Media Rohani Terlengkap & Terpercaya


Input your search keywords and press Enter.

RAHASIA PRIA




Dari dulu hingga sekarang, wanita seringkali dinilai sebagai gender yang lebih emosional daripada pria. Namun ternyata sejumlah penelitian menunjukkan bahwa priapun sama emosionalnya dengan wanita. Akan tetapi bila dilihat kemampuan dalam beraktifitas antara pria dan wanita tentulah sangat berbeda. Apa yang dilakukan pria dan wanita sama-sama mempunyai nilai plus dan minus, karena dalam aktifitasnya pastilah melibatkan perasaan hati.

Bayi berkelamin laki-laki lebih reaktif dan ekspresif dibanding bayi perempuan. Sebagai perbandingan, seorang Ibu melahirkan bayi kembar laki-laki dan perempuan. Tanpa disadari bayi perempuan selalu menempatkan diri dibawah perlindungan bayi laki-laki dan ia secara naluriah melindungi bayi perempuan. Sementara pria dewasa memiliki reaksi emosional cukup kuat namun hanya berlangsung hingga rasa emosi tersebut akan mulai terlihat. Sebuah riset yang dipublikasikan di Scandinavian Journal of Psychology mengatakan bahwa begitu emosi mencapai batas kesadaran atau ketika pria menyadari bahwa emosinya mulai meledak, ia akan memasang wajah datar kembali dan menahan emosinya.

            Semasa kecil, anak laki-laki akan belajar untuk menyembunyikan emosinya. Konon, menunjukkan emosi menurut kultur, dinilai tidak jantan. Tetapi menekan emosi agar tidak meledak bisa menimbulkan respon keinginan untuk berkelahi sehingga katakanlah seperti melawan dirinya sendiri. Reaksi pria yang keras dan melatih menekan emosinya akan membuatnya terlatih untuk menghadapi ancaman di kemudian hari, begitu laporan hasil studi yang dilakukan Lund University di Swedia.

Lain halnya dengan masalah merasa kesendirian. Tak ada orang yang akan merasa nyaman berada dalam kesendirian dalam waktu yang lama. Kesendirian lama-kelamaan akan mengikis kesehatan psikologis dan fisik seseorang. Menurut Dr. Louann Brizendine, seorang Profesor psikologi klinis di University of California, San Fransisco, mengatakan bahwa pria lebih rentan saat menghadapi kesendirian, meskipun pria dan wanita adalah sama-sama makhluk sosial. Maka dalam beberapa kejadian kita dapati bahwa pria dalam mengatasi kesendiriannya sering melakukan hal-hal yang lebih ekspresif daripada wanita. Pria lebih sering mencari teman saat mengalami kesendirian. Pria yang hidup bersama wanita dan memiliki hubungan yang stabil dinilai memiliki kesehatan yang lebih baik, hidup lebih lama dan memiliki hormon yang mengindikasikan penurunan kekhawatiran.

Orang tua yang melepas kepergian anaknya kuliah keluar kota, tentunya sang Ibu jauh lebih ekspresif pada saat akan melepaskannya, ia akan memegang erat anaknya dan seringkali menangis sambil memberikan pesan yang beraneka ragam. Tetapi berbeda dengan sosok Ayah, Ayah seringkali akan terlihat kalem dengan senyum kecil, tanpa ada tangisan dan pesan-pesan yang banyak, merangkulnya dan mengucapkan selamat jalan. Apakah seorang Ayah kurang begitu menyayangi anaknya? Tentu tidak. Ayah sengaja tidak seekpresif Ibu karena secara tidak langsung ingin mengajari si anak untuk tetap tegar dalam menghadapi hari depan. Memang di depan anaknya Ayah akan menunjukkan sikap tegar tetapi sebenarnya didalam hatinya juga kurang lebih sama dengan sang Ibu, emosinya berkecamuk. Dengan begitu anak setidaknya akan mempunyai sosok panutan dalam mengelola emosi terkait dengan ketegaran dalam menghadapi sesuatu di hari depan. Apabila si anak kedepannya mengalami hal yang setidaknya sejenis dengan hal tersebut maka si anak akan lebih mudah mengelola perasaannya.

Dalam hal-hal yang lebih kecilpun, ada juga hal-hal yang meski tidak dapat dipukul rata telah menjadi ciri khas seorang pria. Pria lebih unggul dalam tingkat fokus terhadap suatu pekerjaan yang artinya kalau pria sedang melakukan suatu kegiatan, semua perhatiannya terpusat hanya pada apa yang sedang ia kerjakan. Terkesan pria itu tidak peduli dengan keadaan di sekitarnya, yang ada di benaknya adalah dengan cara yang bagaimana pekerjaan itu harus dapat terselesaikan dengan tangannya sendiri. Atau dapat dikatakan pria adalah sosok yang tidak mudah menyerah, dia akan mengatakan tidak bisa kalau memang sudah dicoba terus menerus dan tetap tidak bisa. Terlebih lagi jikalau kegiatan tersebut adalah suatu yang menjadi kesenangannya, niscaya titik pusat perhatiannya adalah dihal tersebut saja. Apabila pada saat itu ia diminta memilih diantara 2 hal yang salah satunya adalah kesenangannya, maka jangan serta merta menyalahkan pria karena pasti pria akan lebih memilih sesuatu apa yang menjadi kesenangannya karena disitulah letak kepuasannya.

Dikarenakan titik fokus pria lebih terpusat maka apabila seorang pria sedang berbelanja fashion misalnya seorang diri, dia akan cenderung mencari barang apa yang menjadi kebutuhannya saat itu saja, titik. Begitu barang sudah didapatkan, yang bersangkutan akan langsung bergegas pulang. Ia tidak begitu mempedulikan barang lain yang menawarkan kepuasan serupa dalam produknya dengan kata lain begitu ia melihat suatu barang kalau pria itu sudah tertarik maka akan langsung membelinya. Ataupun selama dia sudah menyukainya maka dengan harga berapapun tetap akan ia beli, karena fokus perhatiannya hanya pada satu item saja. Dikarenakan perhatiannya terfokus pada satu titik saja, maka pria kurang mampu melakukan berbagai aktifitas secara bersamaan pada satu waktu, sehingga pria tidak atau kurang bisa segera beranjak dari apa yang sedang dikerjakannya. Tetapi karena mata pria di waktu senja atau malam cenderung lebih awas, maka untuk berkendara cenderung pria lebih baik karena mata akan tertuju pada apa yang sedang dilihatnya saja. Tetapi sebenarnya mata pria lebih kecil daripada wanita, dalam hal “layar” penerimaan gambar pada mata. Pria mencari suatu benda terasa lama sekali untuk dapat menemukannya akan tetapi wanita jauh lebih singkat dalam menemukannya dan sebagainya.

Pria sebagai makhluk visual, maka apa yang dilihatnya itulah yang ia percayai dengan kata lain apabila sejauh ia belum melihat langsung maka ia tidak langsung akan mempercayainya. Pada dasarnya pria dalam segala aktifitasnya lebih banyak menggunakan logikanya bukan karena pria tak berperasaan tetapi bagi kaum pria perasaan agak terpinggirkan oleh kehadiran akal.

Untuk menjadi seorang pria maka setidaknya kita telah memiliki salah satu diantara kriteria kejiwaan berikut ini, ada baiknya terus hidup dengan menghormati terhadap siapapun,  “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat (Roma 12 : 10). Rela berkorban, “Jangan seorangpun yang mencari keuntungannya sendiri, tetapi hendaklah tiap-tiap orang mencari keuntungan orang lain” (1 Korintus 10 : 24). Bertanggung jawab, “Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri” (Galatia 6 : 5). Mampu mengendalikan emosi, “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota” (Amsal 16 : 32). Dan apabila pria yang bersangkutan telah memiliki keempat indikator diatas, dia telah menjadi seorang pria sejati.  Yudhi Widyo Armono



Leave a Reply