Video Maker Kesaksian Tergetar Memandang Bencana
28 September 2018, gempa berkekuatan 7,4 MW mengguncang Kabupaten Donggala dan Kota Palu. Gempa bumi ini memicu tsunami hingga ketinggian 5 meter di Palu. Selain itu, beberapa wilayah pemukiman penduduk amblas karena terjadi likuifaksi.
Bencana alam dahsyat itu mengundang sejumlah NGO dan relawan hadir dan memberi uluran tangan di Sulawesi Tengah. Tidak semua relawan memiliki pengalaman langsung terlibat dalam kegiatan kemanusiaan. Beberapa di antaranya menjadikan Sulawesi Tengah sebagai daerah bencana pertama yang mereka datangi. Salah satu relawan seperti itu adalah Agnes Yosana.
Gempa bumi di Palu menjadi wilayah kegiatan kemanusiaan perdana bagi gadis kelahiran Surabaya, 12 April 1993. Ia tergabung dalam tim operasi kemanusiaan yang dikendalikan oleh CBN Indonesia dan OBI. Agnes bersama tim mendarat di Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie, Palu, 11 Oktober 2018. Tim itu terdiri dari personil medis, assessment, dan logistik.
Agnes Yosana adalah salah satu segment producer dari tayangan Solusi SCTV. Ia biasa mengerjakan produksi kisah nyata di program televisi yang sudah mengudara 19 tahun itu. Agnes berperan sebagai personil media dalam tim kemanusiaan ini. Ia bertugas mengambil dokumentasi sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh CBN Indonesia dan OBI di sana.
Gadis tomboy ini yang piawai main gitar dan keyboard ini tidak langsung menangani korban bencana, ia lebih banyak merekam beragam peristiwa dengan kamera. Tetapi peralatan media yang dibawanya tidak menghalangi rasa kemanusiaan juga tersentuh. Ia mengaku cukup tergetar dengan suasana dan keadaan di Palu.
“Ketika itu suasana riuh orang ngobrol dan bercanda di pesawat komersial yang saya tumpangi menuju ke Palu. Tetapi saat pesawat sudah berada di atas Kota Palu, dan kami siap mendarat, tiba-tiba semua orang terdiam. Semua penumpang menengok dari jendela pesawat. Mereka melihat betapa porak poranda daratan di bawahnya. Saya juga terdiam waktu itu,” ucap Agnes.
Agnes Yosana sempat masih merasakan shock hingga beberapa hari di Palu. Pemandangan bangunan runtuh, wajah-wajah orang di pengungsian, korban-korban luka membuat dadanya bergetar. Pemandangan kehancuran wilayah itu tidak pernah lepas dari ingatannya.
“Tidak semua daerah dengan mudah dijangkau oleh tim penolong. Jalan darat beberapa rusak, sehingga kami kesulitan memperoleh akses ke beberapa tempat. Sehingga tim harus menggunakan helipopter. Ini pertama kalinya saya naik heli,” kenang Agnes.
Agnes dan tim menjangkau salah satu daerah terisolir, yaitu Desa Kantewu yang berjarak 30 menit penerbangan dengan helicopter dari Kota Palu. Daerah itu tidak terdapat dokter selama 12 tahun. Gempa telah tanah longsor di desa itu. Masyarakat di pengungsian membutuhkan penanganan medis di wilayah yang juga pernah terjadi gempa tahun 1994.
“Saya juga berkesempatan bertemu dengan sejumlah remaja survivor dari peristiwa likuifaksi di Jono Oge,” ucap Agnes. “Para remaja Kristen dari SMAN 2 Palu itu sedang mengadakan kegiatan bible camp di semacam rumah retreat di Jono Oge, Sigi. Mereka baru saja usai mengikuti sesi 1 sebelum gelombang lumpur menggulung kawasan itu.”
Agnes Yosana masih menampakkan keguncangannya saat ia menceritakan peristiwa itu. Apalagi saat ia teringat kisah 3 orang remaja yang berlari bersama tetapi belakangan salah satu lenyap ditelan oleh tanah yang tiba-tiba terbelah. Salah satu dari dua remaja yang tersisa ini pun sebenarnya hampir kehilangan nyawa. Si remaja wanita terperosok kubangan lumpur di tanah yang terbelah, tetapi Beruntung si pria berhasil menarik tangan.
“Anak-anak remaja yang saya temui itu masih kelihata shock saat kami berbincang,” ungkap Agnes.
Agnes Yosana memang sengaja melakukan wawancara dengan sebagian survivor untuk kepentingan kisah nyata yang ia ingin kerjakan. Nalurinya sebagai video maker tersentuh oleh kesaksian-kesaksian inspiratif tersebut.
“Saya ingin tunjukkan pada penonton (umum) bahwa dalam krisis kehidupan yang paling berat sekalipun masih ada hope. Para survivor itu memberi pelajaran pada saya tentang itu,” kata Agnes.”Dan selama kita masih diberi kesempatan hidup, maka kita harus menggunakan untuk hal-hal baik dan benar.” (yem)