah.” Jadi bukan hanya semua penyakit dan wabah yang tertulis dalam kitab Taurat, namun semua yang tidak tertulis. Dengan kata lain, setiap jenis penyakit dan setiap jenis wabah bagian dari kutuk.

Ada beberapa bidang lain dari kutuk. Satu bidang adalah hubungan keluarga. Hubungan keluarga yang salah merupakan kutukan.
Sebagai contoh dalam Ulangan 28:30: “Engkau akan bertunangan dengan seorang perempuan, tetapi orang lain akan menidurinya.” Dan Ulangan 28:32: “Anak-anakmu lelaki dan anak-anakmu perempuan akan diserahkan kepada bangsa lain, sedang engkau melihatnya dengan matamu sendiri, dan sehari-harian engkau rindu kepada mereka, dengan tidak dapat berbuat apa-apa.”

“Kemiskinan” bagian dari kutukan. Dalam Ulangan 28:29: “engkau meraba-raba pada waktu tengah hari, seperti seorang buta meraba- raba di dalam gelap; perjalananmu tidak akan beruntung.” Alkitab konsisten. Aspek kutukan ini digambarkan lagi lebih lengkap dalam Ulangan 28:47: “Karena engkau tidak mau menjadi hamba kepada TUHAN, Allahmu, dengan sukacita dan gembira hati walaupun kelimpahan akan segala-galanya.”

Ayat ini menyatakan kehendak positif Allah bagi umat-Nya. Kita harus melayani Allah dengan sukacita dan gembira agar menerima segala kelimpahan. Namun, jika melalui ketidakpercayaan dan ketidaktaatan kita masuk kedalam kehendak positif Allah, maka alternatif negatif berada dihadapan kita. Dalam ayat 48: “maka dengan menanggung lapar dan haus, dengan telanjang dan

kekurangan akan segala-galanya engkau akan menjadi hamba kepada musuh yang akan disuruh TUHAN melawan engkau.”

Perhatikan daftar itu: kelaparan, haus, telanjang dan kekurangan segala-galanya. Gambarkan tidak ada makanan, tidak ada baju – tidak punya apa-apa. Disimpulkan dalam satu kata: “Kemiskinan.” Bahkan kemiskinan absolut. Tidak ada kemiskinan lebih dari itu.
Apakah ini kutuk atau berkat? Jawabannya: kemiskinan absolut adalah kutuk.

Ada kutuk-kutuk lain dalam ayat-ayat Ulangan 28. Daftar lengkap katagori kutukan:

kehinaan, penyakit mental dan fisikal, keretakan keluarga, kemiskinan, kekalahan, penindasan, kegagalan, tidak mendapat hak istimewa dari Allah.

Kita akan mempelajari jalan dimana Yesus sudah menyelesaikan kutuk-kutuk ini mewakili kita agar kita bisa dibebaskan secara total dari efek-efek kutukan.

Prinsip dasar yang secara konsisten ditekankan sepanjang Kitab Suci adalah ketaatan pada Allah membawa pemeliharaan-Nya dalam semua bidang kehidupan kita. Ulangan 28 mendaftar semua berkat yang mengikuti ketaatan pada Allah dan, sebaliknya, semua kutuk yang mengikuti ketidaktaatan. Kita melihat kemakmuran didaftar di bawah berkat, sementara kemiskinan didaftar di bawah kutuk.

Setiap dari kita perlu dengan rendah hati dan kejujuran berhadapan dengan pewahyuan Firman Allah. Kita harus mengakui bahwa kadang kala kita gagal memenuhi syarat-syarat untuk menerima berkat-berkat Allah; dan di lain pihak kita sudah melakukan hal-hal

yang membuka diri kita pada kutuk. Akibatnya, kita sebenarnya sedang mengalami kutukan dalam berbagai bidang kehidupan kita.

Namun syukur kepada Allah! – Ia sudah menyediakan jalan kelepasan dari kutuk. Ini membawa kita ke kayu salib. Salah satu dari dasar kebenaran pewahyuan adalah di kayu salib pertukaran ilahi yang di tahbiskan terjadi. Yesus – Anak Allah yang taat, tidak berdosa – mengambil alih atas dirinya sendiri semua kejahatan yang harus di tanggung umat manusia melalui keadilan ilahi karena pemberontakkan dan ketidaktaatan kita. Sebagai balasannya kita, melalui iman, bisa menerima semua kebaikan karena ketaatan sempurna Yesus. Lebih sederhana dinyatakan, Yesus mengambil semua kejahatan yang kita layak terima, agar kita menerima semua kebaikan yang Ia layak terima.

Kelepasan disediakan bagi kita hanya melalui satu cara, dan itu penebusan, pengganti, kematian pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib.

Kitab Suci mengungkapkan banyak aspek mengenai pertukaran ini, yang dinubuatkan tujuh ratus tahun sebelum terjadi. Dalam Yesaya 53:6, nabi berkata, “Kita sekalian sesat seperti domba, masing- masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”

Semua penulis Perjanjian Baru percaya pribadi yang disebut disitu adalah Yesus.

“TUHAN telah menimpakan kepadanya (Yesus) kejahatan kita sekalian.”

Terjemahan “menimpakan” secara harfiah “dipertemukan bersama.”

Terjemahan kata “kejahatan” berarti “pemberontakkan.” Namun juga berarti “semua akibat kejahatan-kejahatan dari pemberontakkan.” Jadi, Tuhan telah menimpakan pada Yesus pemberontakkan dan semua akibat-akibat kejahatan pemberontakkan kita.

Pemberontakkan kita dalam ini: bahwa kita telah sesat. Setiap dari kita telah berbalik pada jalannya sendiri. Ini masalah dasar umat manusia. Bukan kita semua sudah melakukan dosa-dosa spesifik seperti pembunuhan atau perzinahan atau perampokkan.
Melainkan ada satu pemberontakkan yang kita lakukan bersama:

Setiap dari kita sudah berbalik pada jalannya sendiri. Itu pemberontakkan. Itu akar masalah kemanusiaan: pemberontakkan terhadap Allah – berbalik dari jalan-Nya ke jalan kita sendiri. Dan pemberontakkan itu dan semua akibat-akibat jahatnya “dipertemukan bersama” oleh Tuhan dengan Yesus di kayu salib.

Ada banyak aspek dari akibat-akibat jahat itu. Sebagai contoh, Yesus tertikam agar oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh (Yesaya 53:4- 5). Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah (2 Korintus 5:21). Dia ditolak oleh Bapa agar kita diterima oleh Bapa (Matius 27:46; Efesus 1:5-6). Dia mati kematian kita agar kita memiliki kehidupan-Nya (Ibrani 2:9; Yohanes 3:16). Kita akan fokus pada satu aspek pertukaran yang berhubungan dengan satu kutuk yang datang pada kita karena pemberontakkan kita – kutukan “kemiskinan.”

Paulus membahas pengganti (substitusi) pengorbanan kematian Yesus secara spesifik dalam Galatia 3:13-14: “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!”

Yesus Kristus telah melakukan ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga oleh iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.”

Dua kata diletakkan disini secara kontras satu sama lain: “kutuk” dan “berkat.” Di kayu salib, kutuk pelanggaran hukum ditimpakan pada Yesus. Dia dibuat menjadi kutuk. Bukti fakta Ia tergantung di kayu salib (dikutip dari Ulangan 21:23). Tergantung antara surga dan bumi, Yesus tergantung pada pohon yang sudah menjadi salib – ditolak oleh manusia dan ditinggalkan oleh Allah, terpisah total, terputus, sendirian. Bisa kita simpulkan dalam satu kata jahat, buruk: terkutuk.

Yesus menjadi kutuk agar kita bisa menerima alternatifnya: berkat. Satu dari tema Galatia adalah, melalui iman, kita menjadi anak-anak Abraham. Sebagai anak-anak Abraham, kita berhak mendapatkan berkat Abraham. Allah memberkati Abraham karena ia mentaati suara Allah. Berkat itu sekarang menjadi warisan kita untuk satu alasan utama: karena Yesus menanggung kutuk.

Dengan kata lain, berkat Abraham memenuhi setiap bidang kehidupan kita – spiritual, emosional, fisikal, finansial, hubungan dengan manusia. Segala sesuatu termasuk, kelimpahan disediakan bagi kita melalui pengorbanan kematian Yesus. Yesus menjadi kutuk. Ia tergantung disana, didemonstrasikan sebagai kutuk.
Kutukan pelanggaran hukum dijatuhkan atas diri-Nya agar berkat

ketaatan disediakan bagi kita ketika kita percaya, dan itu cara pembebasan Allah dari kutuk.

Sehubungan dengan ini Paulus menekankan satu berkat khusus dalam Galatia 3:14: “Roh yang telah dijanjikannya itu.” Ada alasan praktikal untuk itu. “Berkat Roh Kudus yang dijanjikan adalah kunci kepada semua berkat-berkat lain.” Begitu kita meletakkan iman kita pada penebusan kematian Kristus mewakili kita, kita secara legal menjadi “ahli waris Allah dan ahli waris bersama Kristus” (Roma 8:17). Kita menjadi anggota keluarga Allah, berhak menerima semua yang dijanjikan pada Abraham (Galatia 3:7-9, 29). Namun Roh Kudus yang ditetapkan sebagai pengelola ilahi warisan kita. Ia sendiri bisa membawa kita kedalam seluruh warisan, mengalami kesenangan yang secara legal sudah menjadi milik kita melalui iman dalam kematian Kristus. Tanpa pertolongan-Nya, kita hidup tidak lebih baik daripada “yatim piatu,” tidak bisa mendapatkan semua yang Allah telah sediakan bagi kita (Yohanes 14:16-18).

Dengan mengakui ketergantungan kita pada Roh Kudus, maka, kita bisa mengklaim warisan kita. Apa “berkat Abraham” yang Kristus telah beri kita hak? Jawabannya jelas dan komprehensif ditemukan dalam Kejadian 24:1: “Abraham diberkati TUHAN dalam segala hal.” Berkat Abraham termasuk segala hal – apakah sementara atau kekal, spiritual atau material. Melalui kematian Kristus mewakili kita, setiap bidang kehidupan kita bisa keluar dari bayangan kegelapan kutuk kedalam seluruh terang berkat Allah.

Ini yang Yesus katakan dalam Yohanes 16:13-15: “Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan

dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang.

Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.

Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya; sebab itu Aku berkata: Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterima-Nya dari pada-Ku.”

Jadi, kita melihat, segala sesuatu dalam alam semesta pada awalnya milik Allah Bapa, dan Allah Bapa sudah menyerahkan segala sesuatu pada Allah Anak. Yesus berkata, “Segala sesuatu yang Bapa punya, adalah Aku punya.” Namun Roh Kudus adalah pengelola warisan semua kekayaan Allah Bapa.

Roh Kudus yang mengambil segala sesuatu milik Kristus dan menyingkapkan kepada kita. Roh Kudus yang mengarahkan kita kedalam seluruh kebenaran. Roh Kudus yang memperlihatkan kita warisan kita dan memperlihatkan kita bagaimana untuk masuk dan mengklaimnya.

Kita perlu melihat dua fakta ini secara berdampingan. Dasar legal untuk dibebaskan dari kutuk melalui kematian pengganti (substitusi) penebusan Yesus di Kayu salib. Ia menjadi kutuk agar kita bisa menerima berkat. Namun proses praktikal untuk masuk kedalam berkat bergantung pada hubungan kita dengan Roh Kudus.

Roh Kudus adalah penuntun. Ia penterjemah.

Ia pengelola. Ia pengurus seluruh kekayaan Kerajaan Allah. Dan jadi, untuk melewati dari teori kepada pengalaman, dari teologi kepada

mendapatkan yang Allah ingin kita miliki, kita harus bergantung pada Roh Kudus.

Itu yang Paulus tekankan, khususnya, dalam melewati dari kutuk kepada berkat, kita perlu menerima janji Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi yang bisa menunjukkan kita warisan kita. Ia bisa mengiluminasi Kitab Suci. Ia bisa menunjukkan kepada kita apa itu kutuk dan apa itu berkat. Ia bisa menunjukkan kepada kita syarat- syarat yang harus kita penuhi, dan Ia bisa memberi kita kasih karunia, iman, hikmat, untuk memenuhi syarat-syarat itu. Itu cara Allah membebaskan kita dari kutuk.

Mari kita fokus pada satu aspek khusus dari kutuk yang Yesus tanggung mewakili kita – kutuk kemiskinan. Kutuk ini dipresentasikan dalam bentuk paling absolutnya dalam Ulangan 28:48. Disimpulkan dalam empat bagian: lapar, haus, telanjang dan keinginan semua hal. Dan itu apa yang Yesus alami di kayu salib.

Yesus secara total mengalami kutukan dalam semua aspeknya. Ia lapar – Ia belum makan hampir satu hari. Ia haus – satu dari ucapan- ucapan-Nya terakhir, “Aku haus.” Ia telanjang – prajurit-prajurit Romawi melepas semua bajunya dan membaginya diantara mereka. Ia membutuhkan semua hal – Ia tidak memiliki jubah maupun kuburan untuk penguburan. Ia tidak memiliki apa-apa. Kenapa?
Karena dalam tujuan ilahi Allah, Ia mengambil alih kutukan mewakili kita.

Ini memberi kita dasar untuk iman kita untuk kelimpahan Allah. Kita bisa melihat finalitas absolut pertukaran. Yesus mengambil kutuk kemiskinan agar kita menerima berkat Abraham “dalam semua hal”
– agar kita menerima warisan kita sepenuhnya, yang di kelola oleh Roh Kudus.

Semua kasih karunia hanya datang melalui jalan Kalvari. Semua yang Allah tawarkan dalam kasih karunia adalah berdasarkan apa yang Yesus Kristus lakukan melalui pengorbanan kematian pengganti (substitusi) di kayu salib. Kelimpahan berkat finansial ditawarkan karena Yesus dibuat menjadi miskin dengan kemiskinan kita. “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2 Korintus 8:9).

Yesus mengambil kejahatan, yakni kemiskinan, agar kita memiliki kebaikan, yakni kekayaan. Yesus mengambil kemiskinan kita agar kita memiliki kekayaan-Nya.

Perhatikan pertukaran itu. Sama tepat dengan pertukaran pada subjek dosa atau penyakit atau pertukaran-pertukaran besar lain yang terjadi di Kalvari. Segala kejahatan diletakkan diatas Yesus agar segala kebaikan bisa turun atas kita. Yesus dibuat menjadi kutuk agar kita menerima berkat dan Ia dibuat miskin. Kenapa? Agar kita menjadi kaya.

Jika kita berpikir kemiskinan adalah kudus, kenapa kita memerangi kekudusan seluruh hidup kita? Harus logikal. Jika kita berpikir kemiskinan adalah berkat, seperti beberapa orang katakan, kenapa kita tidak mengkultivasinya? Harus konsisten: arahkan menjadi miskin. Sebaliknya, kita membuang berjam-jam waktu setiap minggu menghindari kemiskinan.

Kebodohan yang kita sudah pertahankan begitu lama dengan usaha kepura-puraan bahwa kemiskinan adalah berkat. Bahaya yang diakibatkan pada pekerjaan Allah. “Ia menjadi miskin, agar kita

melalui kemiskinan-Nya menjadi kaya.” Itu tidak cocok dengan banyak orang-orang agamawi. Namun, pada waktu kita selesai disini, kita akan percaya atau tidak percaya Alkitab. Itu satu-satunya alternatif.

Kapan Yesus menjadi miskin? Ingat perbedaan antara “kekayaan” dan “kelimpahan.” Yesus tidak “kaya” dalam arti memiliki banyak uang di bank atau banyak kepemilikan material. Namun seperti sudah kita lihat. Ia memiliki kelimpahan.

Ia tidak pernah kuatir. Ia tidak pernah bingung. Ia tidak pernah tertekan. Ia tidak pernah panik. Ia dengan tenang sepenuhnya mengendalikan situasi. Ia tidak pernah meragukan bahwa kebaikan Bapa-Nya akan memelihara segala sesuatu yang Ia butuhkan. Dan Bapa tidak pernah gagal pada-Nya. Itu bukan kemiskinan.
Kemiskinan adalah lapar, haus, telanjang dan membutuhkan semua hal.

Jadi kapan Yesus menjadi miskin? Ia mulai menjadi miskin pada saat Ia di identifikasikan dengan dosa-dosa kita. Dari saat itu dan seterusnya, Ia masuk lebih dalam dan lebih dalam kedalam kemiskinan sampai di kayu salib Ia merepresentasikan kemiskinan absolut.

Mari kita hadapi fakta ini, kemiskinan-Nya bukan hanya “spiritual.” Ia juga secara fisikal dan material miskin. Karenanya, berdasarkan hukum logika, kekayaan kita bukan hanya “spiritual.” Yesus secara absolut menjadi miskin dalam arti fisikal, material agar kita menjadi kaya dalam arti memiliki setiap kebutuhan fisikal dan material kita dipenuhi dan masih memiliki sisa untuk orang lain. Mari kita lihat aspek krusial kelimpahan selanjutnya.

Allah tidak pelit. Ia tidak memberi hanya cukup. Ia memberi cukup dan lebih. Itu kelimpahan. Kasih karunia Allah menyediakan kelimpahan mengalir.

Pewahyuan bahwa Yesus mengambil kemiskinan kita agar kita bisa menerima berkat didukung banyak nas-nas Kitab Suci dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Mari kita lihat ayat lain dari 2 Korintus. Ayat ini dan ayat yang di kutip dalam pasal terakhir mudah diingat, karena pada ayat ini hanya dibalik: 2 Korintus 8:9 dan 2 Korintus 9:8. Dua ayat ini mempresentasi pembebasan penuh yang Kristus sudah capai bagi kita dari kutuk kemiskinan. “Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Korintus 9:8).

Dalam bahasa Yunani rasul Paulus menggunakan kata Yunani untuk “semua” dalam satu bentuk.

Allah sanggup melimpahkan “semua” kasih karunia kepada kamu, supaya kamu “semua” senantiasa berkecukupan “semua” di dalam “semua” hal, malah berkelebihan di dalam pelbagai “semua” kebajikan.

Dalam ayat itu, ada dua “kelimpahan” dan lima “semua.” Bahasa tidak bisa lebih eksplisit dari itu. Bagaimana bisa menggunakan bahasa lebih jelas untuk mengekspresikan penuh kelimpahan? Allah melimpahkan semua kasih karunia kepada kita agar kita selanjutnya melimpahkan melalui setiap perbuatan baik, dan tidak ada pengecualian. Dimana ada ruang untuk kekurangan dalam ayat itu? Tidak ada yang ditinggalkan. Allah sanggup melimpahkan semua kasih karunia kepada kita agar dalam semua hal dan pada setiap

waktu, memiliki semua yang kita butuhkan, sehingga kita mampu melimpahkan melalui setiap perbuatan baik.

Namun pengakuan iman kita pribadi: “Percaya dalam hati, dan mengaku dengan mulut.” Kita bisa membuat lebih pribadi dengan cara berikut: “Allah sanggup melimpahkan semua kasih karunia kepada saya; agar saya, selalu memiliki semua kecukupan dalam semua hal, dan bisa melimpahkan melalui setiap perbuatan baik.”

Itu pemeliharan Allah. Ketika kutuk kemiskinan diambil Yesus, kelimpahan Allah disediakan bagi kita.

Nas ini deskripsi kasih karunia Allah. Menarik dalam pasal 8 dan 9 dari 2 Korintus, yang berurusan dengan uang, kata kuncinya adalah “kasih karunia” terjadi tujuh kali dalam pasal 8 dan dua kali dalam pasal 9. Kita tidak mengkotbahkan hukum, melainkan kita mengkotbahkan kasih karunia dalam alam finansial. Segala sesuatu yang kita terima dari kasih karunia datang melalui Yesus Kristus. “Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Kristus” (Yohanes 1:17).

Sudah jelas, kasih karunia yang bekerja dalam alam uang. Kitab Suci berkata mengenai Yesus, “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia” (Yohanes 1:16).
Yesus adalah pemberi yang murah hati dan satu dari kasih karunia yang kita terima dalam Yesus Kristus adalah kasih karunia memberi. Setiap kasih karunia yang ada dalam Yesus dimanifestasikan dalam orang percaya. Jadi Paulus – dalam berbicara mengenai memberi – menyebutnya kasih karunia. Bukan hukum, melainkan kasih karunia. Ini yang Paulus katakan: “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, – dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam

kasihmu terhadap kami – demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini” (2 Korintus 8:7).

Apa “kasih karunia ini”? Kasih karunia yang diucapkan disini adalah kasih karunia memberi. Orang-orang Korintus melimpah dalam karunia-karunia spiritual. Mereka memiliki karunia-karunia ucapan, mereka memiliki karunia-karunia pengetahuan, mereka sangat giat dan rajin. Mereka mengasihi Paulus, namun ia berkata, “Ada satu kasih karunia engkau masih harus demonstrasikan: kasih karunia memberi.

Lihat bahwa engkau melimpah dalam kasih karunia ini juga.”

Sedikit orang-orang Kristen benar-benar mengerti kodrat kasih karunia Allah. Kita perlu, karenanya, menunjukkan tiga prinsip dasar yang mengatur kerja kasih karunia Allah.

Pertama, “kasih karunia tidak bisa dihasilkan.” Sebenarnya apa pun yang bisa dihasilkan bukan kasih karunia. “Tetapi jika hal terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan (yang kita hasilkan), sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.” (Roma 11:6). Ini mengecualikan orang-orang paling agamawi dari kasih karunia Allah, karena mereka berpikir mereka bisa menghasilkannya.

Kedua, “hanya ada satu jalan kasih karunia.”

“Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Kristus” (Yohanes 1:17). Bentuk apapun dari kasih karunia yang datang pada kita datang hanya melalui Yesus Kristus.

Ketiga, “hanya ada satu cara dimana kita bisa memperoleh kasih karunia Allah – dan itu iman.” Ini disimpulkan dalam tiga frasa dalam Efesus 2:8-9: “karena kasih karunia…oleh iman…bukan hasil pekerjaanmu.”

Sedikit orang-orang Kristen menyadari bahwa kasih karunia berlaku dalam alam pemeliharaan finansial dan material sebanyak seperti dalam bidang lain kehidupan kita. Sebagai contoh, beberapa orang Kristen menentang bahwa dalam penekanan alkitabiah kasih lebih penting dari pada uang. Itu tidak bisa dipisahkan. “Pasal uang” (1 Korintus 13) mengandung tiga belas ayat. “Pasal-pasal uang” dalam 2 Korintus mengandung 39 ayat – tiga kali lebih banyak. Beberapa mengatakan Perjanjian Baru tidak mengatakan apa-apa mengenai uang, namun ini terbukti sebaliknya.

Juga, ada syarat-syarat yang berhubungan dengan janji-janji Kitab Suci. Mengenai keuangan, Kitab Suci memperingatkan kita secara spesifik terhadap ketidakbertanggungjawaban (Amsal 10:4; terhadap kemalasan (Amsal 24:30-34); dan ketidakjujuran (Efesus 4:28). Selama kita bersalah dalam dosa-dosa ini, kita tidak memiliki hak mengharapkan kasih karunia Allah untuk bekerja dalam bidang keuangan dalam kehidupan kita. Sebagai orang-orang Kristen, kita berkewajiban untuk jujur, kerja keras dan bertanggungjawab.

Namun semua kerja keras dan tanggungjawab kita sendiri tidak menghasilkan kita pemeliharaan yang kita bicarakan disini.
Pemeliharaan seperti itu tidak bisa dihasilkan. Bisa diterima hanya dengan kasih karunia melalui iman. Kasih karunia Allah, ketika kita menerimanya dengan iman, mengangkat kita ke tingkat lebih tinggi daripada yang kita bisa hasilkan. Ini benar dalam setiap bidang kehidupan kita – finansial dan material – tidak kurang daripada spiritual.

Menyadari kebenaran ini mengarahkan kita pada perbedaan logikal penting – satu yang sering tidak diperhatikan. Perbedaan antara “menghasilkan kasih karunia Allah,” yang mustahil, dan “memenuhi syarat-syarat Allah,” yang menjadi kewajiban.

Di satu pihak, kita tidak bisa menghasilkan kelimpahan Allah, yang hanya datang melalui kasih karunia. Dilain pihak, kita harus memenuhi syarat-syarat yang Allah letakkan untuk menerima kelimpahan-Nya melalui iman. Sebaliknya, jika kita tidak memenuhi syarat-syarat, iman kita tidak memiliki fondasi alkitabiah.
Sebenarnya bukan iman, melainkan hanya anggapan atau praduga.

Kita maka kembali pada syarat-syarat yang Kitab Suci letakkan dihadapan kita – prinsip-prinsip tertentu untuk dimengerti, langkah- langkah untuk diikuti dan syarat-syarat untuk dipenuhi jika kita ingin menerima pemeliharaan penuh Allah dalam kehidupan kita.

 

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply