Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Allah Hakim Semua




eBahana.com – Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa doktrin-doktrin tertentu lebih penting daripada yang lain dan karenanya, harus dipelajari lebih dulu. Alkitab memberi daftar enam dasar, atau doktrin fondasional. “Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, yaitu ajaran tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan hukuman kekal” (Ibrani 6:1-2).

Enam fondasi doktrin Kristus dalam daftar diatas adalah: pertama, pertobatan dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia; kedua, kepercayaan (iman) kepada Allah; ketiga, pelbagai pembaptisan (jamak); keempat, penumpangan tangan; kelima, kebangkitan orang-orang mati; keenam, hukuman kekal.

Kita sekarang meneruskan dengan doktrin “hukuman kekal”; urutan keenam dari enam fondasi doktrin Kekristenan.

Kita akan mempelajari bagian terakhir doktrin foundasional hukuman kekal.

Kita akan mempelajari dua aspek penghakiman ilahi: pertama, pewahyuan Kitab Suci mengenai Allah sebagai Hakim semua orang; kedua, prinsip-prinsip bagaimana hukuman Allah dilaksanakan.

Sebagai pengantar pada pengajaran Alkitab mengenai Allah sebagai Hakim, kita kembali ke Ibrani. “Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel” (Ibrani 12:22-24).

Tiga ayat ini mempresentasikan gambaran Allah ditempat kediaman surgawi-Nya dan orang-orang benar dan sudah ditebus yang tinggal dengan-Nya disana. Kunci pada analisis ayat-ayat ini adalah yang nomer tiga.

Pertama, ayat-ayat ini dibagi secara alamiah menjadi tiga bagian: pertama, deskripsi tempat tinggal Allah; kedua, penyebutan satu per satu mereka yang hidup dengan Allah; ketiga, presentasi Allah Sendiri.

Lalu tiap tiga bagian secara alamiah dibagi kedalam tiga subdivisi.

Deskripsi tempat tinggal Allah ada tiga: pertama, “Gunung Sion”; kedua, “Kota Allah yang hidup”; ketiga, “Yerusalem sorgawi.”

Penyebutan satu demi satu mereka yang tinggal disana begitupula ada tiga: pertama, “beribu-ribu malaikat”; kedua, “jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga”; ketiga, “roh-roh orang benar yang telah menjadi sempurna.”

Mengenai tiga kelompok ini, kita bisa memberi penjelasan singkat.

“Malaikat-malaikat” yang disebut disini mereka yang menjaga domain mereka – tidak bergabung dengan pemberontakkan Satan yang pertama dan tidak tidak ikut dalam kejahatan universal orang- orang dan malaikat-malaikat pada periode sebelum banjir bah zaman nabi Nuh. “Gereja jemaat anak-anak sulung” merepresentasi orang-orang benar Perjanjian Baru, yang melalui pengalaman kelahiran baru, namanya terdaftar di surga dan menjadi buah-buah sulung ciptaan baru Allah dalam Kristus. “Roh-roh orang benar yang telah menjadi sempurna” merepresentasi orang-orang benar dari zaman-zaman sebelumnya, yang, melalui perjalanan iman seumur hidup, secara gradual menjadi sempurna.

Terakhir, presentasi Allah Sendiri begitupula ada tiga: pertama, “Allah Hakim semua”; kedua, “Yesus Pengantara perjanjian baru”; ketiga, “darah pemercikan (yaitu, darah Yesus yang dipercikan) yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel”

Dengan mata iman dan terang Kitab Suci, mari kita mensurvei pemandangan surgawi ini. Di pusat dari semuanya kita melihat satu satunya sosok khidmat, penuh keagungan, yang membangkitkan rasa hormat – “Allah Hakim semua.” Disini Allah diungkapkan pada kita dengan otoritas kekal kedaulatan-Nya sebagai Hakim – Hakim

semua. Hakim surga dan bumi, Hakim malaikat-malaikat, dan Hakim orang-orang.

Namun, jika seandainya Allah hanya diungkapkan sebagai Hakim, tidak ada tempat disini bagi orang-orang berdosa – tidak juga bagi roh-roh Perjanjian Lama yang disempurnakan – tidak juga bagi orang-orang Perjanjian Baru yang lahir baru. Dalam belas kasih,
karenanya, pewahyuan Firman Allah memimpin kita selanjutnya dari pribadi Allah sebagai Hakim kepada pribadi Yesus sebagai Pengantara – Satu-satu-Nya yang bisa datang antara Allah kudus, benar dan orang-orang berdosa yang hilang dan merekonsiliasi satu dengan lainnya. Gambarannya menjadi lengkap melalui pewahyuan darah Yesus, sebagai cara dan harga yang melaluinya rekonsiliasi sudah dicapai.

Dalam gambaran ini darah Yesus dikontras dengan darah Habel. Ada tiga poin kontras.

Pertama, darah Habel dicurahkan tanpa kehendaknya sendiri atau persetujuannya, dipercikan tiba-tiba dengan pukulan pembunuh tanpa peringatan; darah Yesus diberikan cuma-cuma dengan persetujuan-Nya sendiri sebagai harga penebusan manusia. Kedua, darah Habel dipercik diatas tanah; darah Yesus dipercik dihadapan kursi belas kasih di surga. Ketiga, darah Habel berteriak kepada Allah menuntut pembalasan atas pembunuhnya; darah Kristus memohon belas kasih dan pengampunan bagi orang berdosa.

Kita melihat, karenanya, bahwa pewahyuan Allah ini sebagai Hakim semua diperlunak dengan pewahyuan belas kelas dan kasih karunia Allah yang dimanifestasikan dalam peran mediasi dan pencurahan

darah kristus. Pewahyuan Allah sebagai Allah penghakiman diperlunak dengan kasih karunia dan belas kasih dalam harmoni dengan seluruh pewahyuan Kitab Suci pada tema ini.

Seluruh Alkitab mengungkapkan bahwa, dengan kedaulatan, hak kekal, kewenangan hakim milik Allah Sendiri. Tema ini berlangsung sepanjang seluruh Perjanjian Lama. Sebagai contoh, Abraham berkata pada Tuhan: “Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?” (Kejadian 18:25).

Sumber-sumber Perjanjian Lama lain berkata: “TUHAN, Hakim itu, Dialah yang menjadi hakim pada hari ini” (Hakim-Hakim 11:27).

“Sesungguhnya ada Allah yang memberi keadilan di bumi” (Mazmur 58:12).

Pemazmur berkata pada Allah: “Bangunlah, ya Hakim bumi”(Mazmur 94:2).

“Sebab TUHAN ialah Hakim kita” (Yesaya 33:22).

Meski demikian, ekspresi paling sempurna dan paling sejati kodrat kekal Allah bukan dalam penghakiman melainkan dalam kasih karunia, bukan dalam murka melainkan dalam belas kasih.
Kebenaran ini diilustrasikan dalam deskripsi murka dan penghakiman Allah dalam Yesaya 28:21 “Sebab TUHAN akan bangkit seperti di gunung Perasim, Ia akan mengamuk seperti di lembah dekat Gibeon, untuk melakukan perbuatan-Nya – ganjil perbuatan- Nya itu; dan untuk mengerjakan pekerjaan-Nya – ajaib pekerjaan- Nya itu!.”

Disini nabi Yesaya menggambarkan Tuhan bangkit untuk menurunkan murka dan penghakiman atas musuh-musuh-Nya. Meski demikian, ia menggambarkan tindakkan ini ganjil dan ajaib.

Menurunkan murka dan penghakiman ganjil bagi kodrat Allah. Bukan sesuatu yang Ia secara alamiah ingin lakukan. Melainkan respons yang tidak bisa dihindarkan Allah pada manusia yang bersikap tidak berterima kasih dan perilaku manusia yang tidak kudus. Karakter dan kelakuan manusia yang bengkok, makhluk, yang mengatakan ganjil manifestasi murka dan penghakiman Allah, Pencipta.

Sementara kita melanjutkan dari Perjanjian Lama ke Baru, kita masuk lebih penuh kedalam pewahyuan motif dan metode penghakiman Allah. Penekanan baru di letakkan di atas fakta bahwa murka dan penghakiman adalah ajaib bagi kodrat dan tujuan Allah. “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dunia” (Yohanes 3:17).

“Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya, sekalipun ada orang yang menganggapnya sebagai kelalaian, tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9).

Ayat-ayat ini dan banyak lainnya mengungkapkan bahwa Allah senang menawarkan belas kasih dan keselamatan dan bahwa Ia enggan menurunkan murka dan penghakiman. Meski demikian, pewahyuan Perjanjian Baru membawa kita masih lebih jauh

sepanjang garis kebenaran ini. Keengganan Allah menjatuhkan penghakiman diekspresikan juga dengan cara dimana penghakiman Allah akan pada akhirnya dilaksanakan.

Dalam contoh pertama dan dengan hak kekal berdaulat, penghakiman milik Allah Bapa. Rasul Paulus berbicara mengenai “Allah Bapa yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya” (1 Petrus 1:17).

Disini penghakiman semua orang dideklarasikan sebagai wewenang Allah Bapa. Namun, dalam Yohanes 5 Kristus mengungkapkan Bapa dalam kedaulatan hikmat-Nya telah memilih menyerahkan semua penghakiman kepada Anak. “Bapa tidak menghakimi siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia” (Yohanes 5:22-23).

“Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri- Nya” (Yohanes 5:26-27).

Disini dinyatakan secara eksplisit wewenang penghakiman sudah diserahkan dari Bapa kepada Anak. Dua alasan diberikan untuk ini.

Pertama, karena dengan wewenang hakim kehormatan juga diberikan kepada hakim, dan dengan cara ini semua orang diwajibkan menunjukkan hormat yang sama terhadap Allah Anak seperti terhadap Allah Bapa.

Kedua, karena Kristus adalah juga Anak manusia sekaligus Anak Allah. Artinya, Ia menjadi bagian dari manusia sekaligus dari kodrat ilahi, dan maka dalam penghakiman-Nya Ia bisa merasakan, dari pengalaman-Nya sendiri, semua kelemahan dan pencobaan kedagingan manusia.

Begitu mulia dan penuh belas kasih, kodrat ilahi dalam Anak, seperti dalam Bapa, sehingga Kristus, juga, tidak bersedia melakukan penghukuman. Untuk alasan ini Ia telah, pada giliran-Nya, menyerahkan otoritas penghakiman terakhir dari diri-Nya Sendiri kepada Firman Allah. Yesus berkata: “Dan jikalau seorang mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, Aku tidak menjadi hakimnya, sebab Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya.

Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman” (Yohanes 12:47-48).

Otoritas terakhir dari semua penghakiman diberikan kepada Firman Allah. Ini standar adil tidak berubah yang semua orang harus suatu hari memberi jawaban.

Pewahyuan yang sama mengenai Firman Allah diberikan dalam Perjanjian Lama, karena Daud berkata kepada Allah: “Dasar firman- Mu adalah kebenaran dan segala hukum-hukum-Mu yang adil adalah untuk selama-lamanya” (Mazmur 119:160).

Artinya, semua standar dan prinsip penghakiman Allah terkandung dalam Firman-Nya; seperti Firman itu sendiri, dimana semua menjadi bagian, standar dan prinsip penghakiman ini bertahan tidak berubah selama-lamanya.

Apa, lalu, prinsip-prinsip penghakiman ilahi yang diungkapkan dalam Firman Allah? Paulus membuka empat prinsip yang bisa diringkas sebagai berikut.

Pertama, menurut kebenaran. Paulus mendeklarasikan bahwa penghakiman Allah berdasarkan kebenaran. “Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama.

Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian” (Roma 2:1-2).

Paulus disini berbicara kepada orang-orang agamawi yang menghakimi orang lain dengan satu standar dan untuk diri mereka sendiri dengan standar lain. Paulus berkata bahwa ini bukan cara penghakiman Allah. Penghakiman Allah berdasarkan kebenaran. Jika kita mengakui kebenaran penghakiman Allah diaplikasikan pada orang lain, kita harus mengaplikasikan kebenaran yang sama pada diri kita sendiri. Standar Allah tidak berbeda. Selalu kebenaran – kebenaran yang diungkapkan Firman Allah.

Yesus Sendiri berkata kepada Bapa, “firman-Mu adalah kebenaran” (Yohanes 17:17). Ini standar kebenaran Allah yang diungkapkan, berlaku sama pada orang yang menghakimi dan sama pada orang yang dihakimi.

Kedua, penghakiman Allah berdasarkan “perbuatan-perbuatan”: “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya” (Roma 2:6).

Prinsip penghakiman ilahi ini diulang banyak dalam Kitab Suci. “Bapa…menghakimi semua orang menurut perbuataannya” (1 Petrus 1:17).

Lagi, dalam catatan penghakiman akhir dalam Wahyu 20:12 kita membaca bahwa: “Lalu dibuka semua kitab…Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.”

Penggunaan kata “semua kitab” dalam hubungan ini menarik dan mencerahkan. Dalam masa-masa Perjanjian Baru satu kitab biasanya berbentuk lembar perkamen panjang, kulit, atau material lain yang digulung dan dibuka agar bisa dibaca. Gulungan jenis ini, di meterai dengan tujuh meterai berturut-turut, memberi gambaran kitab Wahyu.

Ada catatan individual tersimpan di surga dari seluruh kehidupan setiap manusia. Allah melestarikan catatan lengkap dan sempurna tanpa cacat dari seluruh kehidupan setiap orang. Berdasarkan catatan perbuatan-perbuatannya ini pada gulungan surgawi, setiap orang akan suatu hari di hakimi.

Meski demikian, kita harus hati-hati membatasi arti kata “perbuatan-perbuatan” hanya pada tindakan-tindakan eksternal
seperti yang bisa dilihat oleh orang lain. Seluruh Alkitab mengatakan jelas bahwa Allah, dalam penghakiman-Nya atas manusia, mencatat bukan hanya tindakan-tindakan eksternal namun rahasia pikiran, impuls, dan motif hati paling dalam. “Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus” (Roma 2:16).

“Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah” (1 Korintus 4:5).

Kebenaran yang sama terkandung dalam pewahyuan bahwa penghakiman akan menurut Firman Allah. “Sebab firman Allah hidup….dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh,….sendi-sendi dan sumsum; ia ‘sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati’ kita” (Ibrani 4:12-13).

Kita melihat, karenanya, bahwa catatan Allah mengenai perbuatan- perbuatan manusia melingkupi bukan hanya tindakan-tindakan ekternal mereka yang bisa dilihat namun juga pikiran-pikiran dan maksud-maksud, motif dan impuls pikiran dan hati mereka terdalam. Dalam arti penghakiman Allah atas manusia akan mencakup semua, menurut perbuatan-perbuatan mereka.

Ketiga, tanpa keberpihakan. Prinsip penghakiman Allah dinyatakan dalam Roma 2:11 “Sebab Allah tidak memandang bulu.”

Sebagai ganti “tanpa keberpihakan” alkitab King James Version menggunakan frasa “tak memandang bulu”. Ekspresi ini mengimplikasikan dalam penghakiman-Nya, Allah tidak dipengaruhi oleh karakteristik-karakteristik eksternal seseorang. Karena karakter dan perilaku seseorang tidak serta merta riil.

Orang-orang sering dipengaruhi dalam membuat penilaian-penilaian mereka berdasarkan hal-hal eksternal seperti bangsa, agama, profesi, posisi sosial, tampak fisikal, kekayaan, pendidikan, dan lain- lain. Namun, penghakiman Allah tidak dipengaruhi oleh hal-hal ini. “Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1 Samuel 16:7).

Bukan hanya Allah Sendiri tidak “pandang bulu”; Ia juga menindak semua orang yang menghakimi dalam urusan-urusan manusia dengan cara seperti di atas. Jarang prinsip Kitab Suci dinyatakan lebih sering dari ini. Disebut sembilan kali dalam Perjanjian Lama dan tujuh kali dalam Perjanjian Baru – seluruhnya enam belas kali.

Keempat, menurut terang yang tersedia bagi mereka yang dihakimi. Penghakiman Allah “menurut terang.” Ini di implikasikan dalam Roma. “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat” (Roma 2:12).

Diaplikasikan secara umum, ini berarti setiap orang akan dihakimi menurut ukuran terang moral dan pengertian yang tersedia baginya. Mereka yang sudah memiliki pengetahuan penuh standar moral Allah yang diungkapkan pada mereka melalui hukum Musa akan dihakimi dengan hukum itu, tetapi hanya menurut pewahyuan umum Allah yang diberikan pada umat manusia secara keseluruhan melalui keajaiban penciptaan. “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Roma 1:20).

Paulus disini menyatakan bahwa pewahyuan umum kodrat Allah – artinya, kuasa kekal Allah Bapa – diberikan melalui penciptaan kepada semua orang dimana saja, terlepas bangsa atau agama, mendapat pengertian.

Ini, karenanya, standar dasar dimana semua orang akan di hakimi. Namun, mereka yang menerima tambahan dan pewahyuan khusus melalui Firman Allah akan dihakimi dengan standar pengetahuan moral lebih tinggi yang diberikan pada mereka. Karenanya, penghakiman menurut terang – sesuai dengan ukuran pengetahuan moral yang diberikan pada setiap orang.

Prinsip penghakiman yang sama sesuai terang terkandung dalam kata-kata Yesus kepada orang-orang di zaman-Nya. “Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya:

“Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan Tirus dan Sidon akan lebih ringan dari pada tanggunganmu.

Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Pada hari penghakiman, tanggungan negeri Sodom akan lebih ringan dari pada tanggunganmu” (Matius 11:20-24).

Yesus disini menunjukkan bahwa kota-kota berdosa dunia kuno – Tirus, Sidon dan Sodom – akan di hakimi menurut ukuran pengetahuan moral yang tersedia bagi mereka di zamannya. Dilain pihak, kota-kota di zaman-Nya – Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum
– akan dihakimi sesuai ukuran pengetahuan lebih besar yang diberikan pada mereka melalui kehadiran dan pelayanan pribadi- Nya. Untuk alasan ini, penghakiman kota-kota kemudian setelah mereka akan lebih berat daripada penghakiman kota-kota sebelum mereka.

Mari kita bawa prinsip ini ke zaman kita sekarang. Kita yang hidup sekarang akan di hakimi dengan ukuran terang moral dan pengetahuan yang tersedia bagi generasi kita. Kata-kata Yesus berikut berlaku bagi kita dalam generasi kita.

“Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut” (Lukas 12:48).

 

OLEH LOKA MANYA PRAWIRO.



Leave a Reply