Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

Setiap Hari adalah Hari Kasih Sayang




eBahana.com – Di setiap pemberkatan pernikahan secara Kristiani sering mendengar kalimat, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Matius 19:6). Namun tidak semua pernikahan secara kristiani menyertakan kalimat itu dalam setiap kehidupan berumah tangga ketika mengarungi hari hari bersama pasangan.

Faktanya, tidak sedikit pernikahan Kristen yang kandas di tengah jalan karena alasan tidak cocok dengan pasangan. Percekcokan pun tidak pernah terelakkan sebagai bukti ketidakcocokan itu. Sepertinya lupa apa ayat Firman Tuhan itu. Atau memang dilupakan hanya demi pembenaran diri.

Tentu dibilang manusiawi kalau ketidakcocokan itu terjadi karena alasan kedagingan. Berbagai persoalan masa lalu kadang dimunculkan kembali sehingga menjadi faktor sentral percekcokan, atau masalah lain yang menjadi pemicu namun karena dikaitkan dengan kejadian masa lalu akhirnya konflik pun makin menjadi jadi dan tambah rumit. Bahkan masalah kecil bisa menjadi pemicu konflik dan akhirnya menjadi besar dengan ditambahkan bumbu-bumbu penyedap konflik.

Tidak sedikit pula faktor keberadaan pihak ketiga yang makin mengguncang dan mengendorkan tali ikatan kasih sayang.  Tentu kehidupan rumah tangga yang terjalin mesra dalam ikatan kasih sayang tergores seolah membelah kemesraan menjadi perseteruan sengit. Pasti ada rasa sakit yang dialami pihak yang telah menaruh hati sepenuhnya pada pasangan dengan terciumnya bau perselingkuhan. Biasanya pasangan yang jatuh dalam godaan pihak ketiga merasakan biasa-biasa saja karena ia tidak dalam posisi disakiti. Dengan demikian, hubungan pun berada dalam ketidak-seimbangan.

Kesalahpahaman atau kebenaran yang ada dibalik percekcokan itu yang akhirnya dapat disimpulkan. Bila kesalahpahaman yang merupakan pemicu konflik maka sangat mudah dikembalikan ketika pasangan masing-masing menemukan kesepahaman, atau saling mengerti perbedaan persepsi masing-masing pasangan. Namun ketika kesalahpahaman itu meruncing dalam pembenaran masing-masing maka keretakan hubungan pun berlanjut pada ketegangan yang makin dalam yang berujung perpisahan. Tentu tidak ada kesimpulan benar salah kecuali masing-masing merasa paling benar dengan segala  pembelaannya.

Namun bila yang terungkap adalah kebenaran adanya perselingkuhan dengan mengakui masuknya pihak ketiga, maka kepedihan menjadi fakta yang sudah pasti merusak hubungan. Mungkin ada penyesalan karena berselingkuh dengan permohonan maaf agar bisa memulihkan hubungan. Mungkin juga makin bangga mengakui perselingkuhan karena alasan ketidakcocokan sehingga ada kesengajaan agar yang tersakiti bersedia menceraikan.

Tidak pernah kehidupan berumah tangga berjalan mulus tanpa konflik. Perbedaan latar belakang kultur, keyakinan, tingkat pendidikan, dan karakter bisa mempengaruhi keharmonisan keluarga. Sikap hati, perasaan, dan pola pikir yang bisa membelokkan arah ke penyimpangan atau sebaliknya mengendalikan sikap hidup untuk menghormati pernikahan.

Bila keluarga adalah prioritas maka tanggung jawab setiap pasangan tidak lepas dari ikatan hidup berkeluarga. Ada bangunan cinta yang ditanamkan masing-masing pasangan ketika akan sepakat menikah dan menemukan bentuknya dalam ikatan pernikahan dalam hukum negara. Namun terlebih penting adalah pasangan dan cintanya itu adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada lawan pasangannya, pun sebaliknya. Dengan demikian ikatan cinta bukan lagi rasa ketertarikan namun harus dikembalikan pada ikatan suci yang menyenangkan hati Tuhan dan menjadi pondasi dalam keharmonisan keluarga yang dibangun.

Bila Tuhan berkehendak  menjadikan dua menjadi satu ikatan yang tak terceraikan, maka manusia harusnya bisa menjalani makna tidak lagi dua melainkan satu sebagai wujud keutuhan dalam ikatan perkawinan.  Disinilah perlunya kesadaran setiap pasangan terhadap perkawinan kudus sebagai konsep yang harus dihormati. Kasih sayang itulah yang menjadi energi penggerak pasangan ketika menghadapi berbagai persoalan eksternal.

Makin kuat kasih sayang semakin mendewasakan masing-masing pasangan untuk lebih mendandani bentuk dan formula yang semakin tepat untuk mengaplikasikan kasih sayang. Memang ada proses penyesuaian  yang berjalan  walaupun terjadi percekcokan namun itu tidak bersifat permanen sampai masing-masing pasangan mau mengerti perbedaan. Apalagi perasaan terlindungi bagi wanita dan perasaan didampingi bagi pria dalam suatu pasangan kian memberikan arti hidup bagi masing-masing pasangan sehingga kuatnya kasih sayang pun akan tampak dalam keharmonisan dan kemesraan.

Kasih sayang akan memperkuat perisai dalam menghadapi kekuatan eksternal yang bersifat mengganggu. Namun gangguan tidak berarti bagi pasangan yang sudah menemukan kualitas kasih sayang sebagai anugerah Tuhan yang selalu dijunjung tinggi. Demikian sampai akhirnya tidak ada yang harus disakiti dan menyakiti karena dalam keluarga selalu tercipta suasana perlindungan dan pendampingan.

Kini persoalannya ada pada faktor internal. Bila faktor internal sudah utuh, terpadu, dan kuat maka gangguan apapun tak mampu menggoyahkan jalinan kasih sayang. Bukan saja kesepahaman dan saling pengertian yang menjadi kuat, perekat dari segi iman juga sangat menentukan keutuhan hidup berumah tangga juga. Bahkan menjadikan Tuhan Yesus sebagai pimpinan dalam rumah tangga akan mengarahkan keluarga pada kasih yang sempurna. Sebenarnya itu yang paling ideal.

Menuju idealisme berumah tangga selalu melihat masing-masing pasangan ke dalam diri dan ke dalan kebersamaannya. Ke dalam diri masing-masing hanya ingin menegaskan untuk tunduk pada relasi kasih sayang yang melihat pasangan sebagai bagian dari dirinya. Itu berarti egoisme lebur dalam kebersamaan. Masing-masing pasangan yang melihat ke dalam kebersamaan akan makin menegaskan tanggung jawab menjaga keutuhan dan keharmonisan. Namun akhirnya harus kembali kepada dasar iman untuk menyelamatkan bahtera rumah tangga itu,  sehingga tidak lagi dua tetapi satu yang mestinya selalu disadari, dipahami, dimengerti, dan dihayati.

Hari Valentine bisa saja menjadi momen penting untuk merayakan kasih sayang. Hari itu bukan hari yang didominasi oleh mereka yang masih remaja dan yang berjiwa muda saja, orang yang sudah lanjut usia pun bisa menikmati kasih sayang dalam berumah tangga. Bahkan bukan saja dalam satu hari saja untuk merayakan hari kasih sayang, namun aura kasih sayang bisa dirasakan di setiap harinya.  Namun harus jelas makna kasih sayang itu, supaya jangan sampai kasih sayang bersifat mencederai tetapi haruslah membuat kasih sayang memberi suasana damai.

 

Oleh : Fr. Sumarwan

(Penulis adalah Pemerhati Masalah Pelayanan Gereja)



Leave a Reply