Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Terhilang Dalam Gereja




eBahana.com – Dalam mengajar, Yesus menggunakan beberapa metode dan tidak terikat pada satu metode saja. Dia beralih dengan sangat lembut dari yang dikenal ke yang tidak dikenal; dari yang sederhana ke hal-hal yang rumit; dari hal-hal yang konkret ke hal-hal yang abstrak. Suatu kebebasan yang sesungguhnya, muncul dalam kemampuan metodologisnya dan dengan objektivitas yang cukup jelas. Dia bukanlah seorang penghibur melainkan seorang pendidik. Dia menginginkan lebih dari perhatian yang besar; Dia menjanjikan untuk mengubah hidup. Tak seorang pun bisa menuduh Yesus, memotong filosofi pendidikan. Dia memahami bahwa semua pembelajaran melibatkan suatu proses. Dia tidak hanya tahu apa yang akan diajarkan-Nya, tetapi Ia juga mengerti apa yang diajarkan-Nya. Belajar lebih dari sekedar mendengarkan; mengajar lebih dari sekedar mengatakan. Salah satu metode Yesus dalam menyampaikan Pengajaran-Nya adalah dengan Perumpamaan.

Perumpamaan Yesus adalah perumpamaan (semacam analogi) yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-muridnya. Kisah-kisah perumpamaan ini terdapat dalam semua kitab  injil; Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Namun dari semua kitab Injil, kitab Matius memuat perumpamaan dengan jumlah yang terbanyak. Perumpamaan-perumpamaan Yesus ini cukup sederhana dan cukup mudah untuk diingat. Oleh karena itu, perumpamaan tersebut masih dapat diceritakan dari mulut ke mulut, sebelum akhirnya menjadi bentuk tertulis, bertahun-tahun setelah wafatnya Yesus. Salah satu sifat perumpamaan adalah penggambaran secara sepintas sebuah cerita yang sederhana dan lugas, tetapi memiliki makna yang jauh lebih dalam jika direnungkan lebih jauh.

Tuhan Yesus adalah ahli dalam bercerita, sangat kreatif melibatkan lawan bicaranya. Isi dari pesan Yesus dalam perumpamaan juga beragam. Ada tujuan-tujuan khusus sehingga Yesus menggunakan perumpamaan. Ada juga terkandung sebuah kritik dan teguran untuk pendengarnya. Nah, kali ini penulis akan membahas secara singkat kisah perumpamaan Yesus yang sangat terkenal dalam Lukas 15:11-32. Yup, kita semua pasti sudah tahu kisah perumpamaan ini. Kisah Perumpamaan Anak yang hilang. Dengan sangat jenius, melalui perumpamaan yang cantik sekali dalam kisah ini Yesus memprediksi keadaan manusia yang terhilang, keadaan ini adalah bayangan dari kondisi umat Tuhan disadari ataupun tidak. Dalam kisah ini Yesus berbicara tentang dua jenis orang yang terhilang. Setiap pendengar dapat menentukan sendiri apakah ia terhilang di luar seperti anak bungsu, atau terhilang di dalam seperti anak sulung.

Penulis pernah mengkhotbahkan hal ini dalam pelayanan bahwa ada banyak kondisi umat Tuhan seperti ini. Kegiataan keagamaan masih aktif, liturgi-liturgi gereja pun masih dikerjakan tapi sebenarnya kondisinya terhilang di hadapan Tuhan. Masih di gereja tapi sesungguhnya terhilang. Anak sulung dan anak bungsu tidak ada yang perlu dibela, sebab keduanya memiliki karakter yang buruk atau rusak (ing; Bad Character) dalam pandangan Allah keduanya memiliki ciri tersendiri, yang satu terdeteksi sementara yang lain tidak. Yang pasti terlihat jelas adalah bahwa keduanya memiliki persamaan gambar yang rusak yang tidak sepatutnya dilakukan oleh orang percaya.

Kerusakan moral pertama yang dimiliki oleh anak bungsu dan sangat mencolok mata yakni kurang ajarnya terhadap orang tua, menghamburkan uang dan waktu, hidup hedonisme dan kesemrawutan. Keterhilangan anak bungsu jelas terlihat di luar rumah. Jenis kehilangan ini akan sangat mudah membuat seseorang cepat sadar dan kembali. Lihat saja ketika si anak bungsu di dera kemiskinan, kelaparan sampai tahapan berselera makanan babi, penderitaan ini memupuskan kemurtadannya dan kekurangajarannya kepada orang tua. Ia ingat bukan karena mendengar khotbah atau injil, tetapi ia dipaksa oleh keadaan yang mendorongnya untuk kembali kepada Tuhan. Cara yang sama bisa Tuhan pakai untuk membuat kita sadar dan berbalik kepada-Nya. Kalau khotbah gembala dan pendetamu tidak sanggup membuatmu bertobat, maka Tuhan sendiri akan turun memberikan beban kesulitan, kelaparan, dan selera babi agar kembali seperti anak bungsu ini.

Berbeda dengan kemerosotan moral si anak sulung. Anak sulung dipandang sebagai seorang anak yang baik, yang tidak melawan orang tua, melakukan tugas dengan baik. namun ternyata sama parahnya dengan anak bungsu yang terhilang di luar rumah. Lebih parahnya lagi adalah anak sulung ini memiliki kebencian yang mendalam dengan saudara sedarah dan sedagingnya. Anak sulung memberikan vonis murtad kepada adiknya dan tidak mungkin dibaharui. Sang Bapa saja masih memberi kesempatan tetapi si kakak yang satu ini tidak bisa menerima keadaan adiknya. Penolakan ini sering terjadi dan menjadi batu sandungan bagi sesama jemaat, itu sering terjadi bahwa orang-orang di dalam gereja yang sering kali memiliki dendam yang tidak bisa hilang, menimbulkan aroma perpecahan. Anak sulung tidak dapat menikmati kekayaan yang selama ini menjadi miliknya, terbukti dengan ucapannya bahwa ia telah bertahun-tahun menghabiskan waktu tetapi tidak menikmati kekayaan Bapanya. Menurut pengakuannya, anak kambing satu ekorpun belum pernah disembelih untuk disantap bersama teman-temannya, parah bukan? Lapar ditengah-tengah kelimpahan makanan. Orang seperti ini tidak pernah merasa bersyukur dan menikmati apa yang dimiliki. Akibatnya protes jika orang lain menikmati lebih baik, memiliki iri hati yang mendalam sehingga tidak bisa, tidak suka melihat kebahagiaan orang lain. Susah lihat orang senang, senang lihat orang susah itulah istilah yang tepat untuk si anak sulung.

Kondisi hidup anak sulung ini susah untuk dipertobatkan, sebab ia merasa diri benar dan lebih baik dari adiknya. Ia merasa melakukan perintah Bapanya atau perintah Tuhan. Baginya, dirinyalah harus menjadi tolak ukur, orang lain harus mengikuti apa yang ia lakukan dan katakan bahkan pendetanya atau gembala dituntut untuk setuju dengan gagasan dan idenya bila tidak maka ia akan sakit hati dan kecewa dengan gembalanya. Orang yang kehidupan kekristenannya seperti ini sesungguhnya adalah terhilang, walau sudah ada nasehat dan kunjungan pribadi pun tetap akan susah untuk bertobat dan kembali. Akibatnya adalah banyak anak Tuhan yang meninggalkan gereja karena kehidupan orang Kristen seperti si anak sulung ini. Tidak heran pindah-pindah gereja. Ketika penulis memulai perintisan pelayanan delapan bulan yang lalu, ada sekeluarga datang pertama, panjang lebar mengobrol rupanya tujuan dari semua perbincangan adalah keluarga ini dan beberapa keluarga lainnya berencana untuk pindah ke gereja yang kita layani. Tentu saja kalau dilihat dari kebutuhan, saya sangat membutuhkan pertambahan jumlah jemaat tapi saya dan istri sepakat tidak menerima mereka, menasihati dan menguatkan mereka kembali, menyarankan mereka untuk kembali ke gerejanya. Kami lebih memilih untuk membawa damai, membawa dampak yang baik dalam lingkungan gereja-gereja sekitar, sebab tidak menutup kemungkinan apabila pelayanan kita tidak sesuai dengan mereka, bisa saja mereka kembali pindah gereja ke gereja lain. Dan sudah pasti ini akan menimbulkan gesekan sesama hamba Tuhan.

Ada banyak orang dalam gereja seperti anak sulung yang sanggup menghilangkan berpuluh-puluh jiwa keluar dari gereja. Seharusnya orang dalam gereja memberikan pengaruh yang baik agar dapat menarik jiwa-jiwa masuk ke dalam gereja Tuhan. Sayang hal ini banyak tidak disadari orang dalam gereja, mereka malah merusak pekerjaan Allah yang sudah dibangun, menghilangkan jiwa-jiwa dan merusak kekeluargaan sebagai Tubuh Kristus. Apakah anda dalam posisi anak sulung? Anda sendiri yang tahu kondisi anda. Anak bungsu tidak mengajak orang lain menjadi sesat mengikuti dirinya, malah justru ia kembali kerumah dan bertobat. Orang lain ikut bahagia dengan pesta yang diadakannya. Setiap orang percaya harus sadar bahwa tugas utamanya adalah menggembalakan orang lain dengan lidah dan tingkah laku.

Tugas penggembalaan bukan hanya ditujukan pada gembala-gembala jemaat dan pekerja gereja, tetapi berlaku untuk setiap orang percaya sesuai dengan kapasitas masing-masing. Yang perlu diingat adalah bahwa gereja bukan kumpulan malaikat tetapi kumpulan orang-orang berdosa yang mau bertobat. Hanya saja tidak sedikit orang yang tidak mau bertobat akibatnya banyak orang meninggalkan gereja. Ada beberapa diantaranya tidak lagi mau berdoa dan beribadah, mereka dengan sengaja menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Sekalipun bukan meninggalkan Kristen tetapi secara hidup keagamaan mereka telah meninggalkan gereja. Jadilah jemaat yang rendah hati, rela berkorban dan terbeban atas jiwa-jiwa. Hiduplah sungguh-sungguh untuk Tuhan dan bahkan untuk orang lain. Temukan Tuhan dalam hidupmu dan jika sudah, kembalilah dalam gerejamu untuk turut membenahi kekacauan dalam gereja itu, bersinergi bersama dengan gembalamu dalam perluasan pekerjaan Tuhan. Bagi jemaat yang membuat masalah dan batu sandungan, berhentilah, copot egomu dan berdiam dirilah. Jangan ada lagi yang kamu lukai dengan sikapmu, jangan ada lagi orang meninggalkan gereja karenamu. Domba seharusnya melahirkan domba, bukan serigala yang memakan domba-domba dikandang atau memakan sebangsanya. Apakah anda terhilang?

Oleh Pdt. WIjaya Naibaho B.Th, Gemala GPdI Alhayat, Desa Lubuk Ogung.



Leave a Reply