Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

RAHASIA SUKACITA (Refleksi Filipi 4:10-13)




eBahana.com – “Rahasia besar perlu segera kutuliskan bagi jemaat Filipi, setelah kulewatkan semua ini,” demikian gumam Paulus seraya mengambil alat tulisnya.
Bukan sekali dua kali Paulus keluar masuk penjara. Kedinginan, penyiksaan, kelaparan, kehausan, kesepian, adalah keadaan yang tidak asing bagi Paulus selama masa pemenjaraannya. Keadaan yang tidak mengenakkan yang menyebabkan seorang kehilangan sukacita. Sesuatu yang wajar dan manusiawi. Setiap orang setuju tentang hal ini.
Pemenjaraan yang satu kepada pemenjaraan yang lain seperti sebuah jebakan besar yang diletakkan Tuhan bagi Paulus. Jebakan yang dingin; minim makanan dan minuman; penuh pukulan dan intimidasi; serta bertubi-tubi penderaan menjadi hiasan tak berkesudahan. Luka goresan, sayatan, sampai robekan lebar tentu menemaninya. Kaki-kaki lalat yang mengerumuni luka-luka basah pasti sangat menyakitkan, serangga-serangga kecil lainnya sulit tidak datang menikmati pesta nanah dan darah. Darah yang membeku, mengering, menutupi lukanya. Bahkan seringkali darah kering itu mengelupas kembali oleh karena siksaan demi siksaan berikut yang dijalani seorang Paulus. Tenggorokannya seringkali perih karena kekeringan, walau terus berusaha berulang kali menelan ludah yang memang juga sudah benar-benar kering. Kepala yang berdenyut-denyut pusing karena asupan darah yang kurang ke otak, pastilah menjadi siksaan tersendiri. Selain itu pukulan yang mengenai kepala adalah beban khusus yang dialaminya. Hinaan, cercaan, sumpah serapah pun menjadi suara yang keluar masuk telinga Paulus. Benar-benar bagaikan ia berada di ceruk dalam yang menenggelamkan siapapun yang berada di sana. Tidak ada seorang pun yang berhasil keluar daripadanya. Jebakan yang sarat ketidaknyamanan, tidak ada yang namanya sukacita.
Pembiasaan demi pembiasaan sedang terjadi. Adaptasi menjadi satu-satunya pilihan yang dapat dilakukan Paulus. Proses ini membuatnya belajar merasa cukup dengan apa yang ada. Tidak ada teman berbagi. Tuhan memaksa Paulus mengarah pada-Nya, hanya pada-Nya. Dia mengajar bahwa kuasa-Nya, mujizat-Nya, keajaiban-Nya, kehendak-Nya, otoritas-Nya, masih tetap ada. Belajar selalu pada posisi paksaan. Kata Yunani emathon untuk kata ‘belajar’ di sini berarti suatu pencarian melalui proses didikan dan pengalaman. Tidak ada belajar dengan sukarela. Demikian ini sangat alamiah. Burung yang belajar terbang, harus dilempar induknya untuk bisa mengepakkan sayapnya, agar bisa terbang. Balita tidak dapat terus berada dalam gendongan ibunya untuk bisa berjalan. Ia harus turun, menjejakkan kakinya, dan melangkah. Anak-anak juga harus mulai berhenti minum susu dan makan makanan keras. Bahkan para pesakitanpun harus belajar makan sehat untuk pemulihannya. Semua melalui ‘harus’ dan ‘harus’. Tidak ada yang dapat terbebas daripadanya. Tuhan menjadi guru yang mengajar seorang murid bernama Paulus. Dia menempatkan Paulus dalam ‘ke-harus-an-Nya’. Sesuatu yang spesial, sesuai maksudNya untuk membentuk pribadi Paulus. Bahwasanya kuasa-Nya, mujizat-Nya, keajaiban-Nya cukup memelihara kehidupan Paulus dalam ruang kelas-Nya, ya…..dalam jebakanNya itu.
Kepedulian banyak saudara dari jemaat Filipi tak bisa dibendung. Inilah berkat yang didatangkan Tuhan bagi Paulus. Sebagaimana burung pipit dipelihara dan bunga bakung didandani, masakan bagi umat kepunyaan-Nya, yang untuknya Tuhan Yesus rela datang ke dunia untuk mati, Tuhan tidak peduli? Tuhan dapat memakai sarana apapun demi kelangsungan hidup Paulus. Itulah sebabnya, pertama-tama Paulus menuliskan rasa terima kasihnya atas dukungan yang diterima jemaat Filipi selama masa-masa sulit yang dialaminya saat dipenjarakan di Roma. Walaupun dukungan berdatangan, bukan berarti ini menjadi pengandalan Paulus. Sekalipun dalam hal ini ia tidak menyepelekan arti berkat-berkat tersebut. Pengandalannya yang sesungguhnya adalah Tuhan semata.
Kenikmatan kehidupan dalam ceruk Tuhan itu adalah dengan mengganti kata ‘sulit’ menjadi ‘cukup’. Di dalam Tuhan tak ada ‘kesulitan’. Di dalam Tuhan hanya ada ‘kecukupan’. Memang ‘kecukupan’ yang ada bukan sebagaimana yang Paulus pikirkan, melainkan ‘kecukupan’ ala ala Tuhan tentu saja. Kecukupan bukan menurut standart Paulus. Kecukupan bukan tentang berkat materiil. Kecukupan adalah tentang merasa puas akan apa yang ada (dalam bahasa Yunani adalah autarkes). Kecukupan kepada Sang Sumber itulah yang dimaksud. Jadi ‘kemarahan’ atau ‘perlawanan’ bukan jalan keluar yang tepat. Seluruhnya hanya dapat dijalani dengan ‘penerimaan’. Artinya ‘kecukupan’ perlu diterima dan tidak ada alternatif lain. Inilah keindahannya, dan justru inilah keunikannya.
Tuhan perlu membuat setiap anak-anak-Nya memandang ke atas, kepada-Nya. Pandangan ke bawah, membuat setiap insan kehilangan arah dan fokus. Ini sangat membahayakan. Potongan-potongan kecil bagian kehidupan yang tidak penting menjadi perhatian utama yang mengganggu perkara-perkara yang lebih utama. Kondisi yang menghabiskan waktu dan tenaga.
Memandang Tuhan adalah menerima keutuhan-Nya. Keutuhan-Nya sebagai Sang Pemberi kehendak dan otoritas tertinggi. Di sinilah sikap ketaatan penuh menjadi syarat utama. Seperti yang seharusnya mewarnai ruang kecantikan di taman Eden. Taman yang seharusnya dipenuhi Rancangan Agung Sang Khalik menjadi rusak oleh pilihan Adam dan Hawa pada ketidakbenaran. Hubungan Tuhan dan manusia terputus. Dosa menyeret mereka ke dalam maut. Adam dan Hawa memang tidak menanggung akibat perbuatan mereka sendiri. Seluruh keturunannya menanggung akibatnya. Tidak ada upaya yang dapat dilakukan manusia untuk melepaskan dari jerat maut. Mereka memerlukan seorang Juru Selamat. Satu-satunya Juru Selamat, hanyalah Yesus Kristus. Penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib adalah satu-satunya cara dosa maut dapat dipatahkan. Mereka yang percaya dan mempercayakan hidupnya kepada Tuhan dan Juru selamat pribadinyalah yang beroleh keselamatan, suatu jaminan hidup kekal. Hubungan yang dipulihkan dengan Tuhan di Surga. Bukankah ini lebih daripada segalanya?! Paulus memakai kata Yunani memuemai untuk menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia misteri sukacitanya. Sang Juru Selamat itulah rahasianya. Oleh karena itulah Paulus dapat berkata: Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku. Bagaimana dengan anda?!

 

Oleh Anna Mariana Poedji Christanti, MSi., MA., MPdK.
Faith and Science Integration Club Ministry



Leave a Reply