Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Tongkat Estafet Pelayanan




eBahana.com – Kelahiran Yesus di kandang domba adalah fakta. Sengsara, penyaliban, dan kematian Yesus juga nyata. Bahkan, kebangkitan dan kenaikan Yesus ke sorga bukan mitos tetapi fakta sejarah yang berdampak besar dan bernilai spiritual. Yesus yang adalah pribadi Allah sendiri telah mengosongkan diri menjadi manusia, hidup dalam ruang dan waktu 2000 tahun lalu di tanah Palestina.

Kedatangan Yesus ke dunia membawa kabar sukacita. KehadiranNya pun melalui peristiwa kelahiran sebagaimana kelahiran manusia pada umumnya. Bahkan kelahiran Yesus itu merupakan awal penggenapan janji Allah yang pernah dinubuatkan dalam Kejadian pasal 3:15. Begitu pentingnya nubuatan dan penggenapan itu justru karena ada kehendak Tuhan untuk mengembalikan manusia pada rancangan semula yaitu segambar dan serupa dengan Allah dan hidup seturut kehendak Allah melalui anugerah keselamatan.

Dengan demikian keselamatan yang dianugerahkan Allah sifatnya menyeluruh untuk semua manusia tanpa batas teritori dan waktu. Artinya semua umat manusia diberikan tawaran hidup kekal dimanapun dan kapanpun sampai kedatangan Tuhan Yesus yang kedua. Tentu saja manusia lebih dahulu menerima pengampunan dan penebusan dosa, yang oleh karena iman akan diperoleh  anugerah keselamatan itu dan tetap mengerjakan keselamatan dengan takut dan gentar. Dengan jalan itu manusia mendekat pada kesempurnaan hidup, yaitu hidup yang berkenan.

Tawaran itu tidak dikhususkan bagi  orang-orang Yahudi di jaman itu tetapi kepada semua orang dan bahkan diluar Yahudi hingga kini dan nanti. Namanya juga tawaran hidup kekal, anugerah itu tidak dipaksakan harus menerima, karena hal anugerah itu diserahkan kepada kehendak bebas manusia. Yang penting berita sukacita itu sudah disampaikan kepada dunia.

Masalahnya, tidak setiap orang mendengar kabar sukacita bernama anugerah keselamatan itu. Dengan demikian perlu banyak diberitakan secara intens dan berkesinambungan agar semua orang benar-benar mendengar, mengerti, memahami, dan memaknai arti keselamatan. Bahkan penyampaian kabar keselamatan itu diberikan secara tuntas dan utuh tanpa banyak menimbulkan keraguan. Bilamana manusia ada yang tidak mau menerimanya, tentu itu sudah menjadi keputusan  manusia sendiri.  Konsekuensinya adalah: kebinasaan kekal

Bagi siapa saja yang menerima berita keselamatan akan timbul keyakinan baru, sebab melalui jalan mendengarkan akan timbul iman percaya. Karena mereka tidak lagi melihat langsung dan menyaksikan fakta tentang karya keselamatan yang Tuhan Yesus berikan, tetapi bisa merasakan jamahan kasih Tuhan dan tidak lagi hidup dalam perhambaan dosa. Jelas bahwa makna pembebasan pasti dirasakan bagi mereka yang telah menerima anugerah keselamatan itu.

Konsep Pembebasan

Mulanya banyak orang-orang Yahudi waktu itu mengandalkan Yesus sebagai Raja orang Yahudi yang diagung-agungkan sebagai raja pembebas dari cengkeraman penjajahan kekaisaran Romawi. Tentu mereka mempunyai sikap demikian karena melihat realitas Yesus terdiam seolah tanpa kekuatan untuk menghadapi pengadilan versi hukum Romawi dan pengadilan rakyat Yahudi, bahkan sampai mati di kayu salib tanpa perlawanan. Sampai disini konsep pemahaman tentang pembebasan yang dimaknai oleh orang-orang Yahudi salah.

Benar bahwa Yesus lahir sebagai Raja Pembebas sekalipun lahir di tempat yang paling hina. Bahkan juga tidak salah orang-orang Yahudi  mengelu-elukan Yesus karena harapan dan  keberpihakan untuk membebaskan bangsa Yahudi waktu itu meskipun harus mati disalib. Namun tidak satupun terbersit pemikiran bangsa Yahudi untuk melihat sisi lain dari konsep pembebasan yang menjadi misi Tuhan ketika datang ke dunia.

Sebab bukan lah pembebasan dari jajahan kekaisaran Romawi yang Tuhan mau hadiahkan tetapi pembebasan dari belenggu dosa dan keterikatan pada kuasa iblis untuk dikembalikan kepada rancangan semula. Untuk itu Tuhan Yesus menawarkan anugerah keselamatan supaya  manusia menerima kabar sukacita. Bahkan Tuhan Yesus rela untuk berkorban sengsara mati dikayu salib sebagai wujud penebusan dosa.

Lahir di kandang domba, sengsara, salib, dan kematian yang dialami Yesus  tersembunyi teladan  kekuatan yang luar biasa dibalik kehidupan yang hina, sederhana, dan lemah. Wajar saja bangsa Yahudi tidak melihat aspek lain dari kehinaan, kesederhanaan, dan kelemahan kecuali hanya ketidakberdayaan. Justru dimulai dari hal-hal yang tidak diperhitungkan itu tersirat  kekuatan yang dahsyat yang berarti ada keteladanan menuju kekuatan yang membebaskan. Namun tentang hal itu tak pernah diperhitungkan oleh bangsa Yahudi bahwa salib dan kebangkitan-Nya sebagai pintu gerbang pemahaman baru tentang pembebasan yang Tuhan tawarkan.

Para murid Tuhan Yesus pun belum betul-betul mengerti maksud kedatangan Yesus ke dunia, setidaknya sampai peristiwa penyaliban Tuhan Yesus. Setelah Tuhan Yesus menampakkan diri kepada para murid, baru tertanam keyakinan yang selama itu tidak  dimengerti secara utuh, padahal Yesus sudah memberitahukan sebelumnya kalau Ia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Lukas 19:10) dan memberi nyawa untuk menebus dosa manusia (Markus 10:45). Tentu waktu 40 hari setelah kebangkitan-Nya sampai saat sebelum pengangkatan Tuhan Yesus ke surga sudah cukup meneguhkan iman para murid untuk bertekun dalam pengharapan dan cukup menjadi bekal bagi para murid Tuhan Yesus dalam mewartakan kabar sukacita surgawi.

Tiba saat menjelang kenaikan ke surga, Tuhan Yesus meninggalkan perintah kepada para murid untuk memuridkan semua bangsa dan membaptisnya dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, juga supaya diajarkan segala sesuatu yang telah ditanamkan kepada para murid.   Tentu saja perintah itu menjadi tanggung jawab para murid,  dan saat itu mulailah tongkat estafet pelayanan penginjilan resmi berada ditangan para murid yang adalah gereja-Nya.

Tentu tidak mudah menjangkau jiwa-jiwa baru yang mau bertobat, dimenangkan dan dijadikan murid Tuhan Yesus. Namun tongkat estafet pelayanan harus terus dialihkan tanpa henti sekalipun banyak tantangan hebat yang menghadang.

Bukankah sejak dahulu para murid sudah menghadapi tantangan berupa kabar atau  berita hoax yang direkayasa imam imam kepala dengan menutup mulut para serdadu Romawi yang menjaga kubur Yesus. Keinginan imam-imam kepala itu dipenuhi serdadu penjaga kubur untuk membuat kabar bohong dengan menceritakan pada masyarakat Yahudi kalau mayat Yesus itu dicuri. Tentu saja penyesatan informasi itu bisa membentuk opini orang-orang Yahudi sehingga para murid sulit meyakinkan mereka untuk percaya bahwa Yesus bangkit. Bukankah itu upaya membatasi ruang gerak penginjilan. Belum lagi banyak tantangan dari bangsa Yahudi yang menekan dan membatasi kegiatan penginjilan waktu itu bahkan hingga ada yang disiksa, dibunuh dan dibinasakan.

Mengemban amanat agung Tuhan Yesus di jaman anugerah ini juga mengalami problem serupa seperti halnya penganiayaan. Bahkan tantangannya lebih berat dan rumit untuk mengurainya. Dari mulai benteng pertahanan kelompok tertentu yang mencoba memutar balikkan fakta sejarah tentang diri orang yang disalibkan, Alkitab yang sudah dipalsukan, hingga pada pengajaran-pengajaran yang bersumber dari filsafat dan mistik kebudayaan timur yang menawarkan kesenangan instan, juga makin marak. Termasuk aliran materialisme yang secara perlahan menjerat kehidupan  orang-orang yang belum mengenal Injil Kerajaan Allah telah memandang anugerah keselamatan dengan sebelah mata.

Tentu penginjilan tantangannya tidak ringan. Gereja dituntut melaksanakan amanat agung Tuhan Yesus untuk menjangkau jiwa-jiwa. Namun gereja juga tidak boleh lengah untuk membekali jemaatnya bertumbuh melalui iman yang berkualitas. Artinya, gereja harus bekerja kedalam dan keluar dalam pelayanannya. Bahkan gereja dituntut peka terhadap pengajaran atau theologi yang bersifat menyesatkan yang berusaha masuk ke dalam gereja. Mungkin pengajaran seperti itu bisa dengan mudah dibendung karena jelas doktrinnya. Yang justru gereja tidak sadari adalah masuknya paham materialisme dan egoisme pelayan-pelayan gereja yang menjadi penghambat program penginjilan.

Karena itu harus kembali pada amanat agung Yesus Kristus yang dengan jelas difirmankan sebagai perintah untuk dikerjakan. Bukankah gereja sudah mengemban tongkat estafet pelayanan penginjilan yang tinggal meneruskan tugas memuridkan yang pernah diletakkan dasarnya sejak gereja mula-mula? Tentu dibahu gereja itulah jiwa-jiwa yang belum mengenal Injil dijangkau supaya mereka mendengar, mengerti, memahami, dan memaknai kabar sukacita itu dan menerima Yesus sebagai Sang Pembebas dan Juru Selamat manusia. Mestinya tidak ada kata takut dan gentar kalau Roh Kudus sudah bekerja. Lagi pula Roh Kudus yang dijanjikan Tuhan Yesus untuk menyertai para murid waktu itu juga menyertai jemaat Tuhan dalam menjalankan amanat agung di jaman anugerah ini.

Oleh: Fr. Sumarwan (Penulis adalah Pemerhati Masalah Pelayanan Gereja)



Leave a Reply