Transformasi Iman
eBahana.com
Yesus membentangkan perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Surga seumpama biji sesawi yang ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji ini paling kecil dari segala jenis benih. Tetapi apabila sudah tumbuh sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain. Bahkan menjadi pohon sehingga burung-burung di ladang bersarang pada cabang-cabangnya”
Manusia sering kali berpandangan, jika suatu benda bentuk dan isinya kecil, itu dianggap lemah atau tidak punya kekuatan, serta sangat mudah dikalahkan oleh sesuatu benda yang bentuk dan isinya besar. Hal yang menjadi pertanyaan, mengapa manusia mempunyai pandangan demikian? Karena manusia dibatasi ruang dan waktu. Mata manusia hanya bisa memandang sesuatu dari luarnya saja (tidak bisa memandang isi dan bentuknya yang ada di dalam benda itu).
Manusia selalu mengedepankan subyektifitas daripada obyektifitas. Sehingga seringkali salah dalam membuat kesimpulan. Padahal konsekuensi dari kesalahan tersebut juga menjadikan salah di dalam bertindak. Dan hasilnya pun pasti tidak baik dan tidak benar. Mengapa manusia itu berbuat demikian? Karena manusia tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Manusia sudah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Itu yang menjadi akar masalahnya. Dosa yang ada di dalam diri manusia itu memunculkan karakter dan sifat buruk yang kontradiktif dengan sifat dan karakter Allah yang penuh kasih, kebaikan dan kebenaran.
Karakter atau sifat bawaan dosa itu teriplementasi di dalam kehidupan yang individualistis, congkak dan sombong. Orang yang demikian pasti meremehkan orang lain, apalagi status kalau sosial berada di bawahnya, pasti akan diinjak injak sampai hancur. Apabila hati, pikiran, ucapan, dan tindakan manusia sudah mengidentikkan bahwa yang kecil (sedikit) itu lemah dan yang besar (banyak) itu kuat, maka kejatuhan manusia semakin dekat. Dan itu bisa terjadi pada segala bidang kehidupanya. Entah bidang ekonomi, sosial budaya, pendidikan serta spiritualitas.
Oleh karena itu supaya bisa menjadi biji sesawi yang kecil namun setelah bertumbuh bisa menjadi besar seperti pohon yang daunya bisa digunakan untuk para burung bersarang, manusia harus mau dan bisa mentransformasi imanya. Dan apa yang disampaikan Tuhan Yesus tentang biji sesawi yang sangat kecil dan setelah ditebarkan seseorang akan menjadi sebesar pohon yang tingginya tiga meter atau sembilan kaki. Biji sesawi yang kecil ini bisa dimaknai pengikut Kristus, baik pribadi maupun gereja (persekutuan orang kudus). Di dalam kerja-kerja membangun jemaat harus dimulai dari yang kecil terlebih dahulu. Setelah berproses dengan waktu-Nya, Tuhan lalu bertumbuh menjadi besar.
Bahkan Yesus sendiri memulainya dengan mengangkat empat murid utama: Andreas, Simon Petrus, Yakobus dan Yohanes. Lalu baru menambahnya menjadi 12 murid. Dari dua belas murid menjadi tujuh puluh orang, seratus dua puluh orang, tiga ribu orang hingga saat ini menjadi jutaan orang yang menjadi pengikut Kristus. Itulah yang namanya transformasi iman. Dengan kata lain iman itu tidak statis melainkan dinamis. Sebab sejak Tuhan Yesus lahir 2.000 tahun lampau terus bertumbuh dan berkembang jumlah pengikut-Nya melewati zaman dan era hingga sampai dengan generasi saat ini. Semua itu terjadi karena para pengikut Kristus dari dahulu, sekarang, hingga selamanya akan selalu mentranformasi imanya kepada Tuhan. Seperti yang disampaikan Yesus di bawah ini:
Ia berkata kepada mereka, kata-Nya: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu.”
Dengan kuat kuasa yang Dia miliki Ia mampu menilai seberapa besar komitmen dan imanya kepada Dia, sehingga Ia mengatakan:
“sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini pindah dari tempat ini ke sana, maka gunung ini akan pindah dan takkan ada mustahil bagimu.”
Apa tujuan Allah berkata demikian?
Karena Dia mengerti dan peduli kepada umat manusia. Dia tahu bahwa iman manusia yang satu dengan yang lain, kekuatanya tidak sama. Untuk itu Dia dalam membuat standar iman dari yang paling rendah (kecil). Dia menggunakan biji sesawi untuk membuat standar iman manusia kepada Dia. Sejak awal juga sudah dipaparkan bahwa biji sesawi adalah yang paling kecil dari antara jenis sayuran yang bertumbuh. Tetapi setelah menjalani proses pertumbuhan sesawi menjadi yang terbesar dibandingkan dengan jenis sayuran lainya. Inilah yang disebut iman yang dinamis. Berbicara tranformasi iman atau iman yang dinamis kita akan melihat dan menelaah kisah hidup rasul Paulus.
Ia dilahirkan dari keluarga Ibrani diaspora, artinya karena keluarganya tinggal di Kilikia (Tarsus), untuk sekarang ini masuk dalam wilayah negara Turki. Dia sendiri juga dilahirkan di sana, namun setelah bertumbuh besar dia menempuh pendidikan di sekolah yang dikelola oleh seorang guru besar yang bernama Gamaliel yang berada di Yerusalem. Ia oleh orang tuanya diberi nama Saulus. Pada waktu itu walaupun usianya masih muda namanya cukup terkenal, ia terkenal karena pengetahuannya tentang hukum Taurat dan kitab para nabi.
Akan tetapi ia juga terkenal sebagai pemuda yang pemberani, karena hal itulah ia diangkat menjadi pemimpin pasukan pembantaian pengikut jalan Tuhan (pengikut Kristus). Saulus muda yang berpengetahuan, mempunyai keberanian dan didukung dengan karakter yang temperamental dan kejam (pembunuh berdarah dingin) sehingga memang sangat cocok jika para pemimpin agama Yahudi waktu itu mengangkatnya untuk misi pembasmian pengikut jalan Tuhan. Tetapi seketika berubah ketika Tuhan Yesus berkenan bertemu denganya, seperti yang diceritakan tabib Lukas di bawah ini:
“Dalam perjalan ke Damsik, ketika sudah dekat kota itu, tiba tiba cahaya terpancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah oleh suatu suara yang berkata kepadanya: “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku.” Jawab Saulus: “Siapakah Engkau Tuhan?” Katanya: “Akulah Yesus yang engkau aniaya itu, Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kau berbuat.”
Setelah itu Saulus pergi ke jalan lurus di rumah Yudas dan berdoa lalu datanglah Ananias kepadanya setelah nendengar perintah Tuhan.
Tetapi firman Tuhan kepadanya: “Pergilah sebab dia adalah alat pilihan bagi-Ku untuk pemberitaan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang Israel.”
Setelah itu Ananias menumpangkan tanganya kepada dia. Itulah yang disebut lawan bisa menjadi kawan. Saulus sebelum ditangkap Tuhan Yesus, adalah musuh dari pengikut-Nya tetapi setelahnya bertobat lalu menjadi kawan. Namun sebaliknya, setelah ia bertobat kepada Allah, ia menjadi musuh para pemimpin agama Yahudi.
Kisah Paulus di atas jika dilihat dari sudut pandang mata jasmani, sudah jelas bahwa dia bertobat dan dipanggil untuk menjadi alat di tangan-Nya. Bahkan dia adalah orang terakhir yang bertobat dibandingkan para rasul dan pengikutNya yang lain. Walaupun yang terakhir bertobat kepada Allah, karyanya bagi Dia baik yang berbentuk tulisan dan atau teritorial jumlah wilayah yang dimenangkan bagi-Nya, jumlahnya adalah yang terbanyak. Hal itu jelas sesuai dengan yang disampaikan oleh Yesus tentang biji sesawi yang sangat kecil, tetapi setelah tumbuh bisa menjadi seperti pohon.
Di samping itu, pada awalnya Saulus mempunyai iman yang kecil seperti sesawi tetapi mampu memindahkan gunung: permasalahan, hambatan, baik yang ringan maupun yang berat, dan baik yang datang dari luar maupun yang datang dari dalam. Kelemahan dan masalah yang datang kepadanya jika dihadapi bersama dengan Tuhan bisa berubah menjadi kekuatan sangat dasyat. Duri yang ada dalam dagingnya, menjadi kekuatan baginya untuk bekerja bagi Tuhan dan hasilnya sudah jelas bahwa sebagian besar kitab Perjanjian Baru adalah karyanya. Oleh karena itu, kita jangan meremehkan sesuatu yang kecil tersebut. Tetapi kalau ingin menjadi besar harus mulai dari hal yang kecil. Seperti yang telah Tuhan Yesus sampaikan di bawah ini:
“Satu dua orang berkumpul dalam nama-Ku, Aku akan hadir.”
Tetap semangat berkarya bagi Tuhan. Walaupun masih sangat kecil, harus tetap kita gelorakan supaya bisa menjadi besar. Kuasa Roh Kudus dan kuasa firman yang akan mengawal sampai akhir.
(Markus Sulag)